
Newsletter
Wall Street Bangkit, Mampukah IHSG Mengikuti?
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
26 October 2018 05:52

Sentimen ketiga adalah nilai tukar dolar AS yang bergerak menguat. Pada pukul 05:22 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat 0,17%.
Penguatan dolar AS disebabkan oleh pernyataan Draghi bahwa ada risiko di Eropa yaitu Brexit dan kebijakan fiskal Italia. Akibatnya, euro mengalami tekanan jual dan memberi jalan bagi dolar AS untuk menguat.
Oleh karena itu, rupiah patut waspada. Apabila tren penguatan dolar AS terus bertahan, maka rupiah akan sulit mengulangi pencapaian kemarin.
Sentimen keempat adalah rilis data terbaru di AS, kali ini pemesanan barang-barang tahan lama (durable goods) yang hanya tumbuh 0,8% secara bulanan (month-to-month/MtM) pada September. Jauh melambat dibandingkan pertumbuhan Agustus yang mencapai 4,6%.
Rilis data pemesanan barang tahan lama inti, yang merupakan pendekatan untuk mengukur investasi dunia usaha, malah terkontraksi 0,1% MtM. Pada Agustus, data ini juga tumbuh negatif 0,2%.
Lemahnya pemesanan barang modal untuk investasi perusahaan ini lantas menimbulkan kekhawatiran bahwa geliat ekonomi di Negeri Paman Sam mulai terbatas. Tensi perdagangan Washington-Beijing yang semakin runcing tampaknya sudah memberikan dampak negatif bagi iklim usaha di AS.
Data-data ekonomi Negeri Paman Sam yang kurang kece ini bisa membebani laju dolar AS. Sebab saat pemulihan ekonomi AS belum secepat yang diharapkan, maka masih ada peluang The Fed untuk tidak terlalu agresif menaikkan suku bunga acuan.
The Fed diperkirakan kembali menaikkan suku bunga acuan pada Desember. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin pada rapat 19 Desember adalah 70,3%. Turun dibandingkan posisi seminggu yang lalu yaitu 75,4%.
Hal tersebut membuat dolar AS bisa kehilangan momentum untuk melanjutkan penguatan. Selama ini senjata andalan penguatan dolar AS adalah kenaikan suku bunga acuan. Sekarang kemungkinan ke arah sana turun, walau masih cukup besar.
Rupiah dan mata uang Asia mungkin bisa memanfaatkan situasi ini untuk menyalip dolar AS. Oleh karena itu, rupiah masih punya harapan untuk mengulangi prestasi yang sama seperti kemarin.
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
(aji/aji)
Penguatan dolar AS disebabkan oleh pernyataan Draghi bahwa ada risiko di Eropa yaitu Brexit dan kebijakan fiskal Italia. Akibatnya, euro mengalami tekanan jual dan memberi jalan bagi dolar AS untuk menguat.
Oleh karena itu, rupiah patut waspada. Apabila tren penguatan dolar AS terus bertahan, maka rupiah akan sulit mengulangi pencapaian kemarin.
Sentimen keempat adalah rilis data terbaru di AS, kali ini pemesanan barang-barang tahan lama (durable goods) yang hanya tumbuh 0,8% secara bulanan (month-to-month/MtM) pada September. Jauh melambat dibandingkan pertumbuhan Agustus yang mencapai 4,6%.
Rilis data pemesanan barang tahan lama inti, yang merupakan pendekatan untuk mengukur investasi dunia usaha, malah terkontraksi 0,1% MtM. Pada Agustus, data ini juga tumbuh negatif 0,2%.
Lemahnya pemesanan barang modal untuk investasi perusahaan ini lantas menimbulkan kekhawatiran bahwa geliat ekonomi di Negeri Paman Sam mulai terbatas. Tensi perdagangan Washington-Beijing yang semakin runcing tampaknya sudah memberikan dampak negatif bagi iklim usaha di AS.
Data-data ekonomi Negeri Paman Sam yang kurang kece ini bisa membebani laju dolar AS. Sebab saat pemulihan ekonomi AS belum secepat yang diharapkan, maka masih ada peluang The Fed untuk tidak terlalu agresif menaikkan suku bunga acuan.
The Fed diperkirakan kembali menaikkan suku bunga acuan pada Desember. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin pada rapat 19 Desember adalah 70,3%. Turun dibandingkan posisi seminggu yang lalu yaitu 75,4%.
Hal tersebut membuat dolar AS bisa kehilangan momentum untuk melanjutkan penguatan. Selama ini senjata andalan penguatan dolar AS adalah kenaikan suku bunga acuan. Sekarang kemungkinan ke arah sana turun, walau masih cukup besar.
Rupiah dan mata uang Asia mungkin bisa memanfaatkan situasi ini untuk menyalip dolar AS. Oleh karena itu, rupiah masih punya harapan untuk mengulangi prestasi yang sama seperti kemarin.
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular