Newsletter

Pasar Saham Dunia Galau, IHSG Tampaknya Sulit Tidak Melow

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
07 November 2019 07:17
Pasar Saham Dunia Galau, IHSG Tampaknya Sulit Tidak Melow
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tidak disangka, aksi profit taking yang melanda Asia kemarin serta kurang joss-nya data penjualan ritel ternyata membuat sisa-sisa sentimen positif dari pengumuman pertumbuhan ekonomi tidak berarti kemarin (7/11/19).

Alhasil, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hanya sempat mencicipi penguatan hingga 0,16% di awal perdagangan kemarin, yang setelah 25 menit kemudian tenggelam dan tidak pernah kembali menjenguk zona hijau di sisa hari hingga ditutup pada posisi koreksi 0,74% menjadi 6.217.




Investor asing menunjukkan aksi jual bersih (nett foreign sell) di pasar reguler Rp 322,8 miliar di tengah total transaksi Rp 9,37 triliun kemarin, yang dengan cepat membuat angka beli bersih Rp 195,97 miliar sehari sebelumnya semakin tidak berarti.

Enam indeks sektoral dari total sembilan melemah, dipimpin oleh sektor keuangan dan infrastruktur yang berkurang nilainya 1,6% dan 1,18% pada hari yang sama. Pelemahan juga terjadi pada sektor barang konsumsi yakni 0,38% yang mencerminkan lemasnya angka penjualan ritel.

Dari sektor itu, pelemahan saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) yang turun 1,56%, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang terkoreksi 0,91%, dan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) yang susut 0,62% menjadi pembeban utama dari kelompok saham unggulan, atau biasa disebut barang blue chips. Melemahnya KLBF ternyata juga diikuti dua saham di sektor farmasi lain yaitu PT Kimia Farma Tbk (KAEF) 2,33%.

Hanya ada tiga sektor yang menguat kemarin yaitu tambang, perdagangan, dan industri dasar dengan kenaikan masing-masing 1%, 0,3%, dan 0,12%. Khusus di subsektor emiten batu bara dari kelompok emiten tambang terutama mengekor naik tipisnya harga si komoditas hitam di tengah sepinya sentimen positif lain.

Penguatan harga batu bara itu diperkuat oleh sentimen hengkangnya Amerika Serikat dari kesepakatan Paris Agreement. Kesepakatan tersebut merupakan bagian dari Konvensi Kerangka Perubahan Iklim PBB (United Nations Framework Convention on Climate Change).


Gestur dari langkah Negeri Paman Sam tersebut mengindikasikan bahwa mereka belum move on dari energi karbon yang salah satu komoditas utamanya adalah batu bara, dan seakan menjamin konsumsi yang tinggi dari negara yang mengaku adidaya tersebut.

Hasilnya, harga batu bara kontrak ICE Newcastle sempat menguat, meskipun akhirnya terkoreksi 0,88% pada perdagangan kemarin di mana si hitam dihargai US$ 66,9/ton.


Saat ini, tren harga batu bara global masih konsolidasi dan belum pernah lebih tinggi dari level US$ 68/ton sejak awal bulan karena belum ada katalis yang kuat untuk membuat harga batu bara kembali berbuat banyak.

Pelemahan pasar saham ternyata linear dengan nilai tukar rupiah yang juga mengayun ke zona koreksi hingga 0,32% menjadi Rp 14.010/dolar AS kemarin.

Posisi rupiah yang sudah lumayan kuat terhadap greenback, sebutan lain dolar AS, dalam sebulan terakhir (1,02%) membuat investor di pasar valas mulai merealisasikan keuntungan mereka, yang sebelumnya baru berupa potensi. Bukan hanya itu. Koreksi turut menyematkan titel terlemah kedua di Asia untuk mata uang garuda kemarin.

Beralih ke pasar obligasi, perdagangan efek utang rupiah pemerintah tersebut meriah di awal perdagangan kemarin, yang memancing transaksi beli lebih kencang dan mendorong kenaikan harga instrumen utang menguat di pasar sekunder.

Meskipun gahar di awal-awal, penguatan harga melandai karena sentimen positif yang sedang berkembang ternyata tergerus oleh data penjualan ritel yang menurunkan ekspektasi positif makroekonomi di dalam negeri.

Kenaikan sehari kemarin terutama dialami surat utang negara (SUN) seri acuan FR0068 yang bertenor 15 tahun dengan penurunan tingkat imbal hasil (yield) 3 basis poin (bps) menjadi 7,44%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Selain FR0068, seri lain yang menjadi acuan pasar tahun ini adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

 

Yield Obligasi Negara Acuan 6 Nov'19

Seri

Jatuh tempo

Yield 5 Nov'19 (%)

Yield 6 Nov'19 (%)

Selisih (basis poin)

Yield wajar IBPA 6 Nov'19 (%)

FR0077

5 tahun

6.43

6.422

-0.80

6.3839

FR0078

10 tahun

6.977

6.965

-1.20

6.9836

FR0068

15 tahun

7.474

7.444

-3.00

7.4256

FR0079

20 tahun

7.686

7.664

-2.20

7.6563

Sumber: Refinitiv

 



[Gambas:Video CNBC]

 

Dari pasar Eropa, kemarin pasar menguat meskipun cenderung menunjukkan magernya pelaku pasar di tengah aksi tunggu (wait & see) investor terhadap perkembangan romansa Amerika Serikat (AS)-China.

Isunya masih sama. Meskipun tidak sehambar posisi 1 bulan-2 bulan lalu, hubungan Washington DC-Beijing yang sedang 'baik-baik saja' itu sedikit menegang karena China sedang mendorong AS untuk menghapus tambahan barang-barang ekspor Negeri Tirai Bambu yang sudah mulai berlaku September silam.

Bahkan, pelaku pasar sudah lebih dulu menyatakan pesimisnya pandangan terhadap damai dagang dan sebaliknya menjadi lebih optimis pada instrumen emas yang biasa dijadikan pengukur tensi iklim ketegangan pasar keuangan dunia.

Seperti diberitakan The Business Times kemarin, Rainer Michael Preiss dari Taurus Wealth Advisors mengingatkan agar pelaku pasar jangan lupa bahwa sebelum memadu hubungan dengan China, kemesraan AS yang dulu sempat terjadi dengan seteru abadi lainnya yakni Korea Utara juga tidak bertahan lama bahkan tidak ada bekasnya lagi sekarang.

"Saya akan berhati-hati terhadap perundingan dagang [AS-China] ini. Hal ini mengingatkan saya terhadap diskusi AS-Korut. Banyak perundingan, tetapi tidak ada yang benar-benar nyata [hasilnya]," ujar Preiss.

Jangan kaget juga karena perkembangan terbaru semalam menunjukkan pertemuan delegasi kedua negara juga bakal sulit tercapai hingga akhir tahun ini.



Kemarin, nilai tukar dolar AS turun tipis meskipun masih melonjak jika dibanding posisi akhir pekan lalu, sehingga tingkat kemahalan emas bagi mata uang lain karena emas dibanderol dengan mata uang greenback.
Koreksinya mata uang AS tersebut terjadi tipis-tipis atau bisa dibilang terpeleset saja menjadi 97,95 dari sebelumnya 97,98, berdasarkan dollar index.

Dollar index dijadikan tolak ukur kekuatan dolar AS terhadap mata uang lainnya, yang dibentuk dari posisi greenback, sebutan lain dolar AS, terhadap enam mata uang yakni euro, yen Jepang, poundsterling Inggris, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss.

Saat ini harga emas dunia sudah jeblok dan kembali ke bawah level psikologis US$ 1.500/troy ounce (oz). Tekanan dari sentimen positif perundingan dagang Amerika Serikat (AS)-China yang juga menguatkan nilai tukar dolar AS sukses membalikkan harga emas dunia ke bawah garis maya tersebut.

Intinya, sebelum jadi tekan dan teken, maka berbagai spekulasi masih akan berseliweran dan menambah ketidakpastian. Ini yang membuat investor memasang mode tunggu di benak pelaku pasar sehingga arus modal belum banyak mengalir.

Hasilnya, pasar saham Benua Biru masih belum yakin prospek damai dagang akan di depan mata, meskipun pelaku pasarnya masih menekan tombol beli di pasar saham hingga membuat indeks utama di kawasan tersebut menghijau.

Namun, selain faktor negatif dari drama AS-China, sebaliknya sentimen positif yang menutup pengaruh buruk ke pasar di tanah Eropa kemarin adalah masih musimnya laporan keuangan emiten bursa.

Faktor lain adalah data indeks aktivitas pembelian industri (PMI) IHS Markit yang naik menjadi 50,6 pada Oktober dari 50,1 pada September. Ekspansi yang ditunjukkan angka realisasi itu lebih tinggi dibandingkan dengan prediksi pasar.

Indeks Stoxx 600 yang mewakili pasar saham kawasan pan-Eropa naik tipis 0,21%, dan indeks FTSE 100 di Inggris menguat lebih terbatas lagi yakni 0,12%. Penguatan lebih berani dialami indeks DAX di Jerman dan CAC di Prancis yang menguat 0,24% dan 0,34%.

Sebagai tambahan, setelah penutupan pasar, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson berikrar untuk mensukseskan aksi keluarnya Negeri Asap Hitam dari Uni Eropa pada Januari.



Menyeberangi Laut Atlantik, pasar Wall Street sudah mulai ditutup beragam, dari tadinya menguat secara meyakinkan dan terus-menerus mencetak rekor, terutama juga karena prospek dari hubungan AS-China.Pasar saham domestik di sana, ujar beberapa strategist, memerlukan waktu untuk bernafas dulu, atau bahkan terkoreksi lebih dulu sebelum kembali melanjutkan penguatan hingga menembus rekor tertinggi baru.

Tercatat, indeks S&P 500 sudah naik 30,77% menjadi 3.074 sejak habis Hari Raya Natal tahun lalu, di mana beberapa pengelola dana publik sudah melampaui target hasil investasi yang diprogramkan oleh atasannya.

Lori Calvasina, Chief Equity Strategist di RBC seperti dikutip Reuters, menyatakan dirinya tidak akan kaget jika terjadi sell off dalam waktu dekat. Dia memiliki target S&P 500 di 2.900, yang sudah dilampaui oleh posisi penutupan kemarin. Indeks lain yaitu Dow Jones Industrial Avg stagnan di 27.492 dan Nasdaq Composite terkoreksi 0,29% menjadi 8.410.

Pertama, labilnya Wall Street. Karena pasar masih menilai labilnya pasar saham Negeri Paman Sam semalam akan diikuti atau jika boleh dikatakan akan memengaruhi pasar saham Asia yang masih lebih berisiko.

Tentunya, belum jelasnya babak baru dari perundingan damai dagang AS-China tampaknya masih akan memengaruhi kondisi pasar saham di dalam negeri juga. Tentu pasar masih harap-harap cemas jika belum ada kelanjutan dan balasan bernada positif dari Washington DC untuk menjawab request China tentang tarif yang sudah berlaku September.

Selain itu, informasi terbaru semalam, Reuters juga menduga bahwa pertemuan delegasi kedua negara juga bakal sulit tercapai hingga akhir tahun ini, gegara China menolak untuk bertemu di AS. Kajian baru tempat pertemuan kemudian digeser dengan potensi di Benua Kuning, Asia.

Perkembangan tersebut juga menunjukkan bahwa persentase keberhasilan kesepakatan terus turun. Presiden AS Donald Trump juga pernah menyarankan Swiss sebagai lokasi pertemuan yang memungkinkan untuk penandatanganan kesepakatan.

Sehingga, selain di Asia, penandatanganan juga berpotensi dilakukan dalam rangkaian KTT Eropa, di mana Trump dijadwalkan untuk bertandang ke perhelatan NATO di London pada 3 - 4 Desember. Semoga.

Kedua, jangan lupakan juga bahwa data cadangan devisa valas Oktober domestik akan diumumkan hari ini. Jika data itu positif, seperti yang digadang-gadang pemerintah, maka bukan tidak mungkin akan meredakan kekhawatiran pasar yang masih besar dari AS-China. Saat ini, Trading Economics memiliki prediksi devisa Indonesia Oktober pada US$ 124,5 miliar, angka yang lebih tinggi daripada September US$ 124,3 miliar.

Ketiga, dampak negatif dari data penjualan ritel kemarin tampaknya masih akan menghantui pergerakan harga di pasar saham juga. Penjualan ritel sudah selayaknya menjadi salah satu indikator utama untuk melihat daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat, sehingga pasar saham akan menyikapinya secara lebih sensitif mengingat pentingnya kedua kegiatan ekonomi tersebut.

Keempat, data cadangan minyak AS yang dirilis semalam sudah memakan korban. Angka cadangan minyak mentah Negeri Paman Sam tercatat naik 7.929 juta barel, dan sudah sukses menekan harga minyak mentah Brent ke US$ 61,74/barel yang sebetulnya sudah mencoba keluar dari kubangan tren koreksi. Alhasil, tekanan kemungkinan akan terasa bagi emiten di sektor migas, tetapi di sisi lain justru positif bagi prospek makroekonomi.

Kelima, secara teknikal, IHSG sedang dibayangi penurunan seiring terbentuknya pola dark cloud cover, pola tersebut mengindikasikan tekanan jual yang lebih besar setelah sempat menguat pada awal perdagangan. Karena itu, kemungkinan untuk koreksi tampaknya masih lebih besar dibandingkan dengan potensi penguatan.

Selain itu, kemarin IHSG kembali bergerak di bawah rata-ratanya selama 5 hari terakhir (Exponential Moving Average/EMA5), yang dicitrakan garis ungu pada grafik. Secara jangka pendek, IHSG terlihat sedang dalam tren penurunan yang tercermin pada grafik yang dibentuk indikator Relative Strength Index (RSI).

Berikut agenda bursa dan ekonomi pekan ini:

Kamis (7/5/19)
Cadangan devisa valas Oktober, Indonesia. 11:00 WIB.

Neraca perdagangan September, Australia. 07:30 WIB.
Penentuan suku bunga Bank Sentral Inggris, Inggris. 19:00 WIB.
Inflasi, Inggris. 19:00 WIB.

Public expose PT Indonesia Pondasi Raya Tbk (IDPR-Indopora).
Rapat Umum Pemegang Saham PT Darmi Bersaudara Tbk (KAYU). 14:00.


Jumat (8/11/19)
Neraca pembayaran/neraca berjalan 3Q-2019, Indonesia. 10:00 WIB.

Neraca perdagangan Oktober, China. 10:00 WIB.
Pencatatan saham perdana PT Ginting Jaya Energi Tbk. 09:00 WIB.
Pencatatan saham perdana PT Singaraja Putra Tbk (SINI). 09:00 WIB.
Rapat Umum Pemegang Saham PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS). 09:30 WIB.


Sabtu (9/11/19)
Inflasi, China. 08:30 WIB.



Berikut ini sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (3Q-2019 YoY)

5,02%

Inflasi (Oktober 2019 YoY)

3,13%

BI 7-Day Reverse Repo Rate (Oktober 2019)

5%

Defisit anggaran (APBN 2019)

-1,84% PDB

Transaksi berjalan (2Q-2019)

-3,04% PDB

Neraca pembayaran (2Q-2019)

-US$ 1,98 miliar

Cadangan devisa (September 2019)

US$ 124,3 miliar



TIM RISET CNBC Indonesia

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular