
Newsletter
Cermati Pemilu Sela di AS Sampai Penurunan Keyakinan Konsumen
Hidayat Setiaji & Yazid Muamar & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
06 November 2018 05:35

Untuk perdagangan hari ini, pelaku pasar perlu mencermati sejumlah risiko. Pertama adalah hasil di Wall Street yang meski mixed tetapi cenderung hijau. Diharapkan hijaunya bursa saham New York bisa menjalar ke Asia, termasuk Indonesia.
Sentimen kedua adalah nilai tukar dolar AS, yang melemah dini hari ini. Pada pukul 04:46 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) terkoreksi 0,21%.
Seperti di pasar saham, investor di pasar valas juga memilih wait and see. Investor akan menunggu kepastian politik di AS sebelum kembali memutuskan akan mengoleksi atau melepas greenback. Sebab, seperti proyeksi Goldman Sachs, nasib mata uang ini akan sangat ditentukan oleh hasil pemilihan sela.
Oleh karena itu, ada peluang bagi rupiah dkk di Asia untuk membalas dendam. Jika kemarin dolar AS jadi raja Asia, maka saat ini ada momentum untuk menjadi tuan rumah di kawasan sendiri.
Sentimen ketiga adalah dinamika perang dagang AS vs China. Investor perlu terus memantau perkembangan isu ini karena sangat bisa mempengaruhi mood pasar.
Sejauh ini, fokus pasar adalah di rencana pertemuan Trump dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G20 di Argentina akhir bulan ini. Kedua pemimpin tersebut sudah sepakat untuk bertemu dan siap membahas isu perdagangan.
"Apabila kami bisa mencapai kesepakatan, yang adil tentunya, maka saya akan lakukan. Namun kalau tidak, saya tidak akan lakukan," tegas Trump, dikutip dari Reuters.
Sedangkan Xi dalam pidatonya di acara pameran perdagangan menegaskan komitmen Beijing untuk membuka ekonomi seluas-luasnya. Bahkan untuk investasi di bidang pendidikan, telekomunikasi, dan kebudayaan. China juga berjanji untuk melindungi investor asing dan menindak tegas pelanggaran atas hak kekayaan intelektual.
Tidak hanya itu, Xi pun berkomitmen bahwa China akan lebih banyak mengimpor. Dalam 15 tahun ke depan, China akan mengimpor barang senilai US$ 30 triliun dan jasa senilai US$ 10 triliun. Tahun lalu, Xi mengatakan impor barang dalam 15 tahun ke depan akan bernilai US$ 24 triliun.
Apabila sampai ada kabar buruk menghinggapi rencana pertemuan Trump-Xi (seperti komentar Kudlow), maka akan menjadi aura negatif bagi pasar keuangan Asia. Investor pun akan memilih bermain aman dan meninggalkan aset-aset berisiko di negara berkembang Asia, termasuk Indonesia. Tentu bukan kabar gembira bagi rupiah dan IHSG.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Sentimen kedua adalah nilai tukar dolar AS, yang melemah dini hari ini. Pada pukul 04:46 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) terkoreksi 0,21%.
Seperti di pasar saham, investor di pasar valas juga memilih wait and see. Investor akan menunggu kepastian politik di AS sebelum kembali memutuskan akan mengoleksi atau melepas greenback. Sebab, seperti proyeksi Goldman Sachs, nasib mata uang ini akan sangat ditentukan oleh hasil pemilihan sela.
Oleh karena itu, ada peluang bagi rupiah dkk di Asia untuk membalas dendam. Jika kemarin dolar AS jadi raja Asia, maka saat ini ada momentum untuk menjadi tuan rumah di kawasan sendiri.
Sentimen ketiga adalah dinamika perang dagang AS vs China. Investor perlu terus memantau perkembangan isu ini karena sangat bisa mempengaruhi mood pasar.
Sejauh ini, fokus pasar adalah di rencana pertemuan Trump dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G20 di Argentina akhir bulan ini. Kedua pemimpin tersebut sudah sepakat untuk bertemu dan siap membahas isu perdagangan.
"Apabila kami bisa mencapai kesepakatan, yang adil tentunya, maka saya akan lakukan. Namun kalau tidak, saya tidak akan lakukan," tegas Trump, dikutip dari Reuters.
Sedangkan Xi dalam pidatonya di acara pameran perdagangan menegaskan komitmen Beijing untuk membuka ekonomi seluas-luasnya. Bahkan untuk investasi di bidang pendidikan, telekomunikasi, dan kebudayaan. China juga berjanji untuk melindungi investor asing dan menindak tegas pelanggaran atas hak kekayaan intelektual.
Tidak hanya itu, Xi pun berkomitmen bahwa China akan lebih banyak mengimpor. Dalam 15 tahun ke depan, China akan mengimpor barang senilai US$ 30 triliun dan jasa senilai US$ 10 triliun. Tahun lalu, Xi mengatakan impor barang dalam 15 tahun ke depan akan bernilai US$ 24 triliun.
Apabila sampai ada kabar buruk menghinggapi rencana pertemuan Trump-Xi (seperti komentar Kudlow), maka akan menjadi aura negatif bagi pasar keuangan Asia. Investor pun akan memilih bermain aman dan meninggalkan aset-aset berisiko di negara berkembang Asia, termasuk Indonesia. Tentu bukan kabar gembira bagi rupiah dan IHSG.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular