Newsletter

Waspada, AS-India dan Timur Tengah Memanas

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
17 June 2019 05:46
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama adalah jelang rapat komite pengambil kebijakan The Fed (Federal Market Open Committee/FOMC) yang hasilnya diumumkan pada Kamis dini hari waktu Indonesia. 

Sentimen ini begitu kental mewarnai pasar keuangan global pekan lalu, dan tentu masih akan berlanjut pekan ini. Semakin dekat ke waktu pelaksanaan rapat FOMC, situasi akan kian tegang dan menentukan. 

Untuk rapat kali ini, investor masih memperkirakan Jerome 'Jay' Powell dan kolega mempertahankan Federal Funds Rate di 2,25-2,5%. Peluangnya masih tinggi yaitu 76,7%, berdasarkan CME Fedwatch. 

Namun bukan hanya angkanya, investor juga bakal membedah berbagai pernyataan yang dikeluarkan Powell. Pelaku pasar ingin mencari tahu, mengulik petunjuk, bagaimana arah suku bunga ke depan. 

Apakah The Fed tetap dan semakin kalem alias dovish? Apakah perkiraan suku bunga acuan akan turun bulan depan mendapat konfirmasi? Kita tunggu saja. 

Sentimen kedua adalah perang dagang, yang kali ini melibatkan AS dan India. Mulai 5 Juni, AS menghapus fasilitas Generalized System of Preference (GSP) bagi India. Fasilitas ini membuat produk made in India bebas bea masuk di AS, nilainya ditaksir mencapai US$ 5,6 miliar. 


Namun Trump memutuskan untuk meniadakan fasilitas itu, karena dinilai mengancam industri dan kepentingan dalam negeri. India tidak terima, dan membalas dengan menerapkan bea masuk untuk 28 produk AS seperti kacang almon, walnut, dan apel yang berlaku mulai minggu waktu setempat. 

Kebijakan Negeri Bollywood ini bisa memukul sektor pertanian AS. Pasalnya, data US Department of Agriculture menyebutkan India adalah pembeli kacang almon terbesar dengan nilai US$ 543 juta. Jumlah ini lebih dari separuh dari total ekspor kacang almon AS. 

Perang dagang AS-China belum jelas juntrungannya, kini ada lagi perang dagang AS-India. Jika perang dagang terus berlangsung dan bahkan skalanya lebih luas, maka dijamin perlambatan ekonomi global adalah sebuah keniscayaan. Sesuatu yang bisa membuat investor khawatir dan enggan masuk ke instrumen berisiko di negara berkembang. 

Sentimen ketiga adalah situasi di Timur Tengah yang memanas. Pekan lalu, dua kapal kargo mengalami serangan di Selat Hormuz. Serangan yang ditengarai berasal dari torpedo itu membuat mata AS dan sekutunya melirik ke Iran. 


"Iran yang melakukannya. Anda tahu mereka pelakunya," tegas Trump dalam wawancara dengan Fox News. 

Tidak cuma AS, Inggris pun menuding Iran sebagai pelaku serangan tersebut. "Kami sudah membuat kajian intelijen, kami punya video kejadian, kami sudah melihat buktinya. Kami tidak yakin bahwa ada pihak lain yang bisa melakukan ini (kecuali Iran)," kata Jeremy Hunt, Menteri Luar Negeri Inggris, mengutip Reuters. 

Tensi geopolitik Timur Tengah yang meningkat membuat Arab Saudi cemas. Negeri Padang Pasir menegaskan jalur distribusi minyak harus diamankan dari segala bentuk ancaman. 

"Kerajaan tidak ingin ada perang di wilayah ini. Namun tidak akan ragu untuk mengatasi segala gangguan terhadap rakyat, kedaulatan, dan kepentingan nasional," tegas Mohammed bin Salman, Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, dikutip dari Reuters. 

Apabila situasi di Timur Tengah memanas, apalagi jika sampai mengganggu jalur pelayaran, maka akan berdampak terhadap harga minyak dunia. Maklum, sebagian besar pasokan minyak di pasar global berasal di kawasan Timur Tengah. 

Kalau sampai ada persepsi pasokan bakal seret, maka harga minyak dunia berpeluang naik. Kenaikan harga minyak akan menjadi sentimen negatif bagi rupiah. Sebab kenaikan harga komoditas ini akan membuat biaya impornya semakin mahal sehingga mengancam transaksi berjalan (current account). 

Padahal transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi stabilitas nilai tukar, karena mencerminkan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa yang lebih berjangka panjang. Jika transaksi berjalan defisit dalam, maka rupiah akan rentan melemah. 

(BERLANJUT KE HALAMAN 4)

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular