
Newsletter
Wall Street Overvalued, Earning Season Ibarat 'Hidup & Mati'
Arif Gunawan, CNBC Indonesia
17 January 2020 06:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Sempat ambil jarak dari pasar, para investor di bursa saham, obligasi, hingga valuta asing akhirnya memborong aset sembari mencerna dampak penandatanganan kesepakatan dagang fase satu antara Amerika Serikat (AS) dan China terhadap perekonomian global. Tapi awas! Wall Street sudah terindikasi overvalued.
Pada pembukaan perdagangan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,12% ke 6.275,96 dan awet di zona merah hingga sesi satu berakhir. Memasuki sesi dua, IHSG beralih ke zona hijau dan akhirnya menguat tipis 0,04% ke 6.286,05.
Penguatan terjadi di tengah pergerakan variatif bursa di kawasan Asia. Indeks Nikkei terapresiasi 0,07%, Hang Seng menguat 0,38%, tetapi Shanghai Composite melemah 0,52%, indeks Straits Times naik 0,65%, Shenzen turun 0,15%, dan indeks Kospi bertambah 0,77%.
Transaksi di bursa tercatat senilai Rp 7,45 triliun, menipis jika dibandingkan transaksi Rabu kemarin. Sektor finansial menjadi pemberat utama karena investor asing (foreign) banyak menjual saham perbankan setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan rencana penaikan modal inti bank menjadi Rp 3 triliun pada akhir Januari atau awal Februari 2020.
Secara teknikal, IHSG cenderung sulit melewati level 6.300 dengan tingkat fluktuasi tinggi di rentang yang sempit. Hal ini terlihat dari pola lilin berputar (spinning candle).
Namun posisi IHSG sedikit di bawah rata-rata nilainya (moving average) dalam lima hari terakhir (MA5) pada level 6.289. Ini membuka potensi penguatan pada Jumat besok dengan potensi menguji level psikologis 6.300.
Seirama dengan IHSG, rupiah kemarin membukukan penguatan 0,26% ke Rp 13.625/US$ di sesi terakhir perdagangan. Dibuka melemah 0,11% di Rp 13.675/US$, Mata Uang Garuda berbalik menguat hingga sempat mencapai 0,33% ke Rp 13.615/US$. Level tersebut merupakan yang terkuat sejak 21 Februari 2018.
Mayoritas mata uang utama Asia kemarin melemah. Secara mingguan, rupiah tercatat membukukan penguatan enam pekan beruntun. Total selama periode tersebut hingga minggu ini, rupiah sudah menguat 3,44%.
Di pasar obligasi, surat utang negara (SUN) bertahan di zona hijau meski pasar SUN di negara berkembang lain melemah. Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0081 yang bertenor 5 tahun dengan penurunan yield 4,6 basis poin (bps) menjadi 6,19%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Pada pembukaan perdagangan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,12% ke 6.275,96 dan awet di zona merah hingga sesi satu berakhir. Memasuki sesi dua, IHSG beralih ke zona hijau dan akhirnya menguat tipis 0,04% ke 6.286,05.
Penguatan terjadi di tengah pergerakan variatif bursa di kawasan Asia. Indeks Nikkei terapresiasi 0,07%, Hang Seng menguat 0,38%, tetapi Shanghai Composite melemah 0,52%, indeks Straits Times naik 0,65%, Shenzen turun 0,15%, dan indeks Kospi bertambah 0,77%.
Transaksi di bursa tercatat senilai Rp 7,45 triliun, menipis jika dibandingkan transaksi Rabu kemarin. Sektor finansial menjadi pemberat utama karena investor asing (foreign) banyak menjual saham perbankan setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan rencana penaikan modal inti bank menjadi Rp 3 triliun pada akhir Januari atau awal Februari 2020.
Secara teknikal, IHSG cenderung sulit melewati level 6.300 dengan tingkat fluktuasi tinggi di rentang yang sempit. Hal ini terlihat dari pola lilin berputar (spinning candle).
Namun posisi IHSG sedikit di bawah rata-rata nilainya (moving average) dalam lima hari terakhir (MA5) pada level 6.289. Ini membuka potensi penguatan pada Jumat besok dengan potensi menguji level psikologis 6.300.
Seirama dengan IHSG, rupiah kemarin membukukan penguatan 0,26% ke Rp 13.625/US$ di sesi terakhir perdagangan. Dibuka melemah 0,11% di Rp 13.675/US$, Mata Uang Garuda berbalik menguat hingga sempat mencapai 0,33% ke Rp 13.615/US$. Level tersebut merupakan yang terkuat sejak 21 Februari 2018.
Mayoritas mata uang utama Asia kemarin melemah. Secara mingguan, rupiah tercatat membukukan penguatan enam pekan beruntun. Total selama periode tersebut hingga minggu ini, rupiah sudah menguat 3,44%.
Di pasar obligasi, surat utang negara (SUN) bertahan di zona hijau meski pasar SUN di negara berkembang lain melemah. Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0081 yang bertenor 5 tahun dengan penurunan yield 4,6 basis poin (bps) menjadi 6,19%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Pages
Most Popular