
Newsletter
Mampukah Rupiah Mempertahankan Mahkota Raja Asia?
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
09 November 2018 05:58

Dari Wall Street, tiga indeks utama ditutup variatif cenderung melemah. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik tipis 0,04%, sementara S&P 500 turun 0,25%, dan Nasdaq Composite berkurang 0,62%.
Wall Street terbeban oleh hasil rapat komite pengambil keputusan di The Fed yaitu Federal Open Market Committee (FOMC). Jerome ''Jay' Powell dan kawan-kawan memang menahan suku bunga acuan di 2-2,25% tetapi ada hal lain yang membuat pelaku pasar gusar.
Meski ekonomi AS dinilai masih tumbuh baik, The Fed menggarisbawahi bahwa laju investasi mulai melambat setelah melesat kencang sejak awal tahun. pelaku pasar membaca ini sebagai tanda-tanda kelesuan ekonomi.
"Lapangan kerja bertambah dan angka pengangguran turun. Belanja rumah tangga juga tumbuh kuat, sementara pertumbuhan investasi tetap lebih lambat setelah melaju sejak awal tahun," sebut pernyataan tertulis FOMC.
Tekanan bagi bursa saham New York semakin bertambah karena FOMC masih berniat melanjutkan kenaikan suku bunga acuan secara gradual meski tanda-tanda perlambatan ekonomi mulai terlihat. Sepertinya kenaikan Federal Funds Rate pada Desember akan sangat sulit terelakkan.
"Komite menilai bahwa kenaikan suku bunga acuan secara bertahap adalah kebijakan yang konsisten dengan ekspansi ekonomi yang berkelanjutan, pasar tenaga kerja yang kuat, dan inflasi di kisaran 2% dalam jangka menengah. Risiko dalam perekonomian masih seimbang," tulis pernyataan FOMC.
Selain itu, harga minyak juga menjadi sentimen pemberat Wall Street. pada pukul 05:12 WIB, harga minyak jenis brent anjlok 1,6% dan light sweet amblas 1,46%.
Akibatnya indeks sektor energi di S&P 500 merosot 2,16%. Saham Chevron ambrol 1,25% dan Exxon Mobil jatuh 1,59%.
Pukulan ganda bagi pasar saham (perlambatan ekonomi dan kenaikan suku bunga) membuat S&P 500 dan Nasdaq terhempas ke zona merah. Ditambah dengan koreksi harga minyak yang signifikan, tekanan menjadi semakin berat.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Wall Street terbeban oleh hasil rapat komite pengambil keputusan di The Fed yaitu Federal Open Market Committee (FOMC). Jerome ''Jay' Powell dan kawan-kawan memang menahan suku bunga acuan di 2-2,25% tetapi ada hal lain yang membuat pelaku pasar gusar.
Meski ekonomi AS dinilai masih tumbuh baik, The Fed menggarisbawahi bahwa laju investasi mulai melambat setelah melesat kencang sejak awal tahun. pelaku pasar membaca ini sebagai tanda-tanda kelesuan ekonomi.
"Lapangan kerja bertambah dan angka pengangguran turun. Belanja rumah tangga juga tumbuh kuat, sementara pertumbuhan investasi tetap lebih lambat setelah melaju sejak awal tahun," sebut pernyataan tertulis FOMC.
Tekanan bagi bursa saham New York semakin bertambah karena FOMC masih berniat melanjutkan kenaikan suku bunga acuan secara gradual meski tanda-tanda perlambatan ekonomi mulai terlihat. Sepertinya kenaikan Federal Funds Rate pada Desember akan sangat sulit terelakkan.
"Komite menilai bahwa kenaikan suku bunga acuan secara bertahap adalah kebijakan yang konsisten dengan ekspansi ekonomi yang berkelanjutan, pasar tenaga kerja yang kuat, dan inflasi di kisaran 2% dalam jangka menengah. Risiko dalam perekonomian masih seimbang," tulis pernyataan FOMC.
Selain itu, harga minyak juga menjadi sentimen pemberat Wall Street. pada pukul 05:12 WIB, harga minyak jenis brent anjlok 1,6% dan light sweet amblas 1,46%.
Akibatnya indeks sektor energi di S&P 500 merosot 2,16%. Saham Chevron ambrol 1,25% dan Exxon Mobil jatuh 1,59%.
Pukulan ganda bagi pasar saham (perlambatan ekonomi dan kenaikan suku bunga) membuat S&P 500 dan Nasdaq terhempas ke zona merah. Ditambah dengan koreksi harga minyak yang signifikan, tekanan menjadi semakin berat.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular