Newsletter

Uni Eropa ke Inggris: Mau Dibawa ke Mana Hubungan Kita?

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
13 March 2019 05:50
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (2)
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Namun sejauh ini rasanya pasar masih abai dengan apa yang terjadi di Negeri John Bull. Belum terlihat ada perilaku flight to quality yang signifikan, tergambar dari sentimen ketiga yaitu dolar AS yang masih tertekan. 

Pada pukul 05:04 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,23%. Mata uang Negeri Adidaya lebih merespons rilis data inflasi yang melambat sehingga memperkecil ruang kenaikan suku bunga acuan. 

Tanpa dukungan kenaikan suku bunga acuan, berinvestasi di instrumen berbasis dolar AS (utamanya di aset berpendapatan tetap) menjadi kurang menarik. Akibatnya, dolar AS masih mengalami tekanan jual seperti kemarin. 

Jika pelemahan dolar AS berlanjut, maka rupiah cs di Asia bisa memanfaatkannya dengan kembali mencetak apresiasi. Andai rupiah bisa mencatat penguatan 3 hari beruntun, maka akan menjadi rantai terpanjang sejak 22-26 Februari. 

Namun, rupiah mesti waspada dengan sentimen keempat yaitu kenaikan harga minyak. Pada pukul 05:10 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet naik masing-masing 0,39% dan 0,56%. 

Kenaikan harga minyak disebabkan oleh rencana Arab Saudi yang ingin mengurangi ekspor mulai bulan depan menjadi di bawah 7 juta barel/hari. Produksi juga akan dijaga di bawah 10 juta barel/hari. 

Ditambah lagi pasokan minyak yang seret dari Venezuela. Selain akibat sanksi AS, produksi dan ekspor minyak Venezuela terganggu karena pasokan listrik yang mulai langka.  

Negara yang banyak melahirkan Miss Universe itu memang sedang dalam masa-masa sulit. Sudah banyak negara yang tidak mengakui pemerintahan Presiden Nicolas Maduro dan memilih mendukung Juan Guaido sebagai presiden interim. 

Kemudian US Energy Information Administration juga memangkas proyeksi kenaikan produksi minyak AS pada 2019 dari 1,45 juta barel/hari menjadi 1,35 juta barel/hari. Pasokan dari AS yang kemungkinan tidak sebanyak perkiraan sebelumnya ikut berperan mengatrol harga si emas hitam. 

Sayangnya, kenaikan harga minyak bukan berita baik buat rupiah. Indonesia adalah negara net importir minyak, mau tidak mau harus mengimpor karena produksi dalam negeri yang belum memadai.  

Saat harga minyak naik, maka biaya impornya semakin mahal. Semakin banyak devisa yang 'terbakar' untuk mengimpor minyak, sehingga membuat defisit transaksi berjalan (current account) berpotensi melebar atau semakin dalam. 

Padahal transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi stabilitas nilai tukar, karena mencerminkan pasokan barang dan jasa dari ekspor-impor. Tanpa transaksi berjalan yang kuat, rupiah akan rawan terdepresiasi.

Investor bisa saja menjadi enggan untuk mengoleksi aset berbasis rupiah, karena khawatir nilainya akan turun pada kemudian hari. Risiko aksi jual akan terus membayangi rupiah selama ada masalah di transaksi berjalan.

(BERLANJUT KE HALAMAN 5)

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular