
Newsletter
Perang Dagang vs Inflasi, Siapa Menang?
Raditya Hanung & Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
03 September 2018 05:38

Pada perdagangan hari ini, pelaku pasar patut mencermati dampak dari hasil perundingan AS-Kanada. Hasil dari perundingan itu adalah nol besar. Apa yang diperkirakan berjalan mudah, ternyata malah alot dan tidak bisa menghasilkan kesepakatan sama sekali.
"Bagi Kanada, fokus kami adalah mendapatkan perjanjian yang menguntungkan. Begitu itu tercapai, selesai," ujar Chrystia Freeland, Menteri Luar Negeri Kanada, seusai perundingan di Washington, akhir pekan lalu, dikutip dari Reuters.
Salah satu isu yang menjadi pemberat dalam dialog ini adalah kebijakan Kanada yang mengenakan bea masuk tinggi untuk produk olahan susu (dairy product). Kanada melakukan itu demi melindungi peternak dalam negeri, tetapi AS menudingnya sebagai upaya proteksi dan perdagangan tidak adil.
Dengan tertundanya kesepakatan AS-Kanada, maka ada kemungkinan Presiden AS Donald Trump akan mengenakan bea masuk bagi mobil made in Canada. Hal tersebut dikatakan Trump sebelum perundingan.
"Saya rasa kalau dengan Kanada yang paling gampang adalah mengenakan bea masuk bagi mobil-mobil mereka. Itu uang yang sangat besar," ujar Trump sebelum negosiasi dimulai, dikutip dari Reuters.
Kini, walau belum bicara soal pengenaan bea masuk untuk mobil, Trump mulai galak terhadap Kanada. Trump sepertinya akan mengajukan rencana pembaruan NAFTA dengan hanya menyertakan kesepakatan AS-Meksiko, sementara dengan Kanada berstatus ditunda (pending).
"Tidak ada kebutuhan untuk mengikutsertakan Kanada dalam perjanjian NAFTA yang baru. Jika mereka tidak bisa menerapkan perdagangan yang adil kepada AS setelah puluhan tahun menindas, maka Kanada akan keluar," tegas Trump melalui cuitan di Twitter.
Namun, parlemen AS tidak akan begitu saja menyetujui rencana tersebut. Sebab, NAFTA berisi kesepakatan tiga negara bukan dua negara saja.
"Kalau bukan kesepakatan trilateral, maka Kongres tidak akan memberikan restu. Pemerintah juga bisa saja kehilangan dukungan dunia usaha," tegas Thomas Donohue, Chief Executive di US Chambers of Commerce, seperti dikutip dari Reuters.
Bukan Trump kalau tidak keras kepala dan ngambek seperti anak kecil. Menghadapi kritik tersebut, Trump kembali melontarkan ancaman dengan membatalkan NAFTA jika tidak ada persetujuan Kongres.
"Kongres sebaiknya jangan ikut campur dengan negosiasi ini, atau saya akan membatalkan NAFTA. Itu justru akan lebih baik," cuit Trump di Twitter.
Panasnya hubungan AS-Kanada bisa menjadi risiko besar bagi pasar keuangan Asia hari ini, termasuk Indonesia. Sepertinya kedua tetangga ini masih akan memasang mode perang dagang, dan bisa sangat mempengaruhi mood pelaku pasar.
Belum lagi pekan lalu beredar kabar bahwa AS akan segera memberlakukan bea masuk baru bagi impor asal China senilai total US$ 200 miliar. Rancangan kebijakan ini tengah menjalani proses dengar pendapat yang akan selesai pada 6 September mendatang. Setelah masa dengar pendapat selesai, Trump dikabarkan akan segera mengeksekusi kebijakan tersebut.
Biasanya investor cenderung hati-hati dan bermain aman saat isu perang dagang mengemuka. Maklum, perang dagang adalah isu besar yang bisa mengancam pertumbuhan ekonomi dunia. Perilaku ini ditunjukkan dengan melepas aset-aset berisiko, terutama di negara-negara berkembang.
Kalau ini terjadi, maka tentunya bukan kabar baik bagi IHSG dan rupiah. Kemungkinan keduanya akan melanjutkan koreksi.
(aji/aji)
"Bagi Kanada, fokus kami adalah mendapatkan perjanjian yang menguntungkan. Begitu itu tercapai, selesai," ujar Chrystia Freeland, Menteri Luar Negeri Kanada, seusai perundingan di Washington, akhir pekan lalu, dikutip dari Reuters.
Salah satu isu yang menjadi pemberat dalam dialog ini adalah kebijakan Kanada yang mengenakan bea masuk tinggi untuk produk olahan susu (dairy product). Kanada melakukan itu demi melindungi peternak dalam negeri, tetapi AS menudingnya sebagai upaya proteksi dan perdagangan tidak adil.
Dengan tertundanya kesepakatan AS-Kanada, maka ada kemungkinan Presiden AS Donald Trump akan mengenakan bea masuk bagi mobil made in Canada. Hal tersebut dikatakan Trump sebelum perundingan.
"Saya rasa kalau dengan Kanada yang paling gampang adalah mengenakan bea masuk bagi mobil-mobil mereka. Itu uang yang sangat besar," ujar Trump sebelum negosiasi dimulai, dikutip dari Reuters.
Kini, walau belum bicara soal pengenaan bea masuk untuk mobil, Trump mulai galak terhadap Kanada. Trump sepertinya akan mengajukan rencana pembaruan NAFTA dengan hanya menyertakan kesepakatan AS-Meksiko, sementara dengan Kanada berstatus ditunda (pending).
"Tidak ada kebutuhan untuk mengikutsertakan Kanada dalam perjanjian NAFTA yang baru. Jika mereka tidak bisa menerapkan perdagangan yang adil kepada AS setelah puluhan tahun menindas, maka Kanada akan keluar," tegas Trump melalui cuitan di Twitter.
Namun, parlemen AS tidak akan begitu saja menyetujui rencana tersebut. Sebab, NAFTA berisi kesepakatan tiga negara bukan dua negara saja.
"Kalau bukan kesepakatan trilateral, maka Kongres tidak akan memberikan restu. Pemerintah juga bisa saja kehilangan dukungan dunia usaha," tegas Thomas Donohue, Chief Executive di US Chambers of Commerce, seperti dikutip dari Reuters.
Bukan Trump kalau tidak keras kepala dan ngambek seperti anak kecil. Menghadapi kritik tersebut, Trump kembali melontarkan ancaman dengan membatalkan NAFTA jika tidak ada persetujuan Kongres.
"Kongres sebaiknya jangan ikut campur dengan negosiasi ini, atau saya akan membatalkan NAFTA. Itu justru akan lebih baik," cuit Trump di Twitter.
Panasnya hubungan AS-Kanada bisa menjadi risiko besar bagi pasar keuangan Asia hari ini, termasuk Indonesia. Sepertinya kedua tetangga ini masih akan memasang mode perang dagang, dan bisa sangat mempengaruhi mood pelaku pasar.
Belum lagi pekan lalu beredar kabar bahwa AS akan segera memberlakukan bea masuk baru bagi impor asal China senilai total US$ 200 miliar. Rancangan kebijakan ini tengah menjalani proses dengar pendapat yang akan selesai pada 6 September mendatang. Setelah masa dengar pendapat selesai, Trump dikabarkan akan segera mengeksekusi kebijakan tersebut.
Biasanya investor cenderung hati-hati dan bermain aman saat isu perang dagang mengemuka. Maklum, perang dagang adalah isu besar yang bisa mengancam pertumbuhan ekonomi dunia. Perilaku ini ditunjukkan dengan melepas aset-aset berisiko, terutama di negara-negara berkembang.
Kalau ini terjadi, maka tentunya bukan kabar baik bagi IHSG dan rupiah. Kemungkinan keduanya akan melanjutkan koreksi.
(aji/aji)
Pages
Most Popular