
Newsletter
Pantau Terus Arah Suku Bunga dan Perang Dagang AS-China
Hidayat Setiaji & M Taufan Adharsyah & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
13 June 2019 05:55

Sentimen keempat, yang bisa positif buat rupiah, adalah harga minyak dunia yang turun drastis. Pada pukul 05:11 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet anjlok masing-masing 3,89% dan 3,98%.
Kejatuhan harga minyak dunia terjadi setelah US Energy Information Administration (EIA) merilis data terbarunya. Stok minyak AS pada pekan lalu melonjak 2,2 juta barel, jauh di atas konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu turun 481.000 barel.
Kini stok minyak Negeri Paman Sam mencapai 485,5 juta barel, rekor tertinggi sejak Juli 2017. Angka ini juga 8% di atas rata-rata selama lima tahun terakhir.
Data ini menunjukkan pasokan si emas hitam sedang berlimpah. Sementara permintaan justru diperkirakan melambat.
EIA merevisi proyeksi pertumbuhan permintaan minyak dunia pada 2019 dari awalnya 1,38 juta barel/hari menjadi 1,22 juta barel/hari. Sedangkan pertumbuhan permintaan untuk 2020 juga direvisi ke bawah dari 1,53 juta barel/hari menjadi 1,42 juta barel/hari. Artinya ada risiko kelebihan pasokan yang menyebabkan harga minyak merosot.
Namun bagi rupiah, penurunan harga minyak bisa menjadi kabar gembira. Indonesia adalah negara net importir minyak, mau tidak mau harus mengimpor karena produksi dalam negeri belum memadai. Ketika harga minyak turun, maka biaya impor komoditas ini akan lebih murah sehingga tekanan di transaksi berjalan (current account) bisa berkurang.
Transaksi berjalan yang lebih sehat akan membuat rupiah kuat. Sebab mata uang Tanah Air akan ditopang oleh devisa dari ekspor-impor barang dan jasa yang lebih besar.
Sentimen kelima, kali ini dari dalam negeri, adalah rilis cadangan devisa periode Mei. Pada bulan sebelumnya, cadangan devisa tercatat US$ 124,3 miliar.
Jika cadangan devisa turun, apalagi cukup drastis, maka bisa menjadi sentimen negatif. Pasalnya, penurunan cadangan devisa berarti amunisi yang dimiliki BI untuk stabilisasi rupiah lebih sedikit. Rupiah pun akan mudah 'digoyang'.
Namun apabila cadangan devisa masih kuat, maka akan menjadi sentimen yang positif. BI akan dipersepsikan memiliki tenaga yang cukup untuk menjaga rupiah. Kestabilan nilai tukar akan lebih terjamin, dan itu tentu disukai oleh investor.
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
(aji/aji)
Kejatuhan harga minyak dunia terjadi setelah US Energy Information Administration (EIA) merilis data terbarunya. Stok minyak AS pada pekan lalu melonjak 2,2 juta barel, jauh di atas konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu turun 481.000 barel.
Kini stok minyak Negeri Paman Sam mencapai 485,5 juta barel, rekor tertinggi sejak Juli 2017. Angka ini juga 8% di atas rata-rata selama lima tahun terakhir.
Data ini menunjukkan pasokan si emas hitam sedang berlimpah. Sementara permintaan justru diperkirakan melambat.
EIA merevisi proyeksi pertumbuhan permintaan minyak dunia pada 2019 dari awalnya 1,38 juta barel/hari menjadi 1,22 juta barel/hari. Sedangkan pertumbuhan permintaan untuk 2020 juga direvisi ke bawah dari 1,53 juta barel/hari menjadi 1,42 juta barel/hari. Artinya ada risiko kelebihan pasokan yang menyebabkan harga minyak merosot.
Namun bagi rupiah, penurunan harga minyak bisa menjadi kabar gembira. Indonesia adalah negara net importir minyak, mau tidak mau harus mengimpor karena produksi dalam negeri belum memadai. Ketika harga minyak turun, maka biaya impor komoditas ini akan lebih murah sehingga tekanan di transaksi berjalan (current account) bisa berkurang.
Transaksi berjalan yang lebih sehat akan membuat rupiah kuat. Sebab mata uang Tanah Air akan ditopang oleh devisa dari ekspor-impor barang dan jasa yang lebih besar.
Sentimen kelima, kali ini dari dalam negeri, adalah rilis cadangan devisa periode Mei. Pada bulan sebelumnya, cadangan devisa tercatat US$ 124,3 miliar.
Jika cadangan devisa turun, apalagi cukup drastis, maka bisa menjadi sentimen negatif. Pasalnya, penurunan cadangan devisa berarti amunisi yang dimiliki BI untuk stabilisasi rupiah lebih sedikit. Rupiah pun akan mudah 'digoyang'.
Namun apabila cadangan devisa masih kuat, maka akan menjadi sentimen yang positif. BI akan dipersepsikan memiliki tenaga yang cukup untuk menjaga rupiah. Kestabilan nilai tukar akan lebih terjamin, dan itu tentu disukai oleh investor.
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular