Newsletter

Bak Drakor, Love-Hate Relationship AS-China Aduk Emosi

Hidayat Setiaji & M Taufan Adharsyah & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
04 March 2019 05:57
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Ilustrasi Presiden China Xi Jinping dan Presiden AS Donald Trump (CNBC Indonesia/Edward Ricardo Sianturi)
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu perkembangan hubungan AS-China.  

Pelaku pasar perlu menantikan apakah China akan segera merespons permintaan Trump dengan menghapus bea masuk bagi impor produk pertanian asal Negeri Paman Sam. Jika itu terjadi hari ini, maka akan menjadi dorongan besar yang membuat pasar keuangan Asia (termasuk Indonesia) mampu menguat. Sebab, penghapusan bea masuk oleh China akan membuka lebar-lebar pintu menuju damai dagang dengan AS. 

Sentimen kedua masih terkait pertemuan Trump dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Vietnam pekan lalu. Pertemuan itu tidak membuahkan hasil, AS memutuskan meninggalkan arena dialog karena menilai Korea Utara tidak sepenuh hati dalam denuklirisasi. 

Pyongyang meminta Washington untuk mencabut seluruh sanksi yang ada. Sebagai balasan, Korea Utara akan menutup sebagian fasilitas nuklir Yongbyon. Sebagian, tidak seluruhnya. 

"Berdasarkan tingkat kepercayaan yang kini hadir di antara kedua negara, ini adalah upaya denuklirisasi maksimal yang bisa kami berikan. Sulit untuk berpikir ada yang lebih baik dari tawaran kami," tegas Ri Yong Ho, Menteri Luar Negeri Korea Utara, mengutip Reuters. 

Bahkan komentar lebih mengkhawatirkan datang dari Choe Son Hui, Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara. Dia mengungkapkan, Pemimpin Kim mungkin sudah kehilangan hasrat untuk melanjutkan perundingan dengan AS. 

"(Kim) mungkin kehilangan niat untuk mencapai kesepakatan. Kami melihat, bisa saja beliau menilai tidak ada kebutuhan untuk melanjutkan (perundingan)," kata Choe, mengutip Reuters. 


Trump masih penasaran dengan sikap Korea Utara tersebut. Eks taipan properti itu lagi-lagi mencoba 'memancing' dengan memuji Korea Utara, tetapi kemudian agak menjatuhkannya. 

"Korea Utara punya masa depan ekonomi yang luar biasa jika mereka membuat kesepakatan. Namun mereka tidak punya masa depan kalau terus memiliki senjata nuklir," tegas Trump dalam acara Conservative Political Action Conference, dikutip dari Reuters. 

Dinamika hubungan AS-Korea Utara patut dicermati karena bisa menentukan nasib perdamaian di Semenanjung Korea. Jika jalan menuju perdamaian kembali terancam, maka investor akan sulit untuk tenang karena ada risiko besar yang menghantui yaitu gesekan di Semenanjung Korea yang bisa terjadi kapan saja. 

Sentimen ketiga adalah terkait dengan nilai tukar dolar AS. Trump kembali mencoba 'mengobok-obok' dolar AS dengan menyebutkan nilai tukar mata uang ini sudah terlalu kuat dan membuat produk made in USA tidak kompetitif di pasar global. 


"Kita punya orang-orang di The Fed (Federal Reserves, Bank Sentral AS) yang suka dengan dolar AS yang sangat kuat. Saya juga mau dolar AS kuat, tetapi saya juga ingin dolar AS yang hebat buat negara ini. Bukan dolar AS yang begitu kuat sehingga mengganggu hubungan kita dengan negara lain. 

"Kita punya orang-orang di The Fed yang suka dengan pengetatan. Kita ingin dolar AS kuat, tetapi harus masuk akal. Bisakah Anda bayangkan bagaimana jika kita membiarkan suku bunga (tidak naik)? Jika kita tidak melakukan pengetatan, maka dolar AS mungkin tidak sekuat ini," papar Trump, mengutip Reuters. 

Sebagai informasi, tahun lalu The Fed menaikkan suku bunga sampai empat kali. Tahun ini, kemungkinan masih ada dua kali lagi kenaikan karena target median Federal Funds Rate pada akhir 2019 adalah 2,8% sementara sekarang di 2,375%. 

Namun dolar AS mengacuhkan gertakan Trump dan terus melaju. Pada pukul 03:08 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,29%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini naik sampai nyaris 1%. 

Sebab, pelaku pasar meyakini bahwa Jerome 'Jay' Powell dan sejawat tidak akan gentar terhadap ancaman Trump. Sudah beberapa kali Powell menegaskan bahwa penentuan kebijakan moneter tidak memasukkan kalkulasi politik. Dia juga tidak akan mundur dari posisinya meski Trump meminta. 


Meski saat ini dolar AS masih kokoh, tetapi patut dinantikan bagaimana efek dari pernyataan Trump di pasar valas Asia. Apakah dolar AS masih mampu perkasa di Benua Kuning? Atau sebaliknya, investor malah memihak rupiah dkk? 

(BERLANJUT KE HALAMAN 4)

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular