Newsletter

Resesi Dunia: Mitos yang Mewujud atau Fakta yang Tertunda?

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
08 October 2019 06:55
Resesi Dunia: Mitos yang Mewujud atau Fakta yang Tertunda?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan Senin (7/10/2019), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat menguat di awal perdagangan akhirnya berakhir dengan melemah 1% (60 poin) ke level 6.000,58.

Pelemahan IHSG yang kian mendekati 'kepala lima' alias level psikologis 5.000 ini terjadi tatkala mayoritas bursa saham utama kawasan Asia ditransaksikan di zona hijau: indeks Straits Times menguat 0,76%, indeks Kospi naik 0,05%, meski indeks Nikkei tertekan 0,16%.

Artinya, pemicu koreksi di bursa Indonesia ini cenderung bersifat laten oleh sentimen domestik mengingat pergerakan angin psikologi di 
bursa global cenderung bercampur (mixed).


Presiden Fed Kansas Esther George dalam Pertemuan Tahunan National Association for Business, pada Senin (7/10/2019) dini hari waktu Indonesia Barat mengatakan perekonomian AS dalam kondisi baik dengan inflasi rendah, angka pengangguran terjaga, dan outlook pertumbuhan yang menjanjikan.

Angin positif dari lembaga moneter AS itu muncul di tengah sinyal buruk seputar perang dagang di mana Wakil Perdana Menteri Liu He, kepala negosiator China, mengatakan bahwa tawarannya kepada AS tidak akan mencakup komitmen reformasi kebijakan industri Cina atau subsidi pemerintah, seperti dikutip dari Bloomberg (6/10/2019).

Pembalikan arah IHSG terjadi setelah Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa (cadev) di bawah ekspektasi pasar, yakni melemah US$ 2,2 miliar menjadi US$ 124,3 miliar. Rupiah kemarin juga melemah 0,18% ke Rp 14.155 per dolar Amerika Serikat (AS).



Secara
year to date, IHSG masih terkoreksi 3,13% sejak awal tahun hingga saat ini. Koreksi ini berpeluang berlanjut jika sentimen eksternal kembali memburuk, di tengah minimnya katalis positif dari dalam negeri.

BERLANJUT KE HAL 2>>>

Sama seperti bursa Indonesia, bursa saham Amerika Serikat (AS) menutup perdagangan Senin (7/10/2019) dengan pelemahan setelah sempat bergerak flip-flop antara menguat atau melemah. Hal ini terjadi di tengah pesimisme seputar pembicaraan perdagangan antara AS dan China.

Indeks Dow Jones Industrial Average (Dow Jones) anjlok 95,7 poin (-0,4%) pada penutupan dini hari tadi ke 26.478,02. Indeks Nasdaq turun 30 poin (-0,3%) ke 7.956,29 sementara indeks S&P 500 tertekan 14 poin (-0,5%) ke 2.938,79.

Kekhawatiran seputar prospek ekonomi dunia masih menjadi awan gelap yang memayungi perdagangan bursa global. 
Pesimisme terjadi menyusul pemberitaan Bloomberg, mengutip sumber yang ingin identitasnya dirahasiakan, bahwa pihak China keberatan jika harus menyetujui beberapa poin yang dipersyaratkan oleh Presiden AS Donald Trump.

Wakil Perdana Menteri China Liu He yang juga ketua tim negosiator China dikabarkan telah menyatakan bahwa persetujuan yang akan diberikan tidak termasuk pada komitmen mereformasi kebijakan industri dan subsidi China.

Kini, perang dagang telah resmi dilancarkan Presiden AS Donald Trump terhadap mitra utamanya, yakni Uni Eropa yang saat ini tengah tertatih-tatih menghadapi kenyataan sektor manufakturnya terus terkontraksi sembilan bulan berturut-turut (sementara sektor jasa cenderung melambat).

Menurut Chief Executif Officer (CEO) perusahaan investasi Blackstone, Stephen Schwarzman, Eropa akan mengalami 'Lost Decade' atau periode pertumbuhan ekonomi yang stagnan selama satu dekade seperti yang dialami Jepang.

Jerman selaku negara dengan perekonomian terbesar di Eropa, sudah mulai bersiap dengan risiko terburuk resesi. Kemungkinan bagi ekonomi Jerman untuk jatuh ke dalam resesi mencapai hampir 60%, menurut indeks bulanan yang oleh Macroeconomic Policy Institute (IMK).

Indeks yang dihasilkan oleh badan riset ekonomi swasta itu menyebut risiko resesi Jerman telah naik menjadi 59,4%, dari 43% pada Agustus. Ini adalah proyeksi risiko resesi tertinggi bagi ekonomi terbesar Eropa itu sejak musim dingin 2012/2013.

BERLANJUT KE HAL 3>>>


Gubernur The Federal Reserve Jeremy Powell dijadwalkan berpidato pada hari ini pukul 12 siang (atau Rabu 12 malam WIB). Pernyataan otoritas moneter terkuat dunia ini sangat diperhatikan pasar, untuk melihat sejauh mana mereka memandang prospek ekonomi AS dan dunia: baik-baik saja ataukah ada nada kekhawatiran?

Selanjutnya, pasar berharap Powell menjadi dewa penyelamat dengan memangkas suku bunga acuan (Federal Funds Rate) pada pertemuan akhir Oktober ini. Piranti FedWatch milik CME Group mencatat pertaruhan pemangkasan suku bunga AS sebesar 25 basis-poin kini berada di level 80%.

Jika ekspektasi itu terpenuhi, maka kekhawatiran seputar resesi pun agak terobati. Resesi menjadi fakta yang ditunda. Potensi dan variabelnya sudah mengada, tetapi berhasil diredam dan dijinakkan. Resesi pun berpeluang untuk tidak jadi datang hari ini atau tahun ini, silahkan "coba lagi tahun depan".

Ya, pasar pada hari ini akan mencermati arah perjalanan angin seputar peluang resesi dunia. Ketika The Fed diharapkan meredam situasi buruk ini, tetangga sebelah justru masih asyik menabuh genderang perang dagang seolah masih belum melihat bahwa mereka sedang berusaha keras membuat resesi itu benar-benar mewujud.

Sejauh ini negosiasi dagang antara AS dan China masih alot, meski Trump mengklaim--atau lebih tepatnya berjanji--bahwa bakal ada kesepakatan signifikan antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia ini. 

Di tengah situasi itu, sorotan panggung akan bergeser dari aktor utama ke aktor figuran di drama perang dagang ini. Negara persekutuan Uni Eropa yang belakangan juga diserang Trump dalam panji perang dagang atas nama jargon "make America great again" ini bakal mengumumkan data-data penting perekonomian.

Data tersebut bakal mengonfirmasi kekhawatiran 'Lost Decade' di Uni Eropa. Ada produksi industri Denmark (Agustus) yang diestimasikan negatif, neraca transaksi berjalan Prancis (Agustus) yang juga diduga jatuh menjadi defisit, penjualan ritel Italia (Agustus) yang diprediksi melambat secara tahunan.

Bank-bank sentral kawasan Euro tersebut juga akan angkat bicara, mulai dari pidato anggota Dewan Eksekutif bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) Phillip Lane, Gubernur bank sentral Inggris (Bank of England) Mark Carney, anggota Dewan Eksekutif bank sentral Jerman (Bundesbank) Burkhard Balz.

Pasar akan memerhatikan sinyal pesimisme atau optimisme yang keluar dari mulut mereka.

Namun, ada baiknya menengok data Caixin Purchasing Manager Index (PMI) sektor jasa di China per September yang diprediksi masih aman di atas 50. Kalau masih aman-aman saja, kita bisa berharap emiten nasional pemasok bahan baku ke Negeri Panda masih bisa bernafas lega.


BERLANJUT KE HAL 4 >>>

Berikut adalah rilis data yang akan terjadi hari ini:

  • Rilis data Caixin PMI sektor jasa China per September (08:45 WIB); 
  • Pidato Gubernur The Fed Jeremy Powell (12:00 WIB);
  • Rilis data Producer Price Index (PPI) AS per September (19:30 WIB);
  • RUPSLB PT Renuka Coalindo Tbk (09:00 WIB);
  • RUPSLB PT Gihon Telekomunikasi Indonesia Tbk (tentatif);
  • Pembagian dividen PT Hexindo Adiperkasa Tbk (tentatif);
  • Pembagian dividen PT United Tractors Tbk (tentatif).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Q2-2019 YoY)

5,05%

Inflasi (September 2019 YoY)

3,39%

BI 7-Day Reverse Repo Rate (September 2019)

5,25%

Defisit anggaran (APBN 2019)

-1,84% PDB

Transaksi berjalan (Q2-2019)

-3,04% PDB

Neraca pembayaran (Q2-2019)

-US$ 1,98 miliar

Cadangan devisa (September 2019)

US$ 124,3 miliar

*Tim Riset CNBC Indonesia

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA



(ags/ags) Next Article Berharap Window Dressing Bantu "Normalisasi" Transaksi Bursa

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular