Diterpa Aksi Jual Asing, Rentetan Penguatan 2 Hari IHSG Putus

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 January 2020 16:50
Diterpa Aksi Jual Asing, Rentetan Penguatan 2 Hari IHSG Putus
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan pertama di pekan ini, Senin (20/1/2020), di zona hijau.

Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 0,3% ke level 6.310,5. IHSG kemudian terus memperlebar penguatannya. Titik tertinggi IHSG pada hari ini berada di level 6.312,99, mengimplikasikan kenaikan sebesar 0,34% jika dibandingkan dengan posisi pada penutupan perdagangan terakhir di pekan kemarin, Jumat (17/1/2020).

Sayang, IHSG kemudian meluncur turun ke zona merah. Per akhir sesi satu, indeks saham acuan di Indonesia tersebut terkoreksi sebesar 0,47% ke level 6.261,86. Per akhir sesi dua, koreksi IHSG telah bertambah dalam menjadi 0,74% ke level 6.245,04.

Koreksi IHSG pada hari ini lantas memutus rentetan apresiasi yang sudah terjadi selama dua hari beruntun.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam menekan kinerja IHSG di antaranya: PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (-2,23%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-0,58%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-1,29%), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (-2,89%), dan PT Astra International Tbk/ASII (-1,06%).

Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang justru melaju di zona hijau: indeks Nikkei terapresiasi 0,18%, indeks Shanghai naik 0,66%, dan indeks Kospi terkerek 0,54%.

Bursa saham Benua Kuning sukses mengekor jejak bursa saham AS alias Wall Street yang menghijau pada perdagangan terakhir di pekan kemarin, Jumat. Pada penutupan perdagangan hari Jumat, indeks Dow Jones naik 0,17%, indeks S&P 500 menguat 0,39%, dan indeks Nasdaq Composite terapresiasi 0,34%. Ketiga indeks saham acuan di AS tersebut ditutup di level tertinggi sepanjang masa.

Rilis data ekonomi China yang menggembirakan menjadi faktor yang menopang aksi beli di bursa saham AS.

Sepanjang tiga bulan terakhir tahun 2019, perekonomian China tercatat tumbuh sebesar 6% secara tahunan, sesuai dengan konsensus yang dihimpun oleh Reuters. Untuk keseluruhan tahun 2019, perekonomian Negeri Panda tumbuh sebesar 6,1%, juga sesuai dengan estimasi. Angka pertumbuhan ekonomi China tersebut dirilis menjelang akhir pekan kemarin, Jumat.

Lantas, pertumbuhan ekonomi China melambat signifikan dari yang sebelumnya 6,6% pada tahun 2018. Melansir CNBC International yang mengutip Reuters, pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2019 merupakan yang terlemah sejak tahun 1990.

Walaupun pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2019 merupakan yang terlemah sejak tahun 1990, nyatanya hal tersebut sudah diekspektasikan oleh pelaku pasar. Seperti yang sudah disebutkan di atas, angka pertumbuhan ekonomi China untuk periode kuartal IV-2019 dan keseluruhan tahun 2019 sesuai dengan konsensus.

Lantas, pelaku pasar pun tak lagi kaget dengan perlambatan perekonomian China yang signifikan. Justru, fakta bahwa perlambatan ekonomi China tidaklah separah yang diekspektasikan menjadi faktor yang membuat pelaku pasar memburu instrumen berisiko seperti saham.

Lebih lanjut, data ekonomi China untuk periode Desember 2019 juga menggembirakan. Produksi industri untuk periode Desember 2019 diumumkan tumbuh sebesar 6,9% secara tahunan, mengalahkan konsensus yang sebesar 5,9%, seperti dilansir dari Trading Economics.

Kemudian, penjualan barang-barang ritel untuk periode yang sama tumbuh hingga 8% secara tahunan, juga di atas konsensus yang sebesar 7,8%, seperti dilansir dari Trading Economics.
Kedepannya, ada ekspektasi yang besar bahwa perlambatan ekonomi China bisa diredam. Pasalnya, AS dan China kini telah resmi meneken kesepakatan dagang tahap satu yang akan menjadi kunci dalam meredam tekanan terhadap perekonomian China.

Seperti yang diketahui, pada hari Rabu waktu setempat (15/1/2020) AS dan China menandatangani kesepakatan dagang tahap satu di Gedung Putih, AS. Dari pihak AS, penandatanganan dilakukan langsung oleh Presiden Donald Trump, sementara pihak China mengirim Wakil Perdana Menteri Liu He.

"Hari ini kami mengambil langkah penting yang belum pernah dilakukan sebelumnya dengan China, yang akan memastikan perdagangan yang adil dan saling menguntungkan," kata Trump saat seremoni penandatanganan di Gedung Putih, Washington, AS, seperti dikutip dari AFP.

"Bersama-sama, kita (akan) memperbaiki kesalahan masa lalu," kata Trump lagi.

"Negosiasi ini sulit bagi kami. Tapi ini terobosan yang sangat luar biasa."

Sementara itu, pihak China juga melontarkan nada positif terkait kesepakatan dagang tahap satu dengan AS.

"Kesepakatan ini baik untuk China, untuk AS, dan untuk seluruh dunia," ucap Liu kala membacakan surat dari Presiden China Xi Jinping kepada Trump.

Sesuai dengan yang diumumkan oleh Trump pada bulan Desember, melalui kesepakatan dagang tahap satu AS akan memangkas bea masuk sebesar 15% terhadap produk impor asal China senilai US$ 120 miliar menjadi setengahnya atau 7,5%.

Sebelumnya, AS telah membatalkan rencana untuk mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal China pada tanggal 15 Desember. Untuk diketahui, nilai produk impor asal China yang akan terdampak oleh kebijakan ini sejatinya mencapai US$ 160 miliar.

Lebih lanjut, kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China memasukkan komitmen dari China untuk membeli produk asal AS senilai US$ 200 miliar dalam kurun waktu dua tahun.

Kemudian, kesepakatan dagang tahap satu AS-China juga akan membereskan komplain dari AS terkait pencurian hak kekayaan intelektual dan transfer teknologi secara paksa yang sering dialami oleh perusahaan-perusahaan asal Negeri Paman Sam.

Melalui kesepakatan dagang tahap satu, China diwajibkan untuk membuat proposal terkait lankah-langkah yang akan diadopsi untuk memperkuat perlindungan hak kekayaan intelektual. Proposal tersebut harus disampaikan ke AS dalam waktu 30 hari setelah kesepakatan dagang tahap satu resmi berlaku.

Terkait dengan transfer teknologi secara paksa yang sering dialami oleh perusahaan-perusahaan asal Negeri Paman Sam, di dalam kesepakatan dagang tahap satu disebutkan bahwa perusahaan-perusahaan harus bisa beroperasi di China “tanpa adanya paksaan atau tekanan dari pihak lain untuk mentransfer teknologinya ke pihak lain.”

Melansir World Economic Outlook (WEO) periode Oktober 2019 yang dipublikasikan oleh International Monetary Fund (IMF), perekonomian China diproyeksikan tumbuh sebesar 5,819% pada tahun 2020, yang berarti perlambatannya tak separah perlambatan di tahun 2019.

Ingat, proyeksi tersebut dibuat oleh IMF pada Oktober 2019 kala AS dan China belum mengumumkan dicapainya kesepakatan dagang tahap satu. Dengan kini kesepakatan dagang tahap satu sudah diteken, angka pertumbuhan ekonomi China untuk tahun 2020 tentu bisa lebih tinggi lagi.

Sejauh ini, China masih merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia. Jika perekonomian China tumbuh relatif tinggi, tentu pertumbuhan ekonomi dunia juga akan berada di level yang relatif tinggi. Aksi jual yang dilakukan investor asing menjadi faktor yang membebani langkah IHSG pada hari ini.

Per akhir sesi satu, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 37,42 miliar di pasar reguler, seperti dilansir dari RTI. Per akhir sesi dua, nilai jual bersih investor asing membengkak menjadi Rp 298,51 miliar.

Saham-saham yang banyak dilego investor asing pada perdagangan hari ini di antaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (Rp 388,19 miliar), PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (Rp 72,5 miliar), PT HM Sampoerna Tbk/HMSP (Rp 55,01 miliar), PT Matahari Department Store Tbk/LPPF (Rp 47,37 miliar), dan PT Astra International Tbk/ASII (Rp 38,77 miliar).

Investor asing masih melakukan aksi jual di pasar saham pasca melakukan aksi beli dengan intensitas yang signifikan pada sembilan hari perdagangan pertama di tahun 2020 (2-14 Januari). Dalam periode 2-14 Januari 2020, investor asing tercatat membukukan beli bersih senilai Rp 2 triliun di pasar reguler.

Dalam periode 2-14 Januari 2020, aksi beli gencar dilakukan investor asing di pasar saham Tanah Air seiring dengan apresiasi signifikan yang dibukukan oleh rupiah. Dalam periode tersebut, rupiah menguat hingga 1,55% melawan dolar AS di pasar spot.

Ketika rupiah menguat dengan signifikan seperti itu, investor asing berpotensi untuk meraup keuntungan dari selisih kurs, bukan hanya keuntungan dari apresiasi harga saham.

Kini, menyusul aksi beli di pasar saham yang sudah dilakukan sedari awal tahun, investor asing memilih untuk melakukan aksi jual, terlepas dari kehadiran sentimen eksternal yang sebenarnya mendukung untuk melakukan aksi beli.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular