
Newsletter
Semangat 45! Rupiah Bisa Tutup Tahun di Level Terkuat 2019
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
31 December 2019 07:01

Rupiah hingga Senin kemarin menguat 3,17% melawan dolar AS, berada di level Rp 13.920/US$. Sang Garuda kini tidak jauh dari level terkuat tahun ini, Rp 13.885/US$ yang sempat disentuh pada bulan Februari dan Juli lalu.
Rupiah kini berjarak 0,25% dari level terkuat tersebut dan diperdagangkan terakhir tahun ini, peluang melewatinya terbuka cukup lebar.
Sentimen pelaku pasar yang sedang bagus-bagusnya menjadi modal awal bagi rupiah untuk menutup tahun 2019 di level terkuat. Seperti disebutkan di halaman satu, kemungkinan ditandatanganinya kesepakatan dagang AS-China dalam waktu dekat sangat mungkin terjadi.
Wakil Perdana Menteri China, Liu He, dikabarkan akan bertandang ke AS di pekan ini untuk menandatangani kesepakatan, dan delegasi dari Tiongkok dikatakan berada di Washington hingga pertengahan pekan depan.
Belum jelas kesepakatan apa yang dimaksud, tetapi bisa jadi sebagai langkah awal sebelum kesepakatan dagang fase I resmi diteken oleh Presiden AS, Donald Trump, dan Presiden China, Xi Jinping.
Hal tersebut diperkuat Peter Navarro, yang menyebut kesepakatan dagang fase I akan diteken dalam waktu satu pekan ke depan atau lebih.
Tidak menutup kemungkinan akan ada kabar bagus lagi pada hari ini yang memberikan lebih banyak detail kesepakatan dagang fase I, sehingga peluang rupiah untuk kembali menguat semakin terbuka.
Modal kedua bagi rupiah adalah indeks dolar AS yang sedang loyo. Pada perdagangan Senin indeks dolar berakhir melemah 0,17% ke 96,74, dan berada di dekat level terendah enam bulan.
Kesepakatan dagang fase I antara AS dengan China bukannya menguatkan mata uang Paman Sam, tetapi justru melemahkannya.
Optimisme akan bangkitnya perekonomian global menurunkan permintaan dolar sebagai aset aman (safe haven) sekaligus penguatan mata uang utama lainnya, yang membuat indeks dolar tertekan.
Indeks dolar ini dibentuk dari enam mata uang, yakni euro, yen, poundsterling, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss. Indeks ini juga dijadikan tolak ukur kekuatan dolar AS, kala indeks melemah rupiah akan mendapat keuntungan lebih besar.
Faktor ketiga yang bisa mendongkrak performa Sang Garuda hari ini adalah data aktivitas manufaktur China bulan Desember yang dirilis pagi ini. Pada bulan lalu, indeks manufaktur China menunjukkan ekspansi untuk pertama kalinya setelah terkontraksi dalam enam bulan berturut-turut.
Jika sektor pengolahan Negeri Tiongkok tersebut kembali menunjukkan ekspansi, akan menjadi tanda perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut mulai bangkit lagi. Sentiment pelaku pasar akan semakin ceria menuju pergantian tahun, dan rupiah bisa mendapat untung.
Rupiah menaklukkan dolar AS sudah pasti, dan alangkah indahnya jika bisa menutup tahun ini dengan mencapai level terkuat 2019.
Terompet dan kembang api meriah menantimu rupiah!
(pap)
Rupiah kini berjarak 0,25% dari level terkuat tersebut dan diperdagangkan terakhir tahun ini, peluang melewatinya terbuka cukup lebar.
Sentimen pelaku pasar yang sedang bagus-bagusnya menjadi modal awal bagi rupiah untuk menutup tahun 2019 di level terkuat. Seperti disebutkan di halaman satu, kemungkinan ditandatanganinya kesepakatan dagang AS-China dalam waktu dekat sangat mungkin terjadi.
Wakil Perdana Menteri China, Liu He, dikabarkan akan bertandang ke AS di pekan ini untuk menandatangani kesepakatan, dan delegasi dari Tiongkok dikatakan berada di Washington hingga pertengahan pekan depan.
Belum jelas kesepakatan apa yang dimaksud, tetapi bisa jadi sebagai langkah awal sebelum kesepakatan dagang fase I resmi diteken oleh Presiden AS, Donald Trump, dan Presiden China, Xi Jinping.
Hal tersebut diperkuat Peter Navarro, yang menyebut kesepakatan dagang fase I akan diteken dalam waktu satu pekan ke depan atau lebih.
Tidak menutup kemungkinan akan ada kabar bagus lagi pada hari ini yang memberikan lebih banyak detail kesepakatan dagang fase I, sehingga peluang rupiah untuk kembali menguat semakin terbuka.
Modal kedua bagi rupiah adalah indeks dolar AS yang sedang loyo. Pada perdagangan Senin indeks dolar berakhir melemah 0,17% ke 96,74, dan berada di dekat level terendah enam bulan.
Kesepakatan dagang fase I antara AS dengan China bukannya menguatkan mata uang Paman Sam, tetapi justru melemahkannya.
Optimisme akan bangkitnya perekonomian global menurunkan permintaan dolar sebagai aset aman (safe haven) sekaligus penguatan mata uang utama lainnya, yang membuat indeks dolar tertekan.
Indeks dolar ini dibentuk dari enam mata uang, yakni euro, yen, poundsterling, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss. Indeks ini juga dijadikan tolak ukur kekuatan dolar AS, kala indeks melemah rupiah akan mendapat keuntungan lebih besar.
Faktor ketiga yang bisa mendongkrak performa Sang Garuda hari ini adalah data aktivitas manufaktur China bulan Desember yang dirilis pagi ini. Pada bulan lalu, indeks manufaktur China menunjukkan ekspansi untuk pertama kalinya setelah terkontraksi dalam enam bulan berturut-turut.
Jika sektor pengolahan Negeri Tiongkok tersebut kembali menunjukkan ekspansi, akan menjadi tanda perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut mulai bangkit lagi. Sentiment pelaku pasar akan semakin ceria menuju pergantian tahun, dan rupiah bisa mendapat untung.
Rupiah menaklukkan dolar AS sudah pasti, dan alangkah indahnya jika bisa menutup tahun ini dengan mencapai level terkuat 2019.
Terompet dan kembang api meriah menantimu rupiah!
(pap)
Next Page
Simak Data dan Agenda Berikut
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular