
Newsletter
The Fed Lagi, The Fed Lagi...
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
18 October 2018 05:34

Dari Wall Street, tiga indeks utama berakhir variatif dalam rentang terbatas. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah 0,36%, S&P 500 minus 0,02%, tetapi Nasdaq Composite menguat tipis 0,03%.
Wall Street yang cenderung merah ini disebabkan oleh rilis notulensi rapat (minutes of meeting) The Federal Reserve/The Fed edisi September 2018. Dalam notulensi tersebut, semakin terang-benderang bahwa Jerome 'Jay' Powell dan kolega akan terus menaikkan suku bunga secara bertahap.
Para pengambil kebijakan di The Fed yaitu Federal Open Market Committee (FOMC) mayoritas menilai bahwa kenaikan suku bunga secara gradual kemungkinan besar akan berjalan secara konsisten. Hal ini seiring ekspansi ekonomi yang terus berlanjut, pasar tenaga kerja yang solid, dan risiko percepatan laju inflasi.
"Pendekatan (kenaikan suku bunga acuan) secara bertahap akan menyeimbangkan risiko akibat pengetatan moneter yang terlalu cepat yang bisa menyebabkan perlambatan ekonomi dan inflasi di bawah target Komite. Namun bila (kenaikan suku bunga acuan) dilakukan terlalu lambat, maka akan menyebabkan inflasi bergerak di atas target dan menyebabkan ketidakseimbangan di sistem keuangan," tulis notulensi rapat tersebut.
Kompaknya para anggota FOMC membuat pelaku pasar semakin yakin bahwa The Fed akan kembali menaikkan suku bunga pada Desember. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan suku bunga acuan seebsar 25 bps pada rapat 19 Desember adalah 81,4%, naik dibandingkan kemarin yaitu 78,5%.
The Fed bergeming meski mendapat banyak kritik termasuk dari orang nomor satu di Negeri Adidaya, Presiden Donald Trump. Bukan hanya sekali Trump menyerang keputusan The Fed yang dianggapnya terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga.
"Saya membayar bunga tinggi karena The Fed, Saya ingin The Fed tidak terlalu agresif karena menurut saya mereka melakukan kesalahan besar. The Fed sudah loco (gila) dan tidak ada alasan mereka melakukan itu, saya tidak senang," tegas Trump beberapa waktu lalu, mengutip Reuters.
The Fed sudah menaikkan suku bunga sejak 2015, dan sejak kenaikan bulan lalu mereka sudah lagi menggunakan kata 'akomodatif'. Hampir seluruh seluruh anggota FOMC sepakat untuk menghilangkan kata tersebut. Artinya suku bunga acuan memang sudah tidak lagi menjadi alat untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.
Saat ini suku bunga acuan AS berada di median 2,125%. FOMC menargetkan suku bunga akan naik menjadi median 3,1% pada akhir 2019 dan 3,4 pada akhir 2020. Dalam jangka panjang, suku bunga baru berangsur turun ke arah 3%.
Terkonfirmasi, The Fed tetap dan masih akan hawkish setidaknya sampai 2020. Tren kenaikan suku bunga di Negeri Paman Sam tidak bisa dihindari lagi, ucapkan selamat tinggal kepada era suku bunga rendah.
Saham bukanlah instrumen yang bekerja optimal di lingkungan suku bunga tinggi, karena menggambarkan situasi yang konservatif dan penuh kehati-hatian. Saham adalah instrumen yang mengandalkan keberanian dan aksi ambil risiko.
Selain itu, kenaikan suku bunga akan membuat biaya dan beban emiten yang tercatat di bursa saham meningkat. Lonjakan biaya dan beban tentu akan menggerus laba, sehingga membebani harga saham.
Akibatnya, bursa saham New York cenderung merah saat minutes of meeting tersebut dirilis. Sebaliknya, The Fed yang kian hawkish mengantarkan yield obligasi negara AS dan greenback melambung tinggi.
(aji/aji)
Wall Street yang cenderung merah ini disebabkan oleh rilis notulensi rapat (minutes of meeting) The Federal Reserve/The Fed edisi September 2018. Dalam notulensi tersebut, semakin terang-benderang bahwa Jerome 'Jay' Powell dan kolega akan terus menaikkan suku bunga secara bertahap.
Para pengambil kebijakan di The Fed yaitu Federal Open Market Committee (FOMC) mayoritas menilai bahwa kenaikan suku bunga secara gradual kemungkinan besar akan berjalan secara konsisten. Hal ini seiring ekspansi ekonomi yang terus berlanjut, pasar tenaga kerja yang solid, dan risiko percepatan laju inflasi.
"Pendekatan (kenaikan suku bunga acuan) secara bertahap akan menyeimbangkan risiko akibat pengetatan moneter yang terlalu cepat yang bisa menyebabkan perlambatan ekonomi dan inflasi di bawah target Komite. Namun bila (kenaikan suku bunga acuan) dilakukan terlalu lambat, maka akan menyebabkan inflasi bergerak di atas target dan menyebabkan ketidakseimbangan di sistem keuangan," tulis notulensi rapat tersebut.
Kompaknya para anggota FOMC membuat pelaku pasar semakin yakin bahwa The Fed akan kembali menaikkan suku bunga pada Desember. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan suku bunga acuan seebsar 25 bps pada rapat 19 Desember adalah 81,4%, naik dibandingkan kemarin yaitu 78,5%.
The Fed bergeming meski mendapat banyak kritik termasuk dari orang nomor satu di Negeri Adidaya, Presiden Donald Trump. Bukan hanya sekali Trump menyerang keputusan The Fed yang dianggapnya terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga.
"Saya membayar bunga tinggi karena The Fed, Saya ingin The Fed tidak terlalu agresif karena menurut saya mereka melakukan kesalahan besar. The Fed sudah loco (gila) dan tidak ada alasan mereka melakukan itu, saya tidak senang," tegas Trump beberapa waktu lalu, mengutip Reuters.
The Fed sudah menaikkan suku bunga sejak 2015, dan sejak kenaikan bulan lalu mereka sudah lagi menggunakan kata 'akomodatif'. Hampir seluruh seluruh anggota FOMC sepakat untuk menghilangkan kata tersebut. Artinya suku bunga acuan memang sudah tidak lagi menjadi alat untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.
Saat ini suku bunga acuan AS berada di median 2,125%. FOMC menargetkan suku bunga akan naik menjadi median 3,1% pada akhir 2019 dan 3,4 pada akhir 2020. Dalam jangka panjang, suku bunga baru berangsur turun ke arah 3%.
Terkonfirmasi, The Fed tetap dan masih akan hawkish setidaknya sampai 2020. Tren kenaikan suku bunga di Negeri Paman Sam tidak bisa dihindari lagi, ucapkan selamat tinggal kepada era suku bunga rendah.
Saham bukanlah instrumen yang bekerja optimal di lingkungan suku bunga tinggi, karena menggambarkan situasi yang konservatif dan penuh kehati-hatian. Saham adalah instrumen yang mengandalkan keberanian dan aksi ambil risiko.
Selain itu, kenaikan suku bunga akan membuat biaya dan beban emiten yang tercatat di bursa saham meningkat. Lonjakan biaya dan beban tentu akan menggerus laba, sehingga membebani harga saham.
Akibatnya, bursa saham New York cenderung merah saat minutes of meeting tersebut dirilis. Sebaliknya, The Fed yang kian hawkish mengantarkan yield obligasi negara AS dan greenback melambung tinggi.
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular