Newsletter

Demo Lagi, Lagi-lagi Demo...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 October 2019 05:22
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (1)
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan di Wall Street yang positif. Semoga optimisme dari bursa saham New York bisa menular sampai ke Asia, termasuk Indonesia.

Sentimen kedua adalah harga minyak yang amblas lumayan dalam. Pada pukul 04:08 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet anjlok masing-masing 1,83% dan 3,29%.



Penyebab koreksi harga si emas hitam adalah pasokan minyak Arab Saudi yang sudah pulih usai serangan di ladang milik Saudi Aramco belum lama ini. Ibrahim Al Buainain, CEO Saudi Aramco, mengungkapkan bahwa saat ini pasokan minyak sudah kembali ke kisaran 9,7 juta barel/hari, level yang sama sebelum serangan 14 September.

"Sejak 25 September sebenarnya kami sudah mampu mengembalikan kapasitas produksi," ujar Al Buainain, seperti dikutip dari Reuters. Seorang sumber menambahkan kapasitas produksi Saudi Aramco bisa mencapai 12 juta barel/hari pada November.


Pasokan yang kembali melimpah membuat harga minyak turun drastis, dan ini bisa menjadi kabar baik buat Indonesia. Maklum, Indonesia adalah negara net importir minyak. Jadi kalau harga minyak lebih murah, biaya impornya bisa ditekan sehingga mengurangi beban transaksi berjalan (current account).

Sentimen ketiga, investor perlu mencermati pergerakan nilai tukar dolar AS yang menguat. Pada pukul 04:19 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,29% dan berada di posisi terkuat sejak Mei 2017.

 

Dolar AS mendapat kekuatan dari pelemahan euro yang mencapai titik terendah dalam 28 bulan. Penyebabnya adalah prospek perekonomian Eropa yang kian suram.

Ekonomi Inggris mengalami kontraksi alias tumbuh negatif (negative growth) minus 0,2% pada kuartal II-2019 secara kuartalan berdasarkan angka pembacaan final. Memburuk dibandingkan kuartal sebelumnya yang masih mampu tumbuh 0,6%. Ini menjadi kontraksi pertama sejak 2012.



Secara year-on-year (YoY), ekonomi Negeri Ratu Elizabeth masih tumbuh 1,2%. Namun ini menjadi laju terlemah sejak kuartal I-2018.

Kemudian di Jerman, laju inflasi pada September tercatat 0,9% YoY, melambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 1%. Ini menjadi bulan kelima secara beruntun inflasi Negeri Panser berada di bawah 2% seperti yang ditargetkan Bank Sentral Uni Eropa (ECB). Menandakan permintaan masih lemah sehingga dunia usaha ragu-ragu untuk menaikkan harga.

Inggris dan Jerman adalah dua perekonomian terbesar di Benua Biru. Jika perlambatan ekonomi terus terjadi, maka risiko resesi akan semakin besar.


Akibatnya, investor pun meninggalkan pasar keuangan Eropa dan kembali memilih dolar AS. Mata uang Negeri Paman Sam menjadi perkasa, dan menebar ancaman kepada Asia.

(BERLANJUT KE HALAMAN 4)



(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular