
Newsletter
Perang Dagang, Argentina, Penguatan Dolar AS, Aduh...
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Alfado Agustio, CNBC Indonesia
31 August 2018 06:38

Untuk perdagangan hari ini, pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentunya kinerja Wall Street yang kurang memuaskan. Dikhawatirkan koreksi Wall Street bisa menular ke bursa saham Asia, termasuk IHSG.
Kedua adalah potensi berlanjutnya pelemahan rupiah, karena keperkasaan dolar AS. Penguatan greenback ditopang oleh semakin kuatnya aura kenaikan suku bunga acuan.
Saat suku bunga naik, maka berinvestasi di instrumen berbasis dolar AS akan semakin menguntungkan karena imbalannya naik. Memegang dolar AS saja sebenarnya sudah untung, karena kenaikan suku bunga membuat ekspektasi inflasi terjangkar sehingga nilai mata uang tidak turun.
Rupiah sudah melemah 3 hari beruntun di hadapan dolar AS. Dengan rilis data Core PCE yang menyuntikkan energi baru buat dolar AS, kemungkinan rupiah kembali melemah menjadi terbuka.
Sentimen ketiga adalah dari Argentina. Dalam rapat insidental, Bank Sentral Argentina (BCRA) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan dari 45% menjadi 60%. Tujuannya adalah untuk memancing masuknya arus modal sehingga mampu menahan pelemahan mata uang peso.
Namun upaya ini belum membuahkan hasil signifikan. Pada pukul 05:58 WIB, peso masih anjlok 11,99% di hadapan dolar AS. Sejak awal tahun ini, peso sudah melemah 45,3%, terdalam di antara mata uang dunia.
Pelaku pasar membaca ada kepanikan dalam pemerintahan Presiden Mauricio Macri. Kemarin, Macri memutuskan untuk mengundang Dana Moneter Internasional (IMF). Sepertinya fasilitas utang US$ 50 miliar akan segera ditarik, dan IMF masuk untuk mendikte kebijakan ekonomi Negeri Tango.
Namun masuknya IMF bukan tanpa hambatan. Sebagian besar rakyat Argentina masih trauma dengan kehadiran IMF, yang juga hadir kala Argentina mengalami krisis pada awal dekade 2000-an.
Resep IMF, yaitu pengetatan fiskal dengan pemangkasan berbagai subsidi, ditengarai menjadi penyebab orang miskin menjadi tambah miskin. Kehadiran IMF kali ini kemungkinan masih membawa resep yang sama.
Oleh karena itu, posisi politik Macri menjadi kurang menguntungkan. Orang-orang yang dulu mendukungnya kini berbalik mencaci.
"Saya tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarga, bayangkan ada banyak orang di luar sana yang penghasilannya lebih kecil dari saya. Kami susah, dan saya dulu memilih Macri," tegas Julio Varela, seorang pegawai bank di Buenos Aires, dikutip dari Reuters.
Dikhawatirkan situasi Argentina akan meledak seperti Turki beberapa hari lalu. Investor menjadi memilih bermain aman dan meninggalkan negara-negara berkembang. Jika ini terjadi, maka IHSG dan rupiah akan kekurangan pasokan modal sehingga pelemahan sangat mungkin terjadi.
Perkembangan di AS dan Argentina berpotensi membuat dolar AS semakin kuat karena menjadi buruan investor yang memilih bermain aman. Beban rupiah akan semakin berat dan depresiasi kemungkinan akan berlanjut.
(aji/aji)
Kedua adalah potensi berlanjutnya pelemahan rupiah, karena keperkasaan dolar AS. Penguatan greenback ditopang oleh semakin kuatnya aura kenaikan suku bunga acuan.
Saat suku bunga naik, maka berinvestasi di instrumen berbasis dolar AS akan semakin menguntungkan karena imbalannya naik. Memegang dolar AS saja sebenarnya sudah untung, karena kenaikan suku bunga membuat ekspektasi inflasi terjangkar sehingga nilai mata uang tidak turun.
Rupiah sudah melemah 3 hari beruntun di hadapan dolar AS. Dengan rilis data Core PCE yang menyuntikkan energi baru buat dolar AS, kemungkinan rupiah kembali melemah menjadi terbuka.
Sentimen ketiga adalah dari Argentina. Dalam rapat insidental, Bank Sentral Argentina (BCRA) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan dari 45% menjadi 60%. Tujuannya adalah untuk memancing masuknya arus modal sehingga mampu menahan pelemahan mata uang peso.
Namun upaya ini belum membuahkan hasil signifikan. Pada pukul 05:58 WIB, peso masih anjlok 11,99% di hadapan dolar AS. Sejak awal tahun ini, peso sudah melemah 45,3%, terdalam di antara mata uang dunia.
Pelaku pasar membaca ada kepanikan dalam pemerintahan Presiden Mauricio Macri. Kemarin, Macri memutuskan untuk mengundang Dana Moneter Internasional (IMF). Sepertinya fasilitas utang US$ 50 miliar akan segera ditarik, dan IMF masuk untuk mendikte kebijakan ekonomi Negeri Tango.
Namun masuknya IMF bukan tanpa hambatan. Sebagian besar rakyat Argentina masih trauma dengan kehadiran IMF, yang juga hadir kala Argentina mengalami krisis pada awal dekade 2000-an.
Resep IMF, yaitu pengetatan fiskal dengan pemangkasan berbagai subsidi, ditengarai menjadi penyebab orang miskin menjadi tambah miskin. Kehadiran IMF kali ini kemungkinan masih membawa resep yang sama.
Oleh karena itu, posisi politik Macri menjadi kurang menguntungkan. Orang-orang yang dulu mendukungnya kini berbalik mencaci.
"Saya tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarga, bayangkan ada banyak orang di luar sana yang penghasilannya lebih kecil dari saya. Kami susah, dan saya dulu memilih Macri," tegas Julio Varela, seorang pegawai bank di Buenos Aires, dikutip dari Reuters.
Dikhawatirkan situasi Argentina akan meledak seperti Turki beberapa hari lalu. Investor menjadi memilih bermain aman dan meninggalkan negara-negara berkembang. Jika ini terjadi, maka IHSG dan rupiah akan kekurangan pasokan modal sehingga pelemahan sangat mungkin terjadi.
Perkembangan di AS dan Argentina berpotensi membuat dolar AS semakin kuat karena menjadi buruan investor yang memilih bermain aman. Beban rupiah akan semakin berat dan depresiasi kemungkinan akan berlanjut.
(aji/aji)
Pages
Most Popular