
Newsletter
Awas, Dolar Bakal Beringas!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 November 2019 06:04

Sentimen ketiga, investor harus waspada dengan potensi penguatan dolar AS. pada pukul 03:33 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) naik 0,14%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini terangkat 0,64%.
Penguatan dolar AS didukung oleh data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019 yang lebih baik dari perkiraan sebelumnya. Belum lagi pemesanan produk tahan lama (durable goods) buatan AS naik 0,6% MoM pada Oktober. Membaik dibandingkan September yang turun 1,4%.
Data ini mendukung perkiraan pasar bahwa The Fed akan menghentikan siklus penurunan suku bunga acuan untuk sementara waktu. Mengutip CME Fedwatch, kans Federal Funds Rate bertahan di 1,5-1,75% dalam rapat The Fed 11 Desember mencapai 94,8%. Naik dari sehari sebelumnya yaitu 94,1%.
"Sudah sangat jelas, kekuatan dolar AS ditopang oleh data-data yang ada. The Fed sudah memberi sinyal bahwa siklus penurunan suku bunga sudah selesai untuk tahun ini, dan data-data yang positif memberi validasi ke arah sana," kata Alfonso Esparza, Senior Currency Analyst di OANDA yang berbasis di Toronto (Kanada), seperti dikutip dari Reuters.
Tanpa penurunan suku bunga, setidaknya dalam waktu dekat, berinvestasi di dolar AS (terutama di aset-aset berpendapatan tetap seperti obligasi) masih akan menguntungkan. Permintaan dolar AS meningkat dan nilainya pun menguat.
Jika situasi ini bertahan, maka rupiah kemungkinan bakal melemah lagi. Plus, kebutuhan valas korporasi sedang tinggi jelang akhir bulan karena ada kewajiban pembayaran utang, impor, dan sebagainya. Tekanan terhadap rupiah akan datang dari dalam dan luar negeri sehingga investor patut mawas diri.
Sentimen keempat, kali ini dari dalam negeri, ada kemungkinan investor menahan diri menunggu kabar dari Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) yang dulu dikenal dengan sebutan Bankers Dinner. Acara ini akan digelar setelah penutupan pasar, tepatnya selepas makan malam.
Dalam acara yang rencananya dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut, Gubernur BI Perry Warijyo akan memaparkan prospek perekonomian dan arah kebijakan moneter 2020. Tentu menarik untuk mengetahui apa yang akan dilakukan BI tahun depan. Apakah MH Thamrin masih akan menerapkan kebijakan akomodatif seperti tahun ini? Atau mulai bias ketat karena perkiraan perbaikan kondisi ekonomi?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menemukan jawaban malam ini. Selagi pelaku pasar menebak-nebak, ada potensi bermain aman yang membuat pasar keuangan domestik kurang bergairah.
(aji/aji)
Penguatan dolar AS didukung oleh data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019 yang lebih baik dari perkiraan sebelumnya. Belum lagi pemesanan produk tahan lama (durable goods) buatan AS naik 0,6% MoM pada Oktober. Membaik dibandingkan September yang turun 1,4%.
Data ini mendukung perkiraan pasar bahwa The Fed akan menghentikan siklus penurunan suku bunga acuan untuk sementara waktu. Mengutip CME Fedwatch, kans Federal Funds Rate bertahan di 1,5-1,75% dalam rapat The Fed 11 Desember mencapai 94,8%. Naik dari sehari sebelumnya yaitu 94,1%.
"Sudah sangat jelas, kekuatan dolar AS ditopang oleh data-data yang ada. The Fed sudah memberi sinyal bahwa siklus penurunan suku bunga sudah selesai untuk tahun ini, dan data-data yang positif memberi validasi ke arah sana," kata Alfonso Esparza, Senior Currency Analyst di OANDA yang berbasis di Toronto (Kanada), seperti dikutip dari Reuters.
Tanpa penurunan suku bunga, setidaknya dalam waktu dekat, berinvestasi di dolar AS (terutama di aset-aset berpendapatan tetap seperti obligasi) masih akan menguntungkan. Permintaan dolar AS meningkat dan nilainya pun menguat.
Jika situasi ini bertahan, maka rupiah kemungkinan bakal melemah lagi. Plus, kebutuhan valas korporasi sedang tinggi jelang akhir bulan karena ada kewajiban pembayaran utang, impor, dan sebagainya. Tekanan terhadap rupiah akan datang dari dalam dan luar negeri sehingga investor patut mawas diri.
Sentimen keempat, kali ini dari dalam negeri, ada kemungkinan investor menahan diri menunggu kabar dari Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) yang dulu dikenal dengan sebutan Bankers Dinner. Acara ini akan digelar setelah penutupan pasar, tepatnya selepas makan malam.
Dalam acara yang rencananya dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut, Gubernur BI Perry Warijyo akan memaparkan prospek perekonomian dan arah kebijakan moneter 2020. Tentu menarik untuk mengetahui apa yang akan dilakukan BI tahun depan. Apakah MH Thamrin masih akan menerapkan kebijakan akomodatif seperti tahun ini? Atau mulai bias ketat karena perkiraan perbaikan kondisi ekonomi?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menemukan jawaban malam ini. Selagi pelaku pasar menebak-nebak, ada potensi bermain aman yang membuat pasar keuangan domestik kurang bergairah.
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular