Newsletter

Menguji Jokowi Effect, Masih Berisi atau Sudah Basi?

Hidayat Setiaji & M Taufan Adharsyah & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
22 April 2019 05:50
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (1)
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu adalah kinerja Wall Street yang lumayan oke pada akhir pekan, tetapi agak so-so secara mingguan. Kegalauan di New York bisa saja menular ke pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia. 

Sentimen kedua adalah nilai tukar dolar AS. Sepanjang pekan lalu, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) naik 0,42%. 

Oleh karena itu, ada kemungkinan mata uang Negeri Adidaya akan mengalami koreksi teknikal hari ini. Dolar AS yang sudah menguat lumayan tajam bisa menggoda investor untuk mencairkan cuan. Tekanan jual akan membuat dolar AS terdepresiasi. 

Ini sudah terlihat, Dollar Index melemah 0,1% pada pukul 01:45 WIB. Jika pelemahan ini berlanjut, maka rupiah bisa kembali melanjutkan tren penguatan seperti pekan lalu. 

Namun investor juga perlu waspada karena dolar AS punya modal untuk menguat. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, data penjualan ritel dan ketenagakerjaan AS cukup ciamik. Data ini menggambarkan bahwa daya beli dan konsumsi tetap kuat sehingga sepertinya akan sulit melihat laju inflasi melambat. 

Ketika inflasi terakselerasi dan stabil di kisaran 2% seperti yang ditargetkan The Federal Reserve/The Fed, maka peluang penurunan suku bunga acuan menjadi mengecil. Dolar AS tidak bisa lagi berharap Federal Funds Rate naik seperti tahun lalu, tidak turun saja sudah alhamdulillah

Suku bunga acuan yang ditahan di kisaran 2,25-2,5% (median 2,375%) sudah cukup untuk menjadi sentimen positif bagi dolar AS. Oleh karena itu, rupiah cs di Asia harus tetap waspada. 

Apalagi dolar AS dapat tambahan tenaga dari pelemahan euro. Sepanjang pekan lalu, maka uang Benua Biru melemah 0,48% terhadap dolar AS. 

Euro yang lesu disebabkan oleh aktivitas ekonomi juga loyo. Angka pembacaan awal Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Jerman keluaran IHS Markit pada April adalah 44,5. Kalau angkanya di bawah 50, artinya dunia usaha tidak melakukan ekspansi malah bisa jadi ada penurunan output produksi. 

"Dengan pemesanan yang terus turun, kami memperkirakan kontraksi yang dialami sektor manufaktur Jerman masih akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan," kata Chris Williamson, Ekonom Markit, mengutip siaran tertulis. 

Pesan moralnya adalah rupiah tidak boleh lengah. Sebab dolar AS siap menerkam kapan saja. 

(BERLANJUT KE HALAMAN 4)

(aji/aji)
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular