Newsletter

TGIF! Semoga Ada Happy Weekend Buat IHSG dan Rupiah...

Hidayat Setiaji & M Taufan Adharsyah & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
14 June 2019 06:11
Harga Minyak Dongkrak Wall Street
Foto: REUTERS/Lucas Jackson
Dari Wall Street, tiga indeks utama berhasil menguat setelah terkoreksi selama dua hari beruntun. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,39%, Standard and Poor's terangkat 0,41%, dan Nasdaq Composite bertambah 0,57%. 

Ya, koreksi yang terjadi selama dua hari sebelumnya memuat harga saham di bursa New York relatif lebih murah. Ini membuat investor tertarik dan melakukan aksi beli. 

Penguatan Wall Street didorong oleh saham-saham sektor energi. Indeks sektor energi di S&P 500 naik 1,26%, tertinggi di antara yang lainnya. 

Pelaku pasar bernafsu mengoleksi saham emiten energi karena kenaikan harga minyak. Pada pukul 05:10 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet melonjak masing-masing 2,1% dan 1,88%. 

Lonjakan harga si emas hitam disebabkan oleh tensi geopolitik Timur Tengah yang memanas. Dua tanker, yaitu Front Altair (berbendera Marshal Island) dan Kokuka Courageous (berbendera Panama), diserang di wilayah Teluk Oman, dekat dengan Selay Hormuz. 

"Kapal diduga mengalami serangan torpedo. Namun kargo masih utuh," ungkap manajer Kokuka Courageous, mengutip Reuters. 

Kejadian ini mengundang perhatian internasional. The United Kingdom Maritime Trade Operations, bagian dari Angkatan Laut Inggris, menyatakan sedang melakukan penyelidikan. 


Serangan terhadap kapal kargo di wilayah Timur Tengah bukan yang pertama. Belum lama ini, kapal milik Uni Emirat Arab juga rusak setelah berkontak dengan ranjau laut yang menurut AS adalah milik Iran. 

Peningkatan eskalasi di Timur Tengah, apalagi kalau sampai berujung pada konflik bersenjata, dikhawatirkan akan mempengaruhi pasokan minyak dunia. Sebab, Timur Tengah adalah kawasan penghasil minyak terbesar di dunia. Ketika pasokan minyak dari kawasan ini bermasalah, maka tentunya mempengaruhi harga minyak di pasar global. 

Kemudian, kebangkitan Wall Street juga dipicu oleh rilis data ekonomi terbaru di Negeri Paman Sam. Pada Mei, inflasi impor di AS turun 0,3% month-on-month (MoM). Ini merupakan penurunan pertama sejak Desember 2018. 

Kemudian secara year-on-year (YoY), inflasi impor terkontraksi 1,5%. Kontraksi ini menjadi yang paling dalam sejak Agustus 2016. 

Perlambatan inflasi impor menunjukkan kelesuan di tingkat konsumen. Mulai terlihat ada perlambatan konsumsi sehingga dunia usaha pun ragu menaikkan harga produk yang didatangkan dari luar negeri. 

Situasi ini membuat pelaku pasar semakin yakin bahwa The Federal Reserves/The Fed akan menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat. Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan Jerome 'Jay' Powell dan kolega akan memulai siklus pemangkasan Federal Funds Rate dengan menurunkan 25 basis poin (bps) pada bulan depan. Probabilitas suku bunga acuan AS berada di 2-2,25% pada Juli mencapai 64%. 

Bagi pasar saham, penurunan suku bunga acuan adalah berkah karena diharapkan dapat mendongkrak laba emiten. Prospek penurunan suku bunga yang semakin nyata membuat pelaku pasar bersemangat sehingga Wall Street pun terangkat. 

(BERLANJUT KE HALAMAN 3)

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular