
Newsletter
Gara-gara Minyak dan CPO, IHSG Siap Menguat?
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
27 November 2018 05:49

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentunya dari Wall Street, yang memberikan angin segar. Optimisme Wall Street diharapkan menular sampai ke Asia, termasuk Indonesia.
Kedua adalah hawa suku bunga tinggi semakin terasa. Tidak hanya di AS, Eropa pun sudah melakukan ancang-ancang untuk mengetatkan kebijakan moneter.
Mario Draghi, Presiden Bank Sentral Uni Eropa (ECB), kembali menegaskan akan mengakhiri stimulus moneter pada Desember tahun ini. Dia juga menyebutkan bahwa inflasi di Benua Biru mulai terakselerasi.
"Dewan Gubernur terus mengantisipasi bahwa pembelian aset bersih (net asset purchases) akan berakhir pada Desember 2018. Ada alasan yang bagus untuk percaya diri bahwa inflasi akan meningkat secara bertahap pada periode ke depan," kata Draghi, mengutip Reuters.
Pasar memperkirakan ECB akan mulai menaikkan suku bunga acuan paling cepat musim panas (tengah tahun) 2019. Sedangkan The Fed diramal menaikkan suku bunga acuan setidaknya tiga kali tahun depan. Selamat datang di era suku bunga tinggi.
Investor yang bersiap-siap menghadapi 2019 tentu mulai menyesuaikan portofolionya. Periode penyesuaian ini bisa agak menyakitkan, karena akan ada pelepasan terhadap beberapa aset yang dinilai kurang cantik. Jika aset-aset di Indonesia adalah salah satunya, maka akan terjadi tekanan di pasar keuangan domestik.
Sentimen ketiga adalah nilai tukar dolar AS yang bangkit setelah kemarin di-bully habis-habisan. Pada pukul 05:00 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama) menguat 0,18%.
Dolar AS mendapat angin dari pernyataan Draghi. Selain menyebut stimulus moneter akan berakhir, Draghi juga menyatakan ada risiko perlambatan ekonomi di Eropa.
"Perlambatan ekonomi secara bertahap adalah sesuatu yang normal ketika ekspansi sudah mencapai tahap matang dan pertumbuhan ekonomi bergerak sesuai dengan potensialnya. Perlambatan juga bisa bersifat sementara," kata Draghi, mengutip Reuters.
Pernyataan Draghi membuat euro melemah. Pelemahan euro melapangkan jalan bagi dolar AS untuk menguat.
Apabila penguatan dolar AS bertahan, maka akan menjadi sinyal bahaya bagi rupiah dkk di Asia. Akan sedikit sulit untuk mengulang prestasi seperti kemarin.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Kedua adalah hawa suku bunga tinggi semakin terasa. Tidak hanya di AS, Eropa pun sudah melakukan ancang-ancang untuk mengetatkan kebijakan moneter.
Mario Draghi, Presiden Bank Sentral Uni Eropa (ECB), kembali menegaskan akan mengakhiri stimulus moneter pada Desember tahun ini. Dia juga menyebutkan bahwa inflasi di Benua Biru mulai terakselerasi.
"Dewan Gubernur terus mengantisipasi bahwa pembelian aset bersih (net asset purchases) akan berakhir pada Desember 2018. Ada alasan yang bagus untuk percaya diri bahwa inflasi akan meningkat secara bertahap pada periode ke depan," kata Draghi, mengutip Reuters.
Pasar memperkirakan ECB akan mulai menaikkan suku bunga acuan paling cepat musim panas (tengah tahun) 2019. Sedangkan The Fed diramal menaikkan suku bunga acuan setidaknya tiga kali tahun depan. Selamat datang di era suku bunga tinggi.
Investor yang bersiap-siap menghadapi 2019 tentu mulai menyesuaikan portofolionya. Periode penyesuaian ini bisa agak menyakitkan, karena akan ada pelepasan terhadap beberapa aset yang dinilai kurang cantik. Jika aset-aset di Indonesia adalah salah satunya, maka akan terjadi tekanan di pasar keuangan domestik.
Sentimen ketiga adalah nilai tukar dolar AS yang bangkit setelah kemarin di-bully habis-habisan. Pada pukul 05:00 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama) menguat 0,18%.
Dolar AS mendapat angin dari pernyataan Draghi. Selain menyebut stimulus moneter akan berakhir, Draghi juga menyatakan ada risiko perlambatan ekonomi di Eropa.
"Perlambatan ekonomi secara bertahap adalah sesuatu yang normal ketika ekspansi sudah mencapai tahap matang dan pertumbuhan ekonomi bergerak sesuai dengan potensialnya. Perlambatan juga bisa bersifat sementara," kata Draghi, mengutip Reuters.
Pernyataan Draghi membuat euro melemah. Pelemahan euro melapangkan jalan bagi dolar AS untuk menguat.
Apabila penguatan dolar AS bertahan, maka akan menjadi sinyal bahaya bagi rupiah dkk di Asia. Akan sedikit sulit untuk mengulang prestasi seperti kemarin.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular