Newsletter

Perang Dagang, Argentina, Penguatan Dolar AS, Aduh...

Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Alfado Agustio, CNBC Indonesia
31 August 2018 06:38
Perang Dagang Hentikan Reli Wall Street
Foto: REUTERS/Andrew Kelly
Dari Wall Street, tiga indeks utama berakhir di zona merah. Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah 0,53%, S&P 500 terkoreksi 0,44%, dan Nasdaq Composite  berkurang 0,23%. 

Penyebab utama koreksi ini adalah adalah ketakutan atas perang dagang. Mengutip Reuters, beberapa orang sumber mengatakan Presiden AS Donald Trump akan mengenakan bea masuk kepada impor produk China senilai US$ 200 miliar pekan depan, segera setelah tahapan dengar pendapat berakhir. 

Trump tengah menggodok rencana pengenaan bea masuk itu, dan kini sedang dalam fase dengar pendapat yang dimulai 20 Agustus sampai 6 September. Setelah dengar pendapat ini selesai, Trump dikabarkan langsung mengeksekusi bea masuk tersebut. 

Gedung Putih menolak memberikan konfirmasi mengenai kebenaran kabar tersebut. Namun, pemberitaannya saja sudah cukup untuk membuat pelaku pasar khawatir. 

Pembicaraan dagang AS-Kanada dalam kerangka pembaruan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) tidak mampu membendung kekhawatiran itu. Padahal Washington dan Ottawa bekerja keras demi tercapainya kesepakatan. 

"Kami bekerja secara intensif dengan rapat-rapat hingga larut malam. Ada banyak niatan baik, banyak yang harus dilakukan dalam waktu singkat. Kami bekerja dengan sangat instens," kata Chrystia Freeland, Menteri Luar Negeri Kanada, dikutip dari Reuters. 

Salah satu isu yang masih dibahas adalah kebijakan Kanada yang mengenakan bea masuk sampai 300% untuk produk susu (dairy). Trump sering menyatakan keberatan atas kebijakan ini, yang dinilainya melukai petani AS. Namun bea masuk ini penting untuk melindungi kepentingan petani Kanada. 

"Kami punya hal besar untuk diselesaikan. Pada akhirnya, kami akan menjadi mitra dagang atau justru berkelahi," ujar Jerry Dias, perwakilan dari serikat pekerja Unifor. 

Selain perdagangan, rilis data terbaru di AS juga membebani Wall Street. Core Personal Consumption Expenditure (Core PCE) AS pada Juli 2018 tercatat sebesar 2% secara year-on-year. Core PCE menunjukkan konsumsi masyarakat minus barang-barang musiman sehingga bisa menjadi indikator laju inflasidan daya beli. Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) memilih menggunakan indikator PCE untuk memonitor inflasi, sehingga data ini menjadi penting. 

The Fed menargetkan Core PCE di kisaran 2% dalam jangka menengah. Kini target tersebut sudah tercapai, mencerminkan inflasi AS sudah berada di ujung batas aman. 

Artinya, ke depan ekspektasi inflasi harus dikendalikan. Caranya adalah dengan menaikkan suku bunga acuan. Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 25 basis poin menjadi 2-2,25% pada rapat edisi September mencapai 98,4%. Kemarin, probabilitasnya masih 96%. 

Didorong sentimen semakin besarnya kenaikan suku bunga acuan, pelaku pasar pindah dari pasar saham ke obligasi. Saham adalah instrumen yang kurang optimal dalam lingkungan suku bunga tinggi, sementara hal sebaliknya berlaku untuk obligasi. 

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular