Newsletter

Waspada, AS-India dan Timur Tengah Memanas

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
17 June 2019 05:46
Waspada, AS-India dan Timur Tengah Memanas
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak variatif sepanjang pekan lalu. Pada awal pekan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, dan harga obligasi pemerintah masih menguat. Namun jelang akhir pekan malah mengendur. 

Sepanjang pekan lalu, IHSG menguat 0,66% secara point-to-point. Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah 0,35% dan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah seri acuan tenor 10 tahun turun 32,8 basis poin (bps). Penurunan yield mencerminkan harga instrumen ini naik karena tingginya permintaan. 

Pada awal pekan, IHSG dkk melanjutkan penguatan yang didapat sebelum libur panjang Idul Fitri. Sepertinya dampak kenaikan peringkat utang Indonesia versi Standard and Poor's (S&P) masih terasa. 

Tepat sebelum libur lebaran, lembaga pemeringkat yang berkantor pusat di New York tersebut menaikkan rating utang Indonesia dari BBB- menjadi BBB. Ini menjadi kali pertama Indonesia memperoleh rating itu sejak 1995. 


Keyakinan investor terhadap ketahanan pasar keuangan Indonesia membuncah. Arus modal asing masuk dengan deras hingga membuat IHSG cs menguat. 

Namun jelang akhir pekan, nitro pemberian S&P habis. Justru yang tersisa adalah perilaku ambil untung (profit taking) karena IHSG, rupiah, dan harga obligasi sudah menguat signifikan. 

Selain itu, ada beberapa rilis data domestik yang kurang menggembirakan. Pertama, Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa pada Mei sebesar US$ 120,3 miliar. Turun cukup drastis dibandingkan bulan sebelumnya yaitu US$ 124,3 miliar. 

Kedua, Kemudian BI juga mencatat penjualan ritel pada April tumbuh 6,7% year-on-year (YoY), jauh melambat dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yaitu 10,1%. Pertumbuhan penjualan ritel pada April menjadi yang terlemah sejak November 2018. 

Ditambah lagi perkembangan eksternal pun kurang kondusif. Jelang KTT G20 di Osaka (Jepang) akhir bulan ini, belum ada konfirmasi bahwa Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping akan bertemu. Sejauh ini Washington masih ingin kedua pemimpin itu bertemu dan bisa membuka jalan menuju damai dagang, seperti yang terjadi di Buenos Aires (Argentina) akhir tahun lalu.  

"Namun belum ada proses formalisasi," ujar Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, mengutip Reuters. 

"Prinsip dasar (dialog dagang) adalah kerja sama. China tidak akan bernegosiasi untuk sebuah hal yang sangat prinsip," tegas Gao Feng, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, dikutip dari Reuters. 

Sepertinya hubungan Washington-Beijing masih renggang, dan belum ada titik terang seputar pertemuan Trump-Xi di Osaka. Khawatir tensi perang dagang AS-China bisa naik, investor pun memilih bermain aman.  


Data domestik dan sentimen eksternal yang kurang oke semakin menebalkan keyakinan investor untuk mengambil posisi jual terhadap aset-aset keuangan Indonesia. IHSG dan harga obligasi masih bisa selamat meski penguatannya menipis. Namun rupiah tertinggal sendirian di zona merah. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Beralih ke Wall Street, tiga indeks utama berhasil menguat secara mingguan. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,48%, S&P 500 bertambah 0,41%, dan Nasdaq Composite terangkat 0,71%. 

Setidaknya ada dua sentimen positif yang beredar di bursa saham New York pada pekan lalu. Pertama adalah pemerintah AS batal menerapkan bea masuk bagi impor produk-produk asal Meksiko. Hal ini dilakukan usai kedua negara mencapai kesepakatan seputar pengamanan perbatasan. 

Sebelumnya, Trump mengancam akan mengenakan bea masuk bagi produk-produk made in Mexico sebagai upaya untuk menekan Negeri Sombrero agar ikut membenahi isu imigran ilegal. Trump memang sudah lama geram dengan membanjirnya pendatang gelap dari seberang rumahnya. Dia menilai para imigran gelap ini menyebabkan masalah di Negeri Paman Sam, karena banyak yang terlibat dalam tindak kriminal utamanya peredaran narkotika. 

Setelah dialog selama tiga hari, Washington-Mexico City sepakat untuk menanggulangi isu imigran gelap. Salah satu kesepakatannya adalah Meksiko memperketat perbatasannya di bagian selatan untuk membendung masuknya pendatang ilegal dari negara-negara tetangga. 

Baca:
AS-Meksiko Damai, AS-China Masih Cerai

"Meksiko awalnya tidak kooperatif soal perbatasan, tetapi kini saya percaya. Terutama setelah berbicara dengan presiden mereka, Meksiko akan sangat kooperatif dan ingin menyelesaikan pekerjaan dengan baik," cuit Trump di Twitter. 

Alhasil, AS membatalkan rencana pengenaan bea masuk terhadap impor dari Meksiko. Ancaman perang dagang AS-Meksiko pun sirna dan pelaku pasar lega. 

Sentimen kedua adalah semakin tingginya peluang penurunan suku bunga acuan di Negeri Adidaya. Bahkan investor sudah berani bertaruh The Federal Reserves/The Fed bakal menurunkan suku bunga acuan bulan depan. 

Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Federal Funds Rate turun 25 bps ke 2,-2,5% pada Juli mencapai 68%. Sementara peluang penurunan 50 bps menjadi 1,75-2% adalah 19,5%. Keduanya lebih tinggi ketimbang suku bunga bertahan di 2,25-2,5%, yaitu hanya 12,5%. 

Baca:
Dear The Fed, Turun Atau Nggak Nih...?

Bagi pasar saham, penurunan suku bunga adalah sebuah angin surga karena bisa meningkatkan laba emiten. Selain itu, penurunan suku bunga adalah pertanda bahwa sudah saatnya untuk tidak lagi bermain aman. Silakan bermain agresif dengan masuk ke instrumen berisiko (seperti saham), karena ke depan dunia usaha dan rumah tangga akan ekspansif. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama adalah jelang rapat komite pengambil kebijakan The Fed (Federal Market Open Committee/FOMC) yang hasilnya diumumkan pada Kamis dini hari waktu Indonesia. 

Sentimen ini begitu kental mewarnai pasar keuangan global pekan lalu, dan tentu masih akan berlanjut pekan ini. Semakin dekat ke waktu pelaksanaan rapat FOMC, situasi akan kian tegang dan menentukan. 

Untuk rapat kali ini, investor masih memperkirakan Jerome 'Jay' Powell dan kolega mempertahankan Federal Funds Rate di 2,25-2,5%. Peluangnya masih tinggi yaitu 76,7%, berdasarkan CME Fedwatch. 

Namun bukan hanya angkanya, investor juga bakal membedah berbagai pernyataan yang dikeluarkan Powell. Pelaku pasar ingin mencari tahu, mengulik petunjuk, bagaimana arah suku bunga ke depan. 

Apakah The Fed tetap dan semakin kalem alias dovish? Apakah perkiraan suku bunga acuan akan turun bulan depan mendapat konfirmasi? Kita tunggu saja. 

Sentimen kedua adalah perang dagang, yang kali ini melibatkan AS dan India. Mulai 5 Juni, AS menghapus fasilitas Generalized System of Preference (GSP) bagi India. Fasilitas ini membuat produk made in India bebas bea masuk di AS, nilainya ditaksir mencapai US$ 5,6 miliar. 


Namun Trump memutuskan untuk meniadakan fasilitas itu, karena dinilai mengancam industri dan kepentingan dalam negeri. India tidak terima, dan membalas dengan menerapkan bea masuk untuk 28 produk AS seperti kacang almon, walnut, dan apel yang berlaku mulai minggu waktu setempat. 

Kebijakan Negeri Bollywood ini bisa memukul sektor pertanian AS. Pasalnya, data US Department of Agriculture menyebutkan India adalah pembeli kacang almon terbesar dengan nilai US$ 543 juta. Jumlah ini lebih dari separuh dari total ekspor kacang almon AS. 

Perang dagang AS-China belum jelas juntrungannya, kini ada lagi perang dagang AS-India. Jika perang dagang terus berlangsung dan bahkan skalanya lebih luas, maka dijamin perlambatan ekonomi global adalah sebuah keniscayaan. Sesuatu yang bisa membuat investor khawatir dan enggan masuk ke instrumen berisiko di negara berkembang. 

Sentimen ketiga adalah situasi di Timur Tengah yang memanas. Pekan lalu, dua kapal kargo mengalami serangan di Selat Hormuz. Serangan yang ditengarai berasal dari torpedo itu membuat mata AS dan sekutunya melirik ke Iran. 


"Iran yang melakukannya. Anda tahu mereka pelakunya," tegas Trump dalam wawancara dengan Fox News. 

Tidak cuma AS, Inggris pun menuding Iran sebagai pelaku serangan tersebut. "Kami sudah membuat kajian intelijen, kami punya video kejadian, kami sudah melihat buktinya. Kami tidak yakin bahwa ada pihak lain yang bisa melakukan ini (kecuali Iran)," kata Jeremy Hunt, Menteri Luar Negeri Inggris, mengutip Reuters. 

Tensi geopolitik Timur Tengah yang meningkat membuat Arab Saudi cemas. Negeri Padang Pasir menegaskan jalur distribusi minyak harus diamankan dari segala bentuk ancaman. 

"Kerajaan tidak ingin ada perang di wilayah ini. Namun tidak akan ragu untuk mengatasi segala gangguan terhadap rakyat, kedaulatan, dan kepentingan nasional," tegas Mohammed bin Salman, Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, dikutip dari Reuters. 

Apabila situasi di Timur Tengah memanas, apalagi jika sampai mengganggu jalur pelayaran, maka akan berdampak terhadap harga minyak dunia. Maklum, sebagian besar pasokan minyak di pasar global berasal di kawasan Timur Tengah. 

Kalau sampai ada persepsi pasokan bakal seret, maka harga minyak dunia berpeluang naik. Kenaikan harga minyak akan menjadi sentimen negatif bagi rupiah. Sebab kenaikan harga komoditas ini akan membuat biaya impornya semakin mahal sehingga mengancam transaksi berjalan (current account). 

Padahal transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi stabilitas nilai tukar, karena mencerminkan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa yang lebih berjangka panjang. Jika transaksi berjalan defisit dalam, maka rupiah akan rentan melemah. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 4)


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis Indeks Pasar Perumahan NAHB di AS periode Juni (21:00 WIB).
  • Rilis data pertumbuhan upah buruh Zona Euro kuartal I-2019 (17:00 WIB). 

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q I-2019 YoY)5,17%
Inflasi (Mei 2019 YoY)3,32%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Mei 2019)6%
Defisit anggaran (APBN 2019)-1,84% PDB
Transaksi berjalan (Q I-2019)-2,6% PDB
Neraca pembayaran (Q I-2019)US$ 2,42 miliar
Cadangan devisa (Mei 2019)US$ 120,35 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular