Eropa Bisa Alami "Lost Decade", Bagaimana Nasib Euro?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 October 2019 21:28
Jepang mengalami
Foto: Dok Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang euro menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (7/10/19). Meski demikian ramalan Eropa akan mengalami "Lost Decade" seperti Jepang memberikan gambaran outlook jangka panjang mata uang 19 negara ini masih belum bagus.

Pada pukul 21:28 WIB, euro diperdagangkan di level US$ 1,0988 atau menguat 0,11% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

CEO perusahaan investasi Blackstone, Stephen Schwarzman, menjadi orang yang memprediksi Eropa akan mengalami "Lost Decade" atau periode pertumbuhan ekonomi yang stagnan selama satu dekade seperti yang dialami Jepang.

Jepang mengalami "Lost Decade" pada tahun 1991-2000, bahkan juga pada periode 2001-2010 sehingga disebut "The Lost 20 Years". Dalam acara "Squawk Box Europe" CNBC International, Schwarzman mengatakan Eropa akan mengalami "Lost Decade" jika pemerintahnya tidak melakukan belanja fiskal.



Schwarzman mengatakan apa yang dilakukan European Central Bank (ECB) dengan menerapkan kebijakan suku bunga negatif menjadi "obat mujarab", tetapi kondisi ekonomi Eropa saat ini juga dikatakan sudah berada di titik perlunya stimulus fiskal, khususnya Jerman.



Kondisi ekonomi Jerman memang sedang menjadi sorotan. Negara dengan nilai ekonomi terbesar di Eropa tersebut kemungkinan akan mengalami resesi di kuartal III-2019.

Sebagai negara yang mengandalkan ekspor sebagai roda penggerak perekonomian, sektor manufaktur Jerman justru mengalami kontraksi sembilan bulan beruntun. Di bulan ini, kontraksi bahkan mencapai yang terdalam hingga lebih dari satu dekade terakhir.

IHS Markit melaporkan indeks manufaktur Jerman bulan September berada di level 41,4, turun dari bulan sebelumnya 43,5. Sementara sektor jasa meski masih berekspansi mengalami pelambatan menjadi 52,5 dari sebelumnya 54,8.

Indeks ini menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawah 50 artinya kontraksi yakni aktivitas yang semakin menyusut, sementara di atas 50 berarti ekspansi atau peningkatan aktivitas.



Pertumbuhan ekonomi Negeri Panser di kuartal II-2019 mengalami kontraksi sebesar 0,1% quarter-on-quarter (QoQ). Dengan aktivitas manufaktur yang terus memburuk, maka di kuartal III-2019 Jerman berpeluang besar kembali mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi lagi, sehingga masuk ke jurang resesi.

Resesi yang dialami Jerman tentunya akan berdampak buruk ke negara-negara lainnya di Benua Biru. Ketika sang raksasa sedang lesu, tentunya permintaan impor akan menjadi berkurang, ketika permintaan berkurang negara pengekspor ke Jerman akan turut mengalami pelambatan.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap) Next Article Ekonomi AS Makin Terpuruk, Euro Berbalik Menguat 0,5%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular