Seharian Melemah, IHSG Ditutup Menguat Tipis 0,09%

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 January 2020 16:41
Seharian Melemah, IHSG Ditutup Menguat Tipis 0,09%
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan terakhir di pekan ini, Jumat (17/1/2020), di zona hijau.

Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 0,12% ke level 6.293,78. IHSG kemudian terus memperlebar penguatannya. Titik tertinggi IHSG pada hari ini berada di level 6.301,49, mengimplikasikan apresiasi sebesar 0,25% jika dibandingkan dengan posisi pada penutupan perdagangan kemarin, Kamis (16/1/2020).

Namun, IHSG kemudian bergerak ke zona merah. Per akhir sesi satu, IHSG melemah 0,17% ke level 6.275,66.

Di sepanjang sesi dua, IHSG juga terus bergerak di zona merah. Beruntung, menjelang penutupan perdagangan IHSG merangsek ke zona hijau. IHSG ditutup menguat tipis 0,09% ke level 6.291,66.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam mendongkrak kinerja IHSG di antaranya: PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (+2,32%), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (+1,31%), PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (+0,36%), PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (+3,21%), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk/BBNI (+0,97%).

Kinerja IHSG senada dengan mayoritas bursa saham utama kawasan Asia yang juga melaju di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,45%, indeks Shanghai terapresiasi 0,05%, indeks Hang Seng menguat 0,6%, dan indeks Kospi bertambah 0,11%.

Bursa saham Asia berhasil mengekor bursa saham AS alias Wall Street yang mencetak rekor pada perdagangan kemarin. Pada penutupan perdagangan kemarin, indeks Dow Jones naik 0,92%, indeks S&P 500 menguat 0,84%, dan indeks Nasdaq Composite terapresiasi 1,06%. Ketiga indeks saham acuan di AS tersebut ditutup di level tertinggi sepanjang masa.

Formalisasi kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China masih menjadi sentimen positif yang memantik aksi beli di bursa saham AS. Pada hari Rabu waktu setempat (15/1/2020), AS dan China menandatangani kesepakatan dagang tahap satu di Gedung Putih, AS.

Dari pihak AS, penandatanganan dilakukan langsung oleh Presiden Donald Trump, sementara pihak China mengirim Wakil Perdana Menteri Liu He.

Sesuati dengan yang diumumkan oleh Trump pada bulan Desember, melalui kesepakatan dagang tahap satu AS akan memangkas bea masuk sebesar 15% terhadap produk impor asal China senilai US$ 120 miliar menjadi setengahnya atau 7,5%.

Sebelumnya, AS telah membatalkan rencana untuk mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal China pada tanggal 15 Desember. Untuk diketahui, nilai produk impor asal China yang akan terdampak oleh kebijakan ini sejatinya mencapai US$ 160 miliar.

Lebih lanjut, kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China memasukkan komitmen dari China untuk membeli produk asal AS senilai US$ 200 miliar dalam kurun waktu dua tahun.

Kemudian, kesepakatan dagang tahap satu AS-China juga akan membereskan komplain dari AS terkait pencurian hak kekayaan intelektual dan transfer teknologi secara paksa yang sering dialami oleh perusahaan-perusahaan asal Negeri Paman Sam.
Sentimen positif bagi bursa saham Asia juga datang dari rilis data pertumbuhan ekonomi China. Sepanjang tiga bulan terakhir tahun 2019, perekonomian China tercatat tumbuh sebesar 6% secara tahunan, sesuai dengan konsensus yang dihimpun oleh Reuters.

Untuk keseluruhan tahun 2019, perekonomian Negeri Panda tumbuh sebesar 6,1%, juga sesuai dengan estimasi.

Lantas, pertumbuhan ekonomi China melambat signifikan dari yang sebelumnya 6,6% pada tahun 2018. Melansir CNBC International yang mengutip Reuters, pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2019 merupakan yang terlemah sejak tahun 1990.

Walaupun pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2019 merupakan yang terlemah sejak tahun 1990, nyatanya hal tersebut sudah diekspektasikan oleh pelaku pasar. Seperti yang sudah disebutkan di atas, angka pertumbuhan ekonomi China untuk periode kuartal IV-2019 dan keseluruhan tahun 2019 sesuai dengan konsensus.

Lantas, pelaku pasar pun tak lagi kaget dengan perlambatan perekonomian China yang signifikan. Justru, fakta bahwa perlambatan ekonomi China tidaklah separah yang diekspektasikan menjadi faktor yang membuat pelaku pasar memburu instrumen berisiko seperti saham.

Kedepannya, ada ekspektasi yang besar bahwa perlambatan ekonomi China bisa diredam. Pasalnya, AS dan China kini telah resmi meneken kesepakatan dagang tahap satu yang akan menjadi kunci dalam meredam tekanan terhadap perekonomian China.

Sebelum pendandatanganan kesepakatan dagang tahap satu, AS memutuskan untuk mencopot label “manipulator mata uang” yang sempat disematkannya kepada China.

Seperti yang diketahui, sebelumnya pada tahun lalu AS melalui kementerian keuangannya menyematkan label “manipulator mata uang” kepada Beijing. Penyebabnya, People’s Bank of China (PBOC) selaku bank sentral China seringkali dengan sengaja melemahkan nilai tukar yuan. Hal ini dilakukan untuk menggenjot ekspor Negeri Panda.

Melansir World Economic Outlook (WEO) periode Oktober 2019 yang dipublikasikan oleh International Monetary Fund (IMF), perekonomian China diproyeksikan tumbuh sebesar 5,819% pada tahun 2020, yang berarti perlambatannya tak separah perlambatan di tahun 2019.

Ingat, proyeksi tersebut dibuat oleh IMF pada Oktober 2019 kala AS dan China belum mengumumkan dicapainya kesepakatan dagang tahap satu. Dengan kini kesepakatan dagang tahap satu sudah diteken, angka pertumbuhan ekonomi China untuk tahun 2020 tentu bisa lebih tinggi lagi.

Sejauh ini, China masih merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar kedua di dunia. Jika perekonomian China tumbuh relatif tinggi, tentu pertumbuhan perekonomian dunia juga akan berada di level yang relatif tinggi. Aksi beli yang dilakukan oleh investor asing ikut berkontribusi dalam menopang IHSG mengakhiri hari di zona hijau. Melansir RTI, per akhir sesi dua investor asing membukukan beli bersih senilai Rp 170,1 miliar di pasar reguler.

Investor asing kembali ke pasar saham Tanah Air pasca sudah melakukan aksi jual dengan intensitas yang besar pada dua hari sebelumnya. Pada perdagangan hari Rabu, investor asing membukukan jual bersih senilai Rp 16,5 miliar, disusul oleh jual bersih senilai Rp 831,9 miliar pada perdagangan kemarin.

Untuk diketahui, investor asing melakukan aksi beli dengan intensitas yang besar pada sembilan hari perdagangan pertama di tahun 2020 (2-14 Januari). Dalam periode 2-14 Januari 2020, investor asing tercatat membukukan beli bersih senilai Rp 2 triliun di pasar reguler.

Dalam periode 2-14 Januari 2020, aksi beli gencar dilakukan investor asing di pasar saham Tanah Air seiring dengan apresiasi signifikan yang dibukukan oleh rupiah. Dalam periode tersebut, rupiah menguat hingga 1,55% melawan dolar AS di pasar spot.

Ketika rupiah menguat dengan signifikan seperti itu, investor asing berpotensi untuk meraup keuntungan dari selisih kurs, bukan hanya keuntungan dari apresiasi harga saham.

Kini, menyusul aksi jual di pasar saham yang sudah dilakukan selama dua hari beruntun, investor asing memilih untuk kembali melakukan aksi beli. Apalagi, sentimen eksternal juga mendukung bagi investor asing untuk melakukan aksi beli.

Saham-saham yang banyak dikoleksi investor asing pada perdagangan hari ini di antaranya: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (Rp 369,21 miliar), PT Astra International Tbk/ASII (Rp 28,44 miliar), PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (Rp 23,2 miliar), PT United Tractors Tbk/UNTR (Rp 14,57 miliar), dan PT Ace Hardware Indonesia Tbk/ACES (Rp 11,8 miliar).

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular