Newsletter

Biang Kerok Itu Bernama Yield Obligasi AS

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
08 October 2018 05:38
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (1)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentunya perkembangan dari Wall Street yang akhir pekan lalu finis di jalur merah. DJIA melemah 0,68%, S&P 500 terkoreksi 0,55%, dan Nasdaq anjlok 1,21%. Penyebabnya ya karena yang sudah dibahas sebelumnya yaitu lonjakan yield obligasi. 

Hari ini pasar AS libur karena di sana masih Minggu, tetapi Senin waktu setempat pasar keuangan AS pun masih tutup memperingati hari Christopher Columbus menemukan Benua Amerika (Columbus Day). Artinya, tren kenaikan yield obligasi AS akan berhenti sejenak dan investor bisa menarik nafas dulu. Situasi ini bisa dimanfaatkan oleh IHSG dan rupiah untuk membalikkan kedudukan. 

Sentimen kedua adalah nilai tukar dolar AS. Di pasar luar negeri, dolar AS tetap diperdagangkan dan ada potensi untuk menguat. Nantinya ini bisa dilihat dari pergerakan Dollar Index. 

Energi penguatan bagi dolar AS akan datang dari pernyataan John Williams, Presiden The Fed New York. Menurutnya, butuh waktu untuk kenaikan suku bunga acuan agar dapat memperlambat laju perekonomian.  

"Ekonomi masih akan terus melaju sementara (suku bunga) kebijakan membutuhkan waktu untuk membuat laju ini berkelanjutan. Kenaikan suku bunga acuan adalah jalan yang baik," kata Williams, mengutip Reuters. 

Pernyataan ini bisa dibaca sebagai sinyal bahwa The Fed tidak akan ragu untuk terus mengerek suku bunga ke atas. Akibatnya, berinvestasi di mata uang ini akan tetap menguntungkan sehingga permintaannya akan meningkat. Kenaikan permintaan terhadap dolar AS tentu membuat nilai tukarnya semakin mahal atau menguat. 

Sentimen ketiga adalah dari Eropa. Ternyata masalah di Italia belum selesai. Akhir pekan lalu, Uni Eropa mengirimkan surat kepada pemerintah Italia yang berisi keprihatinan terhadap rencana anggaran negara.

Surat ini tetap dilayangkan meski pemerintahan PM Conte berniat menurunkan defisit anggaran menjadi 2,1% PDB pada 2020 dan 1,8% PDB pada 2021. Defisit anggaran 2019 tetap direncanakan 2,4% PDB. 

"Kami meminta otoritas di Italia untuk memastikan (anggaran) berjalan sesuai kepatuhan terhadap aturan bersama. Kami ingin melihat langkah-langkah untuk mewujudkannya," sebut surat yang ditandatangani oleh Wakil Presiden Uni Eropa Vladis Dombrovkis dan Komisioner Ekonomi Uni Eropa Pierre Moscovici yang diterbitkan oleh harian La Repubblica dan dikutip oleh Reuters. 

Surat ini bisa membuat suasana yang sudah dingin kembali memanas. Sebelumnya, sempat muncul suara-suara yang menginginkan agar Italia menanggalkan penggunaan mata uang euro agar Uni Eropa tidak lagi merecoki urusan dalam negeri.  

"Saya sangat yakin Italia bisa memecahkan sebagian besar masalahnya jika memiliki mata uang sendiri," tegas Claudio Borghi, Ketua Tim Ekonomi Liga, dikutip dari Reuters. 

Lagi-lagi perkembangan ini bisa memicu perburuan dolar AS karena investor memilih mencari aman dan menghindari aset-aset berisiko. Greenback semakin punya alasan untuk terus menguat. 

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular