
Newsletter
Menanti Kabar Baik dari Beijing
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
07 January 2019 05:25

Dari Wall Street, tiga indeks utama di bursa saham New York juga mencatat kinerja yang impresif. Pada perdagangan akhir pekan lalu, Dow Jones Industrial Average (DJIA) melesat 3,29%, S&P 500 menanjak 3,43%, dan Nasdaq Composite melompat 4,26%. Secara mingguan, DJIA naik 1,61%, S&P 500 menguat 1,86%, dan Nasdaq bertambah 2,34%.
Wall Street mengalami pekan dengan berat, karena sempat terjadi aksi jual massal (selloff). Penyebabnya adalah kekhawatiran investor terhadap risiko perlambatan ekonomi global yang semakin terasa. Data-data ekonomi Asia seakan memberi konfirmasi akan hal tersebut.
Akan tetapi, ternyata selloff malah membuat harga aset di Wall Street menjadi murah bin terjangkau. Akibatnya, aksi borong terjadi dan membuat Wall Street terangkat.
Kemudian ada sentimen damai dagang yang juga membuat investor kembali bernafsu memburu aset-aset berisiko seperti saham. Lesatan Wall Street semakin tidak tertahankan dengan komentar Jerome 'Jay' Powell akhir pekan lalu.
"Kami akan sabar memantau perkembangan perekonomian. Kami selalu siap untuk mengubah stance (posisi) kebijakan dan mengubahnya secara signifikan," ungkap Powell di depan forum American Economic Association, dikutip dari Reuters.
Pernyataan bernada dovish ini memunculkan pertanyaan. Apakah The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuan dua kali tahun ini? Apakah ada peluang The Fed menahan suku bunga acuan, atau bahkan menurunkannya?
Saham adalah instrumen yang bekerja optimal di lingkungan suku bunga rendah. Munculnya peluang The Fed untuk menahan (atau bahkan menurunkan) suku bunga acuan membuat saham kembali menjadi primadona di pasar.
Selain itu, investor juga memberi apresiasi terhadap rilis data ketenagakerjaan Negeri Paman Sam. Kementerian Ketenagakerjaan AS mencatat, penciptaan lapangan kerja baru pada Desember 2018 adalah 312.000. Ini merupakan kenaikan tertinggi sejak Februari 2018.
Untuk keseluruhan 2018, perekonomian AS menciptakan 2,6 juta lapangan kerja. Naik dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 2,2 juta.
Data ini sedikit banyak membuat investor lega. Sebab walau ekonomi AS mungkin akan melambat, tetapi setidaknya tidak terjadi hard landing. Perlambatan ekonomi bisa berjalan natural dan mulus tanpa menimbulkan guncangan yang berarti.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Wall Street mengalami pekan dengan berat, karena sempat terjadi aksi jual massal (selloff). Penyebabnya adalah kekhawatiran investor terhadap risiko perlambatan ekonomi global yang semakin terasa. Data-data ekonomi Asia seakan memberi konfirmasi akan hal tersebut.
Akan tetapi, ternyata selloff malah membuat harga aset di Wall Street menjadi murah bin terjangkau. Akibatnya, aksi borong terjadi dan membuat Wall Street terangkat.
Kemudian ada sentimen damai dagang yang juga membuat investor kembali bernafsu memburu aset-aset berisiko seperti saham. Lesatan Wall Street semakin tidak tertahankan dengan komentar Jerome 'Jay' Powell akhir pekan lalu.
"Kami akan sabar memantau perkembangan perekonomian. Kami selalu siap untuk mengubah stance (posisi) kebijakan dan mengubahnya secara signifikan," ungkap Powell di depan forum American Economic Association, dikutip dari Reuters.
Pernyataan bernada dovish ini memunculkan pertanyaan. Apakah The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuan dua kali tahun ini? Apakah ada peluang The Fed menahan suku bunga acuan, atau bahkan menurunkannya?
Saham adalah instrumen yang bekerja optimal di lingkungan suku bunga rendah. Munculnya peluang The Fed untuk menahan (atau bahkan menurunkan) suku bunga acuan membuat saham kembali menjadi primadona di pasar.
Selain itu, investor juga memberi apresiasi terhadap rilis data ketenagakerjaan Negeri Paman Sam. Kementerian Ketenagakerjaan AS mencatat, penciptaan lapangan kerja baru pada Desember 2018 adalah 312.000. Ini merupakan kenaikan tertinggi sejak Februari 2018.
Untuk keseluruhan 2018, perekonomian AS menciptakan 2,6 juta lapangan kerja. Naik dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 2,2 juta.
Data ini sedikit banyak membuat investor lega. Sebab walau ekonomi AS mungkin akan melambat, tetapi setidaknya tidak terjadi hard landing. Perlambatan ekonomi bisa berjalan natural dan mulus tanpa menimbulkan guncangan yang berarti.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular