Newsletter

Saat Turki dan Argentina Disorot, Indonesia Pun Demikian

Raditya Hanung & Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
07 September 2018 06:30
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (2)
Foto: Seorang pria berjalan melewati layar di gedung Bursa Efek Indonesia di Jakarta. (Reuters/Willy Kurniawan)
Keempat, investor perlu mencermati perkembangan di sejumlah negara seperti Turki, Argentina, maupun Afrika Selatan. Pada perdagangan kemarin, mata uang peso Argentina melemah 1,23% dan hari ini pada pukul 05:54 WIB masih melemah 2,74%. Sedangkan mata uang rand Afrika Selatan melemah 0,72% pada perdagangan kemarin. 

Negara-negara ini sedang menjadi sorotan karena depresiasi mata uang yang sangat tajam. Sejak awal tahun, rand melemah 19,8%, lira Turki anjlok 42,6%, dan peso amblas 51,8%. Ada kekhawatiran depresiasi mata uang ini menimbulkan tekanan terhadap perekonomian domestik, terutama pembengkakan utang luar negeri. 

Mata uang negara-negara tersebut memang tidak ditopang oleh transaksi berjalan (current account) yang memadai, sehingga langsung ambrol begitu pasokan portofolio keuangan alias hot money seret. Oleh karena itu, investor kini sedang memantau pos transaksi berjalan di negara-negara berkembang. 

Sayangnya, Indonesia pun mengidap penyakit yang sama. Pada kuartal II-2018, transaksi berjalan Indonesia defisit 3,04% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Saat investor mencermati perkembangan di Turki, Argentina, atau Afrika Selatan, percayalah bahwa Indonesia juga tidak lepas dari sorotan. 

Kelima, kali ini dari dalam negeri, adalah rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Bank Indonesia (BI) mencatat IKK periode Agustus 2018 sebesar 121,6, turun 2,56% dibandingkan bulan sebelumnya. Dibandingkan Agustus 2017, juga terjadi penurunan 0,25%. 

Pencapaian ini bisa dibilang agak mengkhawatirkan karena pada setahun lalu, atau pada Agustus 2017, IKK justru mampu tumbuh signifikan 7,59% YoY. Selain itu, IKK Agustus merupakan yang terendah di tahun ini, atau sama dengan capaian Maret 2018. 

Kenaikan suku bunga acuan sebesar 125 basis poin sejak Mei 2018 tampaknya mulai berdampak terhadap optimisme masyarakat. Dengan kenaikan suku bunga acuan, memang muncul kekhawatiran bahwa bunga kredit akan ikut melambung. Akibatnya, tingkat konsumsi masyarakat berpotensi tergerus. 

Tidak hanya itu, depresiasi nilai tukar rupiah yang cukup dalam sejak berlalunya hari raya Idul Fitri kemungkinan ikut menekan optimisme masyarakat. Per 31 Agustus 2018, rupiah sudah anjlok lebih dari 10% dibandingkan periode yang sama pada 2017. Sementara, sejak awal tahun ini, rupiah sudah terdepresiasi di kisaran 9%. 

Data ini bisa menjadi sentimen negatif bagi indeks saham konsumsi dan perbankan yang kemarin sempat perkasa. Ketika arus modal di bursa saham seret, maka rupiah juga bisa terancam. 

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular