
Newsletter
Semesta Mendukung, Bisakah IHSG dan Rupiah Menguat?
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
13 December 2018 05:31

Sentimen ketiga adalah harga minyak, yang terkoreksi setelah kemarin sempat naik di kisaran 1%. Pada pukul 04:46 WIB, harga minyak jenis brent turun 0,95% sementara light sweet berkurang 0,08%.
Koreksi harga minyak disebabkan oleh ekspor minyak Iran yang membaik, meski tengah menjalani sanksi embargo dari AS sejak 4 November lalu. Hal tersebut dikemukakan langsung oleh Presiden Iran Hassan Rouhani.
"AS telah memblokade ekspor minyak kami, Namun jujur saja, ekspor minyak Iran justru naik. Jadi AS telah gagal," tegasnya dalam sebuah pidato yang disiarkan televisi nasional, mengutip Reuters.
Selain itu, harga si emas hitam juga tertekan karena proyeksi teranyar yang dirilis Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC). Dalam laporan bulanannya, OPEC memperkirakan permintaan minyak dunia pada 2019 sebesar 31,44 juta barel/hari. Turun 100.000 barel/hari dibandingkan proyeksi sebelumnya, dan di bawah tingkat produksi global yang saat ini mendekati 33 juta barel/hari.
Artinya, ancaman kelebihan pasokan alias oversupply masih menghantui komoditas ini. Barang yang pasokannya berlimpah tentu harganya turun, dan ini yang sedang terjadi pada minyak.
Penurunan harga minyak bisa berdampak negatif bagi pasar saham, karena emiten energi dan pertambangan menjadi kurang diapresiasi investor. Namun menjadi kabar gembira bagi rupiah, karena membantu menghemat devisa dari impor migas sehingga mengurangi beban transaksi berjalan.
Kemudian sentimen keempat adalah dari Italia, di mana pemerintahan Perdana Menteri Giuseppe Conte semakin melunak soal rencana anggaran 2019. Awalnya, Roma mengajukan rancangan anggaran 2019 dengan defisit mencapai 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang ditolak Uni Eropa karena dianggap terlampau agresif. Italia diminta mengurangi defisit agar tidak kembali jatuh ke jurang krisis fiskal seperti pada 2009-2010 lalu.
Mengutip Reuters, Conte disebut-sebut akan mengajukan rancangan anggaran baru dengan defisit 2% PDB. Pelaku pasar pun menyambut gembira kabar ini, dan yield obligasi pemerintah Italia tenor 10 tahun turun 1,2 bps.
Sepertinya kekhawatiran soal drama fiskal Italia bisa segera diselesaikan. Setelah perang dagang AS-China yang kini mereda, risiko dan Negeri Pizza pun tampaknya bisa sirna dalam waktu dekat.
Secara umum, sentimen eksternal yang beredar masih positif. Semesta yang sedang mendukung ini bisa membantu IHSG meneruskan penguatan, dan rupiah mungkin mulai bisa mencatat apresiasi. Semoga...
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
(aji/aji)
Koreksi harga minyak disebabkan oleh ekspor minyak Iran yang membaik, meski tengah menjalani sanksi embargo dari AS sejak 4 November lalu. Hal tersebut dikemukakan langsung oleh Presiden Iran Hassan Rouhani.
"AS telah memblokade ekspor minyak kami, Namun jujur saja, ekspor minyak Iran justru naik. Jadi AS telah gagal," tegasnya dalam sebuah pidato yang disiarkan televisi nasional, mengutip Reuters.
Selain itu, harga si emas hitam juga tertekan karena proyeksi teranyar yang dirilis Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC). Dalam laporan bulanannya, OPEC memperkirakan permintaan minyak dunia pada 2019 sebesar 31,44 juta barel/hari. Turun 100.000 barel/hari dibandingkan proyeksi sebelumnya, dan di bawah tingkat produksi global yang saat ini mendekati 33 juta barel/hari.
Artinya, ancaman kelebihan pasokan alias oversupply masih menghantui komoditas ini. Barang yang pasokannya berlimpah tentu harganya turun, dan ini yang sedang terjadi pada minyak.
Penurunan harga minyak bisa berdampak negatif bagi pasar saham, karena emiten energi dan pertambangan menjadi kurang diapresiasi investor. Namun menjadi kabar gembira bagi rupiah, karena membantu menghemat devisa dari impor migas sehingga mengurangi beban transaksi berjalan.
Kemudian sentimen keempat adalah dari Italia, di mana pemerintahan Perdana Menteri Giuseppe Conte semakin melunak soal rencana anggaran 2019. Awalnya, Roma mengajukan rancangan anggaran 2019 dengan defisit mencapai 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang ditolak Uni Eropa karena dianggap terlampau agresif. Italia diminta mengurangi defisit agar tidak kembali jatuh ke jurang krisis fiskal seperti pada 2009-2010 lalu.
Mengutip Reuters, Conte disebut-sebut akan mengajukan rancangan anggaran baru dengan defisit 2% PDB. Pelaku pasar pun menyambut gembira kabar ini, dan yield obligasi pemerintah Italia tenor 10 tahun turun 1,2 bps.
Sepertinya kekhawatiran soal drama fiskal Italia bisa segera diselesaikan. Setelah perang dagang AS-China yang kini mereda, risiko dan Negeri Pizza pun tampaknya bisa sirna dalam waktu dekat.
Secara umum, sentimen eksternal yang beredar masih positif. Semesta yang sedang mendukung ini bisa membantu IHSG meneruskan penguatan, dan rupiah mungkin mulai bisa mencatat apresiasi. Semoga...
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular