
Newsletter
The Fed, Brexit, Sampai Harga Minyak Bakal Warnai Pasar
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
11 April 2019 05:39

Dari Wall Street, tiga indeks utama ditutup menguat. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik tipis 0,03%, S&P 500 menguat 0,35%, dan Nasdaq Composite bertambah 0,69%.
Well, apa yang dinanti ternyata sesuai dengan ekspektasi. Notulensi pasar The Fed betul-betul menunjukkan nada kalem, seperti yang sudah diperkirakan.
"Beberapa peserta rapat menggarisbawahi bahwa pandangan mereka soal arah suku bunga acian bisa berubah tergantung data-data yang masuk," sebut notulensi itu.
Di satu sisi, The Fed memandang ekonomi AS masih kuat yang tercermin dari data-data ketenagakerjaan. Namun di sisi lain, perlambatan ekonomi bisa berpengaruh negatif seperti membuat beban utang korporasi membengkak. Kombinasi dua faktor ini menyebabkan The Fed memilih untuk bersabar dalam menyesuaikan suku bunga acuan.
"Tidak ada kejutan dari notulensi tersebut, persis seperti yang sudah diekspektasikan oleh pelaku pasar. The Fed hanya menegaskan posisi mereka," ujar Stephen Massocca, Senior Vice President di Wedbush Securities yang berbasis di San Francisco, mengutip Reuters.
Notulensi rapat The Fed membawa nada yang sama dengan hasil rapat Bank Sentral Uni Eropa (ECB). Martio Draghi cs masih mempertahankan suku bunga acuan refinancing rate di 0%.
"Informasi yang masuk sejak rapat Maret masih memberi konfirmasi adanya perlambatan ekonomi. Ketidakpastian masih besar terkait fakor geopolitik, ancaman proteksionisme, dan gejolak pasar keuangan global. Oleh karena itu, kebijakan moneter akomodatif tetap diperlukan sebagai pelindung dan penggerak ekspansi ekonomi, sekaligus memastikan inflasi menuju dekat dengan 2% secara berkelanjutan," jelas Draghi dalam konferensi pers usai rapat, dikutip dari Reuters.
Artinya, arah kebijakan suku bunga global ke depan sepertinya tidak lagi ketat. Bahkan ada peluang untuk dilonggarkan mengingat kuatnya hawa perlambatan ekonomi.
Saham adalah instrumen yang bekerja optimal di lingkungan suku bunga rendah. Oleh karena itu, dinamika The Fed dan ECB memberi dorongan bagi Wall Street untuk bergerak ke utara alias menguat.
Inflasi AS yang masih rendah juga menjadi sentimen positif bagi bursa saham New York. Pada Maret, inflasi umum tercatat 1,9% year-on-year (YoY) sementara inflasi inti berada di 2% YoY.
"Inflasi masih jinak. Jadi The Fed bisa liburan dulu karena inflasi sepertinya tetap akan seperti ini dalam beberapa bulan ke depan," ujar Joel Naroff, Kepala Ekonom Naroff Economic Advisors yang berbasis di Pennsylvania, dikutip dari Reuters.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Well, apa yang dinanti ternyata sesuai dengan ekspektasi. Notulensi pasar The Fed betul-betul menunjukkan nada kalem, seperti yang sudah diperkirakan.
"Beberapa peserta rapat menggarisbawahi bahwa pandangan mereka soal arah suku bunga acian bisa berubah tergantung data-data yang masuk," sebut notulensi itu.
Di satu sisi, The Fed memandang ekonomi AS masih kuat yang tercermin dari data-data ketenagakerjaan. Namun di sisi lain, perlambatan ekonomi bisa berpengaruh negatif seperti membuat beban utang korporasi membengkak. Kombinasi dua faktor ini menyebabkan The Fed memilih untuk bersabar dalam menyesuaikan suku bunga acuan.
"Tidak ada kejutan dari notulensi tersebut, persis seperti yang sudah diekspektasikan oleh pelaku pasar. The Fed hanya menegaskan posisi mereka," ujar Stephen Massocca, Senior Vice President di Wedbush Securities yang berbasis di San Francisco, mengutip Reuters.
Notulensi rapat The Fed membawa nada yang sama dengan hasil rapat Bank Sentral Uni Eropa (ECB). Martio Draghi cs masih mempertahankan suku bunga acuan refinancing rate di 0%.
"Informasi yang masuk sejak rapat Maret masih memberi konfirmasi adanya perlambatan ekonomi. Ketidakpastian masih besar terkait fakor geopolitik, ancaman proteksionisme, dan gejolak pasar keuangan global. Oleh karena itu, kebijakan moneter akomodatif tetap diperlukan sebagai pelindung dan penggerak ekspansi ekonomi, sekaligus memastikan inflasi menuju dekat dengan 2% secara berkelanjutan," jelas Draghi dalam konferensi pers usai rapat, dikutip dari Reuters.
Artinya, arah kebijakan suku bunga global ke depan sepertinya tidak lagi ketat. Bahkan ada peluang untuk dilonggarkan mengingat kuatnya hawa perlambatan ekonomi.
Saham adalah instrumen yang bekerja optimal di lingkungan suku bunga rendah. Oleh karena itu, dinamika The Fed dan ECB memberi dorongan bagi Wall Street untuk bergerak ke utara alias menguat.
Inflasi AS yang masih rendah juga menjadi sentimen positif bagi bursa saham New York. Pada Maret, inflasi umum tercatat 1,9% year-on-year (YoY) sementara inflasi inti berada di 2% YoY.
"Inflasi masih jinak. Jadi The Fed bisa liburan dulu karena inflasi sepertinya tetap akan seperti ini dalam beberapa bulan ke depan," ujar Joel Naroff, Kepala Ekonom Naroff Economic Advisors yang berbasis di Pennsylvania, dikutip dari Reuters.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular