
Polling CNBC Indonesia
BI Belum Bisa Lepas Rem Tangan, Bunga Acuan Diramal Tetap 6%
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 May 2019 07:07

Akan tetapi, bukan berarti tidak ada ruang bagi BI untuk mulai berpikir mengenai penurunan suku bunga acuan. Jika kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate yang mencapai enam kali pada 2018 mulai membuahkan hasil berupa ekonomi melambat dan defisit transaksi berjalan menipis, maka pelonggaran suku bunga bisa saja mulai ditempuh.
Jalan ke arah sana sepertinya mulai terlihat. Pada kuartal I-2019, ekonomi Indonesia tumbuh 5,07% year-on-year (YoY) yang merupakan laju terlemah sejak kuartal I-2018.
Artinya, mungkin saja dampak kenaikan suku bunga acuan 175 basis poin (bps) pada 2018 mulai terlihat. Konsumsi rumah tangga 'hanya' tumbuh 5,01% YoY, laju paling lambat sejak kuartal III-2018. Sementara investasi alias Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) lebih nelangsa lagi, 'cuma' tumbuh 5,03% YoY yang merupakan laju paling lemah sejak kuartal I-2017.
Sayangnya perlambatan ekonomi belum bisa menurunkan defisit transaksi berjalan secara signifikan. Namun jika defisit ini turun, maka BI bisa lebih punya ruang untuk bermanuver dengan menurunkan suku bunga acuan.
Defisit transaksi berjalan yang menipis dan pertumbuhan ekonomi yang melambat adalah kondisi ideal untuk mulai mengeksekusi proses pelonggaran kebijakan moneter. Suku bunga acuan bisa diturunkan sebagai perangsang gerak ekonomi karena kekhawatiran terhadap defisit transaksi berjalan sudah mereda.
Namun kondisi ideal tersebut sepertinya belum akan tercipta dalam waktu dekat. Apalagi pada kuartal II kemungkinan defisit transaksi berjalan akan lebih dalam karena tingginya impor untuk memenuhi kenaikan permintaan saat Ramadan-Idul Fitri.
BI memang belum bisa gas pol, masih ada 'rem tangan' yang belum bisa dilepas. Mohon bersabar, ini ujian...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(prm)
Jalan ke arah sana sepertinya mulai terlihat. Pada kuartal I-2019, ekonomi Indonesia tumbuh 5,07% year-on-year (YoY) yang merupakan laju terlemah sejak kuartal I-2018.
Artinya, mungkin saja dampak kenaikan suku bunga acuan 175 basis poin (bps) pada 2018 mulai terlihat. Konsumsi rumah tangga 'hanya' tumbuh 5,01% YoY, laju paling lambat sejak kuartal III-2018. Sementara investasi alias Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) lebih nelangsa lagi, 'cuma' tumbuh 5,03% YoY yang merupakan laju paling lemah sejak kuartal I-2017.
Sayangnya perlambatan ekonomi belum bisa menurunkan defisit transaksi berjalan secara signifikan. Namun jika defisit ini turun, maka BI bisa lebih punya ruang untuk bermanuver dengan menurunkan suku bunga acuan.
Defisit transaksi berjalan yang menipis dan pertumbuhan ekonomi yang melambat adalah kondisi ideal untuk mulai mengeksekusi proses pelonggaran kebijakan moneter. Suku bunga acuan bisa diturunkan sebagai perangsang gerak ekonomi karena kekhawatiran terhadap defisit transaksi berjalan sudah mereda.
Namun kondisi ideal tersebut sepertinya belum akan tercipta dalam waktu dekat. Apalagi pada kuartal II kemungkinan defisit transaksi berjalan akan lebih dalam karena tingginya impor untuk memenuhi kenaikan permintaan saat Ramadan-Idul Fitri.
BI memang belum bisa gas pol, masih ada 'rem tangan' yang belum bisa dilepas. Mohon bersabar, ini ujian...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(prm)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular