Newsletter

Hitung Mundur 'Tanggal Keramat' & Menanti Babak Baru AS-China

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
11 December 2019 07:01
Hitung Mundur 'Tanggal Keramat' & Menanti Babak Baru AS-China
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kemarin pasar keuangan tanah air bergerak tak kompak. Pasar saham dan surat utang negara (SUN) diwarnai dengan koreksi harga sementara rupiah justru menguat.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona merah. Indeks bursa dalam negeri mengalami koreksi tipis 0,16% ke level 6.183,5 pada perdagangan Selasa (10/12/2019). IHSG tak sendirian, mayoritas bursa saham kawasan Asia juga ditutup di zona merah. Hanya indeks Kospi dan Shang Hai saja yang mampu finish di zona hijau.



Countries

Index

Daily Change (%)

South Korea

KOSPI

0.45

China

SH Comp.

0.1

Malaysia

FTSE BM

-0.06

Japan

Nikkei225

-0.09

Indonesia

JCI

-0.17

Hong Kong

Hang Seng Index

-0.22

Taiwan

TAIEX

-0.28

Singapore

STI

-0.53

India

SENSEX

-0.55

Philippines

PSEi

-0.56

Vietnam

VN-Index

-0.6

Sumber : Statistic IDX

Senada dengan pasar saham, pasar surat utang negara (SUN) juga diwarnai dengan koreksi yang tercermin dari kenaikan imbal hasil. Koreksi harga terjadi pada obligasi tenor 10, 15 dan 20 tahun.

Per 9 Desember 2019, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) menunjukkan investor asing menggenggam SBN senilai Rp 1.066,27 triliun atau 38,5% dari total obligasi yang beredar. Angkanya naik Rp 173 triliun dibanding posisi akhir tahun lalu.

Berbanding terbalik dengan IHSG dan pasar SUN, nilai tukar rupiah terhadap dolar justru ditutup menguat bersama renmimbi, dolar Singapura dan dolar Hong Kong, Sementara di hari perdagangan yang sama won dan yen malah terdepresiasi.

Currency

Daily Change (%)

CNY

0.09

SGD

0.08

IDR

0.04

HKD

0.02

KRW

-0.12

JPY

-0.17

Sumber : Refinitiv


Jika menilik fundamental ekonomi Indonesia sebenarnya pasar keuangan berpotensi terkena suntikan tenaga. Pasalnya pekan kemarin indeks keyakinan konsumen (IKK) bulan November secara tak terduga naik signifikan menjadi 124,2 jauh di atas bulan sebelumnya yang cuma 118,4.

Cadangan Devisa (cadev) per akhir bulan lalu juga tak banyak berubah. Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadev akhir November turun tipis menjadi US$ 126,6 miliar, masih jauh lebih baik dari konsensus yang meramal akan turun ke posisi US$ 126,3 miliar, mengutip Trading Economics.

Tambahan tenaga terakhir adalah rilis data penjualan eceran kemarin. Penjualan eceran bulan Oktober tumbuh melesat melampaui konsensus. Berdasarkan survei BI, penjualan ritel bulan ke-10 tahun ini tumbuh 3,6% secara tahunan (yoy). Angka tersebut jelas melebihi angka pertumbuhan bulan sebelumnya dan konsensus pasar yang masing-masing 0,7% dan 2,9%.

Nyatanya suntikan tenaga tersebut tak mampu membawa IHSG melenggang ke zona hijau pada perdagangan kemarin. Data otoritas bursa mencatat asing membukukan aksi jual bersih (net sell) alias kabur sebesar Rp 305,6 miliar.

Nilai transaksi di bursa saham pada perdagangan kemarin pun masih berada di bawah rerata nilai transaksi hari normal. Total transaksi tercatat hingga kemarin sebesar Rp 6,3 triliun.

Saat ini investor memang tengah fokus pada perkembangan terbaru dinamika hubungan antara Amerika dengan China. Tanggal 15 Desember semakin dekat, tetapi Washington dan Beijing masih tak sepaham soal kesepakatan dagang.

Banyak yang mulai skeptis kesepakatan dagang fase-I tak akan terjadi minggu ini dan membuat pengenaan tarif 15% terhadap produk China senilai US$ 156 miliar akan tetap berlaku efektif per 15 Desember. Faktor inilah yang membuat mayoritas bursa global ditransaksikan melemah kemarin.

[Gambas:Video CNBC]



Kini beralih ke kiblat pasar saham dunia yaitu Wall Street. Pada penutupan perdagangan pagi tadi, tiga indeks utama Wall Street mengalami koreksi. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) terpangkas 0,1%, indeks S&P 500 turun 0,11% dan indeks Nasdaq berkurang 0,07%.

Tiga indeks utama bursa saham Paman Sam memang sejak awal dibuka di zona merah. Pemicunya masih sama yaitu kisruh dagang antara dua raksasa ekonomi dunia yang tak kunjung usai.

Memasuki penghujung tahun, bara api perang dagang AS-China masih menyala. Perbedaan pemahaman antara kedua belah pihak seolah merintangi kata sepakat untuk terucap dan mengakhiri drama yang sudah berlangsung 17 bulan ini.

Perkembangan terbaru menyebutkan tim perundingan AS menginginkan China berkomitmen untuk membeli lebih banyak produk pertanian AS sebelum kesepakatan diteken. Sebagai gantinya China kekeuh menginginkan AS agar menarik semua tarif termasuk yang akan dikenakan pada 15 Desember nanti.

Sampai sejauh ini masih belum ada kabar lebih lanjut yang jelas terkait isu pencabutan tarif yang diminta oleh Beijing.

Penasihat ekonomi Gedung Putih, Larry Kudlow mengatakan kesepakatan antara dua negara semakin dekat bahkan lebih dekat dibanding pertengahan November lalu. Namun AS memang tak mematok deadline kapan harus menekan kesepakatan dagang fase-I.

“Faktanya hampir setiap hari diskusi berlangsung dengan konstruktif. Kita semakin dekat dengan kesepakatan....tidak ada tenggat waktu yang mengikat secara sepihak. Namun tak dapat dipungkiri, 15 Desember akan menjadi tanggal yang penting apakah tarif akan dikenakan atau tidak” tambah Kudlow.

China sebagai pembeli kedelai global utama, mengatakan pada hari Senin bahwa pihaknya berharap untuk membuat kesepakatan perdagangan dengan Amerika Serikat sesegera mungkin, sebelum tarif baru masuk. 

"Saya tidak berpikir presiden ingin menerapkan tarif baru ini, tetapi harus ada beberapa gerakan di pihak mereka untuk mendorong (Trump) tidak melakukan itu," kata Sonny Perdue, Menteri Pertanian AS dalam suatu rekaman audio dari tanggapannya terhadap pertanyaan wartawan. .

"Dan mudah-mudahan sinyal yang mereka kirim tentang pengurangan kedelai dan babi mungkin sinyal itu," tambahnya, berbicara pada konferensi National Grain and Feed Association di Indianapolis.

Beijing mengatakan pada hari Jumat bahwa mereka akan menghapuskan tarif impor untuk beberapa pengiriman kedelai dan babi dari Amerika Serikat tetapi tidak menentukan jumlah. 

Importir kedelai Cina membeli setidaknya lima pengiriman kargo curah kedelai AS, atau sekitar 300.000 ton, untuk pengiriman Januari dan Februari setelah Beijing menawarkan kepada pembeli setidaknya 1 juta ton dalam keringanan tarif baru, kata eksportir AS. Namun masih belum jelas apakah pembelian produk pertanian AS oleh China saat ini sudah sesuai dengan keinginan Trump.

Rilis data ekonomi AS yang positif akhir-akhir ini diyakini menguatkan tim negosiator AS. Sementara itu ekspor China bulan November yang diramal tumbuh 1% ternyata malah berbalik arah alias nyungsep 1,1% membuat surplus neraca dagang China berkurang menjadi US$ 38.7 miliar.

Perang dagang masih mungkin tereskalasi mengingat Partai Komunis China memerintahkan setiap kantor pemerintahan mengganti perangkat teknologi buatan negara lain dengan alasan untuk mengurangi ketergantungan dengan produk teknologi asal negara lain.

Merebaknya berita ini sontak membuat harga saham perusahaan teknologi Paman Sam berguguran. Pasalnya walau China menggunakan personal computer (PC) buatan lokal yaitu Lenovo, tetapi perangkat lunaknya dari Microsoft. Merespon kabar tersebut saham Microsoft terkoreksi 0,15% hingga penutupan pasar pagi tadi. Supaya dapat meramu strategi dan sikap trading pada perdagangan hari ini, pelaku pasar perlu mencermati berbagai sentimen berikut. Pertama, pelemahan kinerja tiga indeks utama bursa saham AS jadi sentimen pemberat untuk bursa Asia pada perdagangan hari ini, tak terkecuali Indonesia.

Kedua, investor diharapkan terus memantau perkembangan kesepakatan dagang antara Washington dan Beijing, mengingat batas waktu pengenaan bea masuk untuk produk China senilai US$ 156 miliar tinggal hitungan hari.

Walaupun Menteri Pertanian AS Sonny Perdue mengatakan bahwa Presiden Trump sebenarnya tak ingin mengenakan tarif, jika dalam kurun waktu empat hari sebelum tanggal efektif pemberlakuan tarif negosiasi tidak membuahkan hasil nyata, maka kesepakatan yang didambakan sejak November bisa jadi molor. Apapun bisa terjadi, perang dagang masih mungkin tereskalasi dengan segala kemungkinan yang ada.

Sentimen ketiga yang juga perlu dicermati adalah risiko politik yang mendera Paman Sam terkait pemakzulan presiden ke-45 AS Donald Trump. Kabar terbaru menyebutkan Demokrat di DPR AS mengumumkan dakwaan pemakzulan formal terhadap Presiden Donald Trump.

Dalam pasal pemakzulan Trump dituduh "mengkhianati" negara dengan menyalahgunakan kekuasaan dalam upaya menekan Ukraina untuk menyelidiki saingan politik dan kemudian menghalangi penyelidikan Kongres atas skandal itu.

Ketua Komite Kehakiman DPR Jerrold Nadler mengatakan kepada wartawan bahwa Demokrat harus mengambil tindakan karena Trump telah membahayakan Konstitusi A.S., merusak integritas pemilu 2020 dan membahayakan keamanan nasional.

"Tidak seorang pun, bahkan presiden, yang berada di atas hukum," kata Nadler pada konferensi pers untuk mengumumkan tuduhan pemakzulan resmi. Dia bergabung dengan Ketua DPR Nancy Pelosi dan para pemimpin Demokrat lainnya yang terlibat dalam penyelidikan pemakzulan.

"Pemilu kita adalah landasan demokrasi. ... Integritas pemilu berikutnya berisiko karena seorang presiden yang telah menggunakan campur tangan asing dalam pemilihan umum 2016 dan 2020," kata Nadler.

Trump membantah tuduhan itu dan menyebut penyelidikan yang dilakukan merupakan hoax. Gedung Putih, yang menolak ikut serta dalam jajak pendapat di DPR  mengatakan prosesnya tidak adil. Mereka juga menuduh Demokrat terlibat dalam upaya "tak berdasar dan partisan" untuk membatalkan hasil pemilu 2016.

"Presiden akan menangani tuduhan palsu ini di Senat dan berharap akan dibebaskan sepenuhnya, karena dia tidak melakukan kesalahan," kata juru bicara Gedung Putih Stephanie Grisham dalam sebuah pernyataan. 

Panasnya situasi perpolitikan AS mengandung risiko yang tak kecil. Bagaimanapun juga stabilitas politik terganggu sejatinya bukanlah kabar baik. Sehingga waspada terhadap gejolak yang mungkin timbul akibat situasi ini adalah sikap yang bijak.

Keempat, Bank Sentral Amerika Serikat The Federal Reserves atau The Fed menggelar pertemuan pada 10-12 Desember untuk kembali mendiskusikan kebijakan moneter ke depan.

Dengan data ekonomi AS yang terbilang positif banyak yang meramal The Fed tak akan memangkas suku bunga acuan lagi. The Fed diduga akan tetap mempertahankan suku bunga acuan. Menurut piranti FedWatch probabilitas The Fed akan mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 150-175 bps mencapai 97,8%.

Sentimen kelima datang dari dalam negeri, aksi bersih-bersih BUMN a la Erick Thohir ternyata direspon positif oleh pasar. Teranyar, Erick selaku menteri BUMN memberhentikan empat direksi Garuda yang terlibat dalam skandal penyelundupan Harley Davidson dan Brompton. 

Skandal tersebut melibatkan Direktur Utama Garuda I Gusti Ngurah Askhara. Dalam penerbangan tersebut ada tiga direksi maskapai BUMN tersebut yang tercatat dalam manifes.

Mereka adalah Iwan Joeniarto yang menjabat Direktur Teknik dan Layanan Garuda, Mohammad Iqbal yang menjabat sebagai Direktur Kargo dan Pengembangan Usaha, dan Heri Akhyar yang merupakan Direktur Human Capital. Upaya membenahi BUMN maskapai ini direspon positif pasar dan harga saham Garuda naik 3% dalam sehari. 

Ke depan Erick akan turut serta membenahi BUMN lain seperti Jiwasraya dan KRAS. Aksi berbenah ini dapat menjadi sentimen positif untuk emiten-emiten BUMN. Berikut adalah rilis data ekonomi dari berbagai negara dunia yang rilis hari ini dan perlu investor cermati :
• Data inflasi AS bulan November (20.30 WIB)

Berikut adalah agenda korporasi yang dijadwalkan berlangsung hari ini :
• RUPSLB PT Danayasa Arthatama Tbk (09.00 WIB)
• RUPSLB PT Estetika Tata Tiara Tbk (10.00 WIB)

Berikut adalah indikator perekonomian nasional :

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (3Q-2019 YoY)

5,02%

Inflasi (November 2019 YoY)

3%

BI 7-Day Reverse Repo Rate (Oktober 2019)

5%

Defisit anggaran (APBN 2019)

-1,84% PDB

Transaksi berjalan (3Q-2019)

-2,7% PDB

Neraca pembayaran (3Q-2019)

-US$ 46 juta



TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Wall Street Overvalued, Earning Season Ibarat 'Hidup & Mati'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular