
Newsletter
Duh, Data Ekonomi AS Kinclong Lagi...
Raditya Hanung & Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
05 October 2018 05:25

Untuk hari ini, investor perlu memonitor beberapa sentimen yang akan menjadi penggerak pasar. Pertama tentunya kinerja Wall Street yang kurang menggembirakan. Dikhawatirkan virus koreksi di Wall Street bisa menular sampai ke Asia, termasuk Indonesia.
Sentimen kedua adalah nilai tukar dolar AS yang sayang seribu sayang belum mau berhenti menguat. Pada pukul 04:30 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang dunia) menguat 0,01%.
Hari ini, bahan bakar penguatan dolar AS bisa datang dari rilis data ekonomi yang kembali positif. US Census Bureau melaporkan, pemesanan terhadap barang-barang buatan AS pada Agustus naik 2,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Ini merupakan kenaikan bulanan tertinggi sejak September 2017.
Kemudian, jumlah klaim tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir 29 September turun 8.000 ke 207.000. Lebih baik dibandingkan konsensus yang dihimpun Reuters, yaitu jumlah klaim sebanyak 213.000.
Belum lagi angka pengangguran yang akan dirilis malam ini waktu Indonesia, yang juga diperkirakan membaik. Data-data ekonomi ini memberi keyakinan bahwa The Fed tetap akan di jalur menaikkan suku bunga acuan secara bertahap.
"Ekspansi ekonomi yang terjadi saat ini bisa bertahan dalam beberapa waktu ke depan. Jika kami melihat ekonomi semakin kuat dan inflasi bergerak ke atas, maka kami juga akan bergerak cepat," kata Jerome Powell, Gubernur The Fed, dalam acara Atlantic Festival di Washington, seperti dikutip Reuters.
Keyakinan pasar bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga acuan pada Desember pun semakin besar. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 bps pada rapat 19 Desember mencapai 80,1%.
Meski kebijakan kenaikan suku bunga sering dikritik oleh Presiden AS Donald Trump, The Fed tetap kukuh pada keyakinannya. Randal Quarles, Wakil Gubernur The Fed, menegaskan betapa buruknya intervensi politik dalam kebijakan moneter.
"Hasil dari kebijakan moneter dan regulasi di sektor keuangan akan buruk jika terlalu menuruti tekanan politik. Tugas kami adalah membuktikan independensi bank sentral masih layak dijaga dan dipertahankan. Tugas seluruh bank sentral di dunia adalah membuktikan bahwa institusi ini layak mendapat tempat di masyarakat yang demokratis," jelas Quarles dalam konferensi di St Louis, dikutip dari Reuters.
Kabar ini tentunya lag-lagi positif buat greenback. Saat dolar AS melaju kencang, maka mata uang lain akan tertinggal di belakang. Oleh karena itu, rupiah masih harus ekstra waspada.
NEXT
(aji/aji)
Sentimen kedua adalah nilai tukar dolar AS yang sayang seribu sayang belum mau berhenti menguat. Pada pukul 04:30 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang dunia) menguat 0,01%.
Hari ini, bahan bakar penguatan dolar AS bisa datang dari rilis data ekonomi yang kembali positif. US Census Bureau melaporkan, pemesanan terhadap barang-barang buatan AS pada Agustus naik 2,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Ini merupakan kenaikan bulanan tertinggi sejak September 2017.
Kemudian, jumlah klaim tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir 29 September turun 8.000 ke 207.000. Lebih baik dibandingkan konsensus yang dihimpun Reuters, yaitu jumlah klaim sebanyak 213.000.
Belum lagi angka pengangguran yang akan dirilis malam ini waktu Indonesia, yang juga diperkirakan membaik. Data-data ekonomi ini memberi keyakinan bahwa The Fed tetap akan di jalur menaikkan suku bunga acuan secara bertahap.
"Ekspansi ekonomi yang terjadi saat ini bisa bertahan dalam beberapa waktu ke depan. Jika kami melihat ekonomi semakin kuat dan inflasi bergerak ke atas, maka kami juga akan bergerak cepat," kata Jerome Powell, Gubernur The Fed, dalam acara Atlantic Festival di Washington, seperti dikutip Reuters.
Keyakinan pasar bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga acuan pada Desember pun semakin besar. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas kenaikan Federal Funds Rate sebesar 25 bps pada rapat 19 Desember mencapai 80,1%.
Meski kebijakan kenaikan suku bunga sering dikritik oleh Presiden AS Donald Trump, The Fed tetap kukuh pada keyakinannya. Randal Quarles, Wakil Gubernur The Fed, menegaskan betapa buruknya intervensi politik dalam kebijakan moneter.
"Hasil dari kebijakan moneter dan regulasi di sektor keuangan akan buruk jika terlalu menuruti tekanan politik. Tugas kami adalah membuktikan independensi bank sentral masih layak dijaga dan dipertahankan. Tugas seluruh bank sentral di dunia adalah membuktikan bahwa institusi ini layak mendapat tempat di masyarakat yang demokratis," jelas Quarles dalam konferensi di St Louis, dikutip dari Reuters.
Kabar ini tentunya lag-lagi positif buat greenback. Saat dolar AS melaju kencang, maka mata uang lain akan tertinggal di belakang. Oleh karena itu, rupiah masih harus ekstra waspada.
NEXT
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular