
Polling CNBC Indonesia
Tak Ada Dissenting Opinion, Bunga Acuan Diramal Tetap 6%
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 April 2019 13:17

Transaksi berjalan adalah neraca yang mencerminkan pasokan valas dari sisi perdagangan, ekspor-impor barang dan jasa. Ketika ekspor terancam karena penurunan permintaan akibat perlambatan ekonomi, maka defisit transaksi berjalan berpotensi melebar sehingga rupiah bisa kekurangan modal untuk menguat.
Kalau urusannya sudah menyangkut rupiah, maka BI tentu tidak bisa tinggal diam. Transaksi berjalan yang sejatinya adalah fenomena sektor riil berubah menjadi fenomena moneter yang membutuhkan campur tangan bank sentral.
Selain itu, penurunan suku bunga acuan juga agak riskan mengingat andalan untuk keperkasaan rupiah ada di investasi portofolio sektor keuangan alias hot money. Jika suku bunga turun, maka imbalan berinvestasi di Indonesia akan ikut terkoreksi dan memicu aliran modal keluar. Rupiah bisa oleng, hilang keseimbangan, dan jatuh.
Faktor ketidakpastian terkait Pemilu 2019 juga masih membayangi pasar keuangan domestik. Meski hasil hitung cepat (quick count) berbagai lembaga dan hitungan riil sementara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggunggulkan Joko Widodo-Ma'ruf Amin ketimbang Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, tetapi prosesnya belum selesai. Bahkan hasil perhitungan KPU masih bisa diperkirakan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Oleh karena itu, masih ada kemungkinan investor wait and see. Memilih untuk tidak terlalu agresif masuk ke pasar saham, valas, dan obligasi sampai presiden Indonesia dilantik secara formal. Jadi rupiah kemungkinan masih akan bergerak jittery, sehingga perlu berbagai dukungan dan salah satunya adalah suku bunga acuan yang atraktif.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Kalau urusannya sudah menyangkut rupiah, maka BI tentu tidak bisa tinggal diam. Transaksi berjalan yang sejatinya adalah fenomena sektor riil berubah menjadi fenomena moneter yang membutuhkan campur tangan bank sentral.
Selain itu, penurunan suku bunga acuan juga agak riskan mengingat andalan untuk keperkasaan rupiah ada di investasi portofolio sektor keuangan alias hot money. Jika suku bunga turun, maka imbalan berinvestasi di Indonesia akan ikut terkoreksi dan memicu aliran modal keluar. Rupiah bisa oleng, hilang keseimbangan, dan jatuh.
Faktor ketidakpastian terkait Pemilu 2019 juga masih membayangi pasar keuangan domestik. Meski hasil hitung cepat (quick count) berbagai lembaga dan hitungan riil sementara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggunggulkan Joko Widodo-Ma'ruf Amin ketimbang Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, tetapi prosesnya belum selesai. Bahkan hasil perhitungan KPU masih bisa diperkirakan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Oleh karena itu, masih ada kemungkinan investor wait and see. Memilih untuk tidak terlalu agresif masuk ke pasar saham, valas, dan obligasi sampai presiden Indonesia dilantik secara formal. Jadi rupiah kemungkinan masih akan bergerak jittery, sehingga perlu berbagai dukungan dan salah satunya adalah suku bunga acuan yang atraktif.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular