
Newsletter
The Fed, Brexit, Sampai Harga Minyak Bakal Warnai Pasar
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
11 April 2019 05:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup melemah pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah sama-sama mengalam koreksi.
Kemarin, IHSG ditutup minus 0,09%. Meski masih merah, tetapi membaik karena saat pembukaan pasar IHSG melemah 0,12%.
Sementara rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot dengan pelemahan 0,11% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Seperti halnya IHSG, rupiah pun sempat membaik jelang penutupan pasar tetapi kehabisan waktu untuk menyeberang ke zona hijau.
Sentimen yang sempat dominan mewarnai pasar keuangan Asia adalah proyeksi ekonomi terbaru dari Dana Moneter Internasional (IMF). Christine Lagarde dan sejawat merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia untuk 2019 dari 3,5% menjadi 3,3%. Investor yang gundah-gulana karena aura perlambatan ekonomi global yang kian terasa berlomba-lomba mengoleksi aset aman, dalam hal ini dolar AS.
Namun ternyata sentimen tersebut tidak bertahan lama. Sebab kemudian muncul sentimen positif yang kembali menumbuhkan risk appetite pasar. Pertama adalah perkembangan dari Brussel, arena pertemuan Inggris-Uni Eropa untuk membahas Brexit. Sudah muncul sejumlah komentar dari pemimpin negara-negara Benua Biru yang intinya bersedia menunda waktu perpisahan Inggris dengan Uni Eropa.
"Saya datang ke Brussel dengan pikiran yang terbuka. Saya akan bergabung dengan tim yang menilai akan lebih baik jika memberikan perpanjangan agar Inggris punya lebih banyak waktu," ungkap Lars Lokke Rasmussen, Perdana Menteri Denmark, mengutip Reuters.
Walau masih belum ada keputusan, tetapi arahnya cukup positif yaitu Inggris akan diberi lebih banyak waktu untuk mempersiapkan Brexit. Dengan begitu, risiko No-Deal Brexit (Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apa-apa) bisa dihindari.
Kedua adalah penantian pasar jelang rilis notulensi rapat (minutes of meeting) The Federal Reserve/The Fed edisi Maret. Dalam rapat tersebut, Jerome 'Jay' Powell dan rekan memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di 2,25-2,5% atau media 2,375%. The Fed juga mengubah proyeksi posisi suku bunga pada akhir 2019 dari 2,875% menjadi 2,375% alias kemungkinan tidak berubah dari saat ini.
Namun pelaku pasar ingin membaca seperti apa 'suasana kebatinan' dalam rapat itu. Bagaimana perdebatan di dalamnya? Apakah aura kalem (dovish) benar-benar kental di dalam rapat?
Sembari menantikan rilis notulensi ini, pelaku pasar memilih melepas dolar AS. Apalagi kalau nanti notulensi rapat benar-benar memperlihat bahwa The Fed sangat dovish. Dolar AS akan semakin tertekan.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Kemarin, IHSG ditutup minus 0,09%. Meski masih merah, tetapi membaik karena saat pembukaan pasar IHSG melemah 0,12%.
Sementara rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot dengan pelemahan 0,11% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Seperti halnya IHSG, rupiah pun sempat membaik jelang penutupan pasar tetapi kehabisan waktu untuk menyeberang ke zona hijau.
Sentimen yang sempat dominan mewarnai pasar keuangan Asia adalah proyeksi ekonomi terbaru dari Dana Moneter Internasional (IMF). Christine Lagarde dan sejawat merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia untuk 2019 dari 3,5% menjadi 3,3%. Investor yang gundah-gulana karena aura perlambatan ekonomi global yang kian terasa berlomba-lomba mengoleksi aset aman, dalam hal ini dolar AS.
Namun ternyata sentimen tersebut tidak bertahan lama. Sebab kemudian muncul sentimen positif yang kembali menumbuhkan risk appetite pasar. Pertama adalah perkembangan dari Brussel, arena pertemuan Inggris-Uni Eropa untuk membahas Brexit. Sudah muncul sejumlah komentar dari pemimpin negara-negara Benua Biru yang intinya bersedia menunda waktu perpisahan Inggris dengan Uni Eropa.
"Saya datang ke Brussel dengan pikiran yang terbuka. Saya akan bergabung dengan tim yang menilai akan lebih baik jika memberikan perpanjangan agar Inggris punya lebih banyak waktu," ungkap Lars Lokke Rasmussen, Perdana Menteri Denmark, mengutip Reuters.
Walau masih belum ada keputusan, tetapi arahnya cukup positif yaitu Inggris akan diberi lebih banyak waktu untuk mempersiapkan Brexit. Dengan begitu, risiko No-Deal Brexit (Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apa-apa) bisa dihindari.
Kedua adalah penantian pasar jelang rilis notulensi rapat (minutes of meeting) The Federal Reserve/The Fed edisi Maret. Dalam rapat tersebut, Jerome 'Jay' Powell dan rekan memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di 2,25-2,5% atau media 2,375%. The Fed juga mengubah proyeksi posisi suku bunga pada akhir 2019 dari 2,875% menjadi 2,375% alias kemungkinan tidak berubah dari saat ini.
Namun pelaku pasar ingin membaca seperti apa 'suasana kebatinan' dalam rapat itu. Bagaimana perdebatan di dalamnya? Apakah aura kalem (dovish) benar-benar kental di dalam rapat?
Sembari menantikan rilis notulensi ini, pelaku pasar memilih melepas dolar AS. Apalagi kalau nanti notulensi rapat benar-benar memperlihat bahwa The Fed sangat dovish. Dolar AS akan semakin tertekan.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular