
Pasar Saham Dunia Galau, IHSG Tampaknya Sulit Tidak Melow

Pertama, labilnya Wall Street. Karena pasar masih menilai labilnya pasar saham Negeri Paman Sam semalam akan diikuti atau jika boleh dikatakan akan memengaruhi pasar saham Asia yang masih lebih berisiko.
Tentunya, belum jelasnya babak baru dari perundingan damai dagang AS-China tampaknya masih akan memengaruhi kondisi pasar saham di dalam negeri juga. Tentu pasar masih harap-harap cemas jika belum ada kelanjutan dan balasan bernada positif dari Washington DC untuk menjawab request China tentang tarif yang sudah berlaku September.
Selain itu, informasi terbaru semalam, Reuters juga menduga bahwa pertemuan delegasi kedua negara juga bakal sulit tercapai hingga akhir tahun ini, gegara China menolak untuk bertemu di AS. Kajian baru tempat pertemuan kemudian digeser dengan potensi di Benua Kuning, Asia.
Perkembangan tersebut juga menunjukkan bahwa persentase keberhasilan kesepakatan terus turun. Presiden AS Donald Trump juga pernah menyarankan Swiss sebagai lokasi pertemuan yang memungkinkan untuk penandatanganan kesepakatan.
Sehingga, selain di Asia, penandatanganan juga berpotensi dilakukan dalam rangkaian KTT Eropa, di mana Trump dijadwalkan untuk bertandang ke perhelatan NATO di London pada 3 - 4 Desember. Semoga.
Kedua, jangan lupakan juga bahwa data cadangan devisa valas Oktober domestik akan diumumkan hari ini. Jika data itu positif, seperti yang digadang-gadang pemerintah, maka bukan tidak mungkin akan meredakan kekhawatiran pasar yang masih besar dari AS-China. Saat ini, Trading Economics memiliki prediksi devisa Indonesia Oktober pada US$ 124,5 miliar, angka yang lebih tinggi daripada September US$ 124,3 miliar.
Ketiga, dampak negatif dari data penjualan ritel kemarin tampaknya masih akan menghantui pergerakan harga di pasar saham juga. Penjualan ritel sudah selayaknya menjadi salah satu indikator utama untuk melihat daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat, sehingga pasar saham akan menyikapinya secara lebih sensitif mengingat pentingnya kedua kegiatan ekonomi tersebut.
Keempat, data cadangan minyak AS yang dirilis semalam sudah memakan korban. Angka cadangan minyak mentah Negeri Paman Sam tercatat naik 7.929 juta barel, dan sudah sukses menekan harga minyak mentah Brent ke US$ 61,74/barel yang sebetulnya sudah mencoba keluar dari kubangan tren koreksi. Alhasil, tekanan kemungkinan akan terasa bagi emiten di sektor migas, tetapi di sisi lain justru positif bagi prospek makroekonomi.
Kelima, secara teknikal, IHSG sedang dibayangi penurunan seiring terbentuknya pola dark cloud cover, pola tersebut mengindikasikan tekanan jual yang lebih besar setelah sempat menguat pada awal perdagangan. Karena itu, kemungkinan untuk koreksi tampaknya masih lebih besar dibandingkan dengan potensi penguatan.
Selain itu, kemarin IHSG kembali bergerak di bawah rata-ratanya selama 5 hari terakhir (Exponential Moving Average/EMA5), yang dicitrakan garis ungu pada grafik. Secara jangka pendek, IHSG terlihat sedang dalam tren penurunan yang tercermin pada grafik yang dibentuk indikator Relative Strength Index (RSI).