
Newsletter
Cermati Tensi AS-Arab Saudi Sampai Risiko Pelemahan Rupiah
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
16 October 2018 05:37

Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama, tentu kinerja Wall Street yang kurang oke. Wall street yang berakhir di zona merah bisa menjadi penghancur mood yang efektif.
Kedua, investor perlu memantau pergerakan dolar AS. Pada pukul 04:36 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,15%.
Penyebab pelemahan dolar AS adalah rilis data ekonomi AS yang kurang ciamik. Kementerian Perdagangan AS melaporkan penjualan ritel pada September mencatatkan pertumbuhan 0,1% month-to-month (MtM), meleset dari konsensus Reuters yang mengestimasikan kenaikan sebesar 0,6% MtM.
Adapun secara YoY, pertumbuhan penjualan ritel mencapai 4,7% pada September. Melambat cukup drastis dari 6,6% pada Agustus.
Data ini memunculkan persepsi bahwa laju permintaan di AS ternyata belum terlalu kencang, masih ada potensi perlambatan. Artinya, ada kemungkinan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi Negeri Adidaya tidak secepat yang diharapkan.
Oleh karena itu, muncul persepsi The Federal Reserve/The Fed tidak terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga (walau kemungkinannya amat sangat kecil). Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan 25 bps pada rapat The Fed 19 Desember adalah 78,1%. Sebelumnya, probabilitas kenaikan ini mencapai kisaran 80%.
Didorong peluang kenaikan suku bunga yang mengecil, dolar AS pun mundur teratur. Jika situasi ini berlanjut, maka ada peluang rupiah bisa menguat dan IHSG akan diuntungkan.
(aji/aji)
Kedua, investor perlu memantau pergerakan dolar AS. Pada pukul 04:36 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,15%.
Penyebab pelemahan dolar AS adalah rilis data ekonomi AS yang kurang ciamik. Kementerian Perdagangan AS melaporkan penjualan ritel pada September mencatatkan pertumbuhan 0,1% month-to-month (MtM), meleset dari konsensus Reuters yang mengestimasikan kenaikan sebesar 0,6% MtM.
Adapun secara YoY, pertumbuhan penjualan ritel mencapai 4,7% pada September. Melambat cukup drastis dari 6,6% pada Agustus.
Data ini memunculkan persepsi bahwa laju permintaan di AS ternyata belum terlalu kencang, masih ada potensi perlambatan. Artinya, ada kemungkinan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi Negeri Adidaya tidak secepat yang diharapkan.
Oleh karena itu, muncul persepsi The Federal Reserve/The Fed tidak terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga (walau kemungkinannya amat sangat kecil). Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan 25 bps pada rapat The Fed 19 Desember adalah 78,1%. Sebelumnya, probabilitas kenaikan ini mencapai kisaran 80%.
Didorong peluang kenaikan suku bunga yang mengecil, dolar AS pun mundur teratur. Jika situasi ini berlanjut, maka ada peluang rupiah bisa menguat dan IHSG akan diuntungkan.
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular