Newsletter

Cermati Tensi AS-Arab Saudi Sampai Risiko Pelemahan Rupiah

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
16 October 2018 05:37
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (2)
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Ketiga, investor juga patut mencermati perkembangan geopolitik di Timur Tengah utamanya hubungan AS-Arab Saudi yang menegang akibat hilangnya Jamal Khashoggi.  

"Bapak Presiden telah menginstruksikan adanya penyelidikan dan investigasi terbuka atas hilangnya wartawan Washington Post Jamal Khashoggi," kata Heather Nauert, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS, dikutip dari Reuters. Mendapat perintah dari Presiden Trump, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo akan bertolak ke Riyadh.

Sementara Raja Salman dari Arab Saudi juga memerintahkan penyelidikan internal atas menghilangnya Khasoggi. Arab Saudi juga bekerja sama dengan Turki sebagai locus delicti atau lokasi terjadinya kasus.

Sebelumnya, kepolisian Turki menyebut memiliki rekaman audio bahwa Khasoggi terbunuh di Konsulat Arab Saudi di Istanbul. Oleh karena itu, seorang sumber menyebutkan Riyadh sedang menyiapkan laporan yang berisi Khasoggi tewas karena proses interogasi yang salah di kantor konsulat.

Bila ini yang terjadi, maka Arab Saudi sepertinya harus bersiap menghadapi murka AS. Bisa saja Arab Saudi mendapat sanksi ekonomi seperti Iran, yaitu dilarang mengekspor minyak. 

Kekhawatiran kekurangan pasokan itu membuat harga minyak kembali naik. Pada pukul 04:56 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,45%. 

Keempat, pemerintah Italia akhirnya mengesahkan rancangan anggaran negara 2019 dengan defisit mencapai 2,4% dari PDB. Padahal defisit fiskal sebesar ini mendapat tentangan dari Uni Eropa karena awalnya diperkirakan hanya 1,8% PDB. 

"Anggaran ini merupakan janji pemerintah kepada rakyat," tegas Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte, mengutip Reuters. Beberapa insentif yang diberikan pemerintah adalah subsidi bagi rakyat miskin dan pemotongan pajak bagi mereka yang memiliki usaha sendiri. 

Uni Eropa kini sedang mengkaji kerangka fiskal Italia selama dua pekan ke depan, dan bisa membatalkan pengesahan anggaran ini. Jika sampai dibatalkan, maka Roma harus menyusun rencana anggaran yang baru. 

Defisit anggaran Italia yang membengkak dan friksi dengan Uni Eropa bisa memunculkan risiko besar di pasar keuangan dunia. Apabila hawanya semakin tidak enak, maka investor akan memilih bermain aman dan meninggalkan instrumen berisiko di negara berkembang. Tentu bukan kabar gembira buat IHSG dan rupiah. 

Kelima, kali ini dari dalam negeri, adalah keputusan pemerintah yang mematok asumsi kurs rata-rata setahun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPBN) 2019 sebesar Rp 15.000/US$. Melemah dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu Rp 14.500/US$.

Artinya, pemerintah dan BI melihat bahwa rupiah akan cenderung melemah sampai 2019. Pasalnya rata-rata kurs sejak 1 Januari-15 Oktober 2018 adalah Rp 14.101,07/US$ atau masih jauh dari kisaran Rp 15.000/US$.

Dengan masa depan rupiah yang suram, maka investor kemungkinan enggan untuk mengoleksi aset berbasis mata uang ini. Sebab siapa yang mau memegang barang dengan nilai yang sangat berisiko turun pada masa mendatang? Apabila persepsi ini mengemuka, maka akan menjadi kabar buruk buat rupiah dan aset-aset berbasis mata uang ini.

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular