Tercekam Hawa Wait and See, Rupiah Bergerak Tipis Tiga Hari

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
27 November 2019 17:18
Tercekam Hawa Wait and See, Rupiah Bergerak Tipis Tiga Hari
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah dua hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (27/11/19). Meski demikian, sejak awal pekan pergerakan rupiah tipis-tipis saja.

Rupiah membuka perdagangan hari ini dengan stagnan di level Rp 14.080/US$, dan setelah itu melemah 0,07% ke Rp 14.090/U$ dan bertahan di titik tersebut hingga tengah hari.



Dalam dalam dua hari sebelumnya, rupiah hanya bergerak di rentang Rp 14.070-14.090/US$. Selepas tengah hari, rupiah akhirnya lepas dari rentang tersebut, melemah hingga Rp 14.100/US$. Tetapi hanya sampai di sana, Mata Uang Garuda kembali menipiskan pelemahan dan mengakhiri perdagangan di level Rp 14.090/US$ melemah 0,07% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Mayoritas mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS pada perdagangan hari ini. Hingga pukul 16:20 WIB, won Korea Selatan menjadi mata uang dengan kinerja terburuk setelah melemah 0,23%. Sementara ringgit Malaysia menjadi mata uang terbaik hari ini setelah menguat 0,24%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning pada hari ini.



Pelaku pasar masih melakukan aksi wait and see terkait kesepakatan dagang AS dengan China. Kabar bagus terus berdatangan belakangan ini, tetapi pelaku pasar masih menunggu kepastian kapan kesepakatan tersebut akan diteken. 

Selasa kemarin CNBC International mewartakan Wakil Perdana Menteri China, Liu He, pagi ini berbicara dengan Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin.

"Kedua belah pihak membahas penyelesaian masalah-masalah inti yang menjadi perhatian bersama, mencapai konsensus bagaimana masalah tersebut diselesaikan dan setuju untuk terus berdiskusi mengenai isu-isu untuk kesepakatan fase pertama," tulis rilis Kementerian Perdagangan China.

Setelah kabar tersebut berhembus, Presiden AS Donald Trump memberikan pernyataan Washington berada di "pembahasan terakhir" kesepakatan dengan China yang akan menghentikan perang dagang yang sudah berlangsung selama 16 bulan. 



Meski demikian, Trump juga menyatakan dukungannya terhadap demonstran di Hong Kong, satu sikap yang bisa membuat hubungan AS-China merenggang. Pemerintah Beijing sebelumnya sudah berulang kali mengingatkan Washington agar tidak mencampuri urusan Hong Kong yang merupakan bagian dari China. 

Belum jelasnya kapan kesepakatan dagang kedua negara membuat rupiah tidak banyak bergerak. Satu hal yang pasti, sampai saat ini Presiden Trump masih belum membatalkan rencana kenaikan bea masuk importasi dari China pada 15 Desember mendatang. Jika sampai tanggal tersebut kedua negara belum meneken kesepakatan, perang dagang berisiko kembali memanas. 

Aksi wait and see dipicu ramainya data ekonomi dari negeri Paman Sam yang akan dirilis hari ini. 

Pembacaan kedua produk domestik bruto (PDB AS), pesanan barang tahan lama, indeks manufaktur wilayah Chicago, inflasi versi personal capital expenditure (PCE), serta belanja konsumen menjadi data yang akan dirilis malam ini.

Data tersebut akan memberikan gambaran kondisi ekonomi AS terkini, dan dapat mempengaruhi outlook suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed). 



Berdasarkan notula rapat kebijakan moneter yang dirilis Kamis (21/11/19) pekan lalu, The Fed kini lebih optimis menatap perekonomian AS dibandingkan beberapa pekan lalu. 

Bank sentral paling powerful di dunia tersebut juga berencana untuk menghentikan periode pemangkasan suku bunga. The Fed baru akan kembali memangkas suku bunga jika kondisi ekonomi AS memburuk.

Ramainya data yang akan dirilis malam ini membuka potensi pergerakan rupiah yang lebih besar pada perdagangan Kamis besok. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular