Polling CNBC Indonesia

BI Belum Bisa Lepas Rem Tangan, Bunga Acuan Diramal Tetap 6%

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 May 2019 07:07
BI Belum Bisa Lepas Rem Tangan, Bunga Acuan Diramal Tetap 6%
Foto: Bank Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih mempertahankan suku bunga acuan bulan ini. Masalah defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang belum terselesaikan membuat otoritas moneter belum bisa melepas 'rem tangan'. 

Mulai hari ini, Rabu (15/5/2019), Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat memulai Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan dengan cakupan triwulanan. Suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate akan diumumkan esok hari, Kamis.


Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate masih bertahan di 6% pada bulan ini. Seluruh institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus sepakat bulat, mufakat, kompak, tidak ada yang menyatakan pendapat berbeda.
 

InstitusiBI 7 Day Reverse Repo Rate (%)
ING6
Citi6
CIMB Niaga6
Mirae Asset6
ANZ6
Barclays6
BCA6
Maybank Indonesia6
Standard Chartered6
Bank Danamon6
Bank Permata6
Danareksa Research Institute6
 
Dalam beberapa waktu terakhir, arah kebijakan suku bunga BI adalah mengendalikan defisit transaksi berjalan ke level yang aman yaitu 2,5-3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Suku bunga acuan berfungsi sebagai 'rem tangan' yang menahan laju perekonomian (konsumsi dan investasi) sehingga impor bisa dikurangi dan defisit transaksi berjalan menipis. 

Bukan apa-apa, transaksi berjalan yang defisit menyebabkan posisi rupiah menjadi rentan. Sebab transaksi berjalan adalah neraca yang mencerminkan pasokan valas dari ekspor-impor barang dan jasa, sumber yang lebih tahan lama ketimbang portofolio di pasar keuangan (hot money).


Kalau sudah menyangkut rupiah, maka BI memang harus turun tangan sesuai dengan mandat yang diembannya. Transaksi berjalan yang sejatinya adalah fenomena sektor riil berubah menjadi urusan moneter.
 

Sejauh ini defisit transaksi berjalan Indonesia masih perlu mendapat perhatian ekstra. Pada kuartal I-2019, defisit transaksi berjalan tercatat 2,6% PDB. Memang lebih rendah ketimbang kuartal sebelumnya yang mencapai 3,59% PDB, tetapi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 2,01% PDB maka ada perbedaan yang mencolok. 



Oleh karena itu, BI belum bisa berleha-leha. Pasalnya, defisit transaksi berjalan masih menjadi faktor risiko yang bisa mengancam rupiah kapan saja. Mohon maaf, karena tampaknya 'rem tangan' belum bisa dilepas... 


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Akan tetapi, bukan berarti tidak ada ruang bagi BI untuk mulai berpikir mengenai penurunan suku bunga acuan. Jika kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate yang mencapai enam kali pada 2018 mulai membuahkan hasil berupa ekonomi melambat dan defisit transaksi berjalan menipis, maka pelonggaran suku bunga bisa saja mulai ditempuh. 

Jalan ke arah sana sepertinya mulai terlihat. Pada kuartal I-2019, ekonomi Indonesia tumbuh 5,07% year-on-year (YoY) yang merupakan laju terlemah sejak kuartal I-2018. 

 

Artinya, mungkin saja dampak kenaikan suku bunga acuan 175 basis poin (bps) pada 2018 mulai terlihat. Konsumsi rumah tangga 'hanya' tumbuh 5,01% YoY, laju paling lambat sejak kuartal III-2018. Sementara investasi alias Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) lebih nelangsa lagi, 'cuma' tumbuh 5,03% YoY yang merupakan laju paling lemah sejak kuartal I-2017. 

Sayangnya perlambatan ekonomi belum bisa menurunkan defisit transaksi berjalan secara signifikan. Namun jika defisit ini turun, maka BI bisa lebih punya ruang untuk bermanuver dengan menurunkan suku bunga acuan.

Defisit transaksi berjalan yang menipis dan pertumbuhan ekonomi yang melambat adalah kondisi ideal untuk mulai mengeksekusi proses pelonggaran kebijakan moneter. Suku bunga acuan bisa diturunkan sebagai perangsang gerak ekonomi karena kekhawatiran terhadap defisit transaksi berjalan sudah mereda.



Namun kondisi ideal tersebut sepertinya belum akan tercipta dalam waktu dekat. Apalagi pada kuartal II kemungkinan defisit transaksi berjalan akan lebih dalam karena tingginya impor untuk memenuhi kenaikan permintaan saat Ramadan-Idul Fitri. 

BI memang belum bisa gas pol, masih ada 'rem tangan' yang belum bisa dilepas. Mohon bersabar, ini ujian...


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular