
Newsletter
Dolar AS Siap Menerjang, Hati-hati Rupiah!
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
30 August 2018 07:08

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak variatif pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat, tetapi nilai tukar rupiah bernasib sebaliknya.
Kemarin, IHSG ditutup naik 0,37%. Sentimen domestik menjadi faktor penentu laju IHSG di tengah faktor eksternal yang mixed. Sentimen itu adalah dirilisnya aturan B20 (kewajiban pencampuran 20% bahan bakar nabati untuk minyak diesel/solar) yaitu Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 41/2018.
"Badan Usaha BBM (Bahan Bakar Minyak) sebagaimana dimaksud, meliputi: a. Badan Usaha BBM yang memiliki kilang dan menghasilkan BBM jenis minyak solar, dan b. Badan Usaha BBM yang melakukan impor BBM jenis minyak solar," bunyi Pasal 3 ayat (2) peraturan tersebut. Pemerintah menetapkan pengadaan sebanyak 940.407 kiloliter bahan bakar B20 pada periode September-Desember 2018.
Merespons hal tersebut, harga saham emiten-emiten sektor agrikultur, terutama yang bergerak dalam bidang produksi minyak sawit mentah (CPO), melonjak signifikan. TBLA meroket 6,57%, BWPT terdongkrak 6,48%, AALI naik 2,73%, dan LSIP bertambah 2,63%.
Seiring dengan kenaikan harga saham emiten-emiten produsen CPO, indeks sektor agrikultur naik hingga 2,27%. Tertinggi dibandingkan sektor saham penghuni IHSG lainnya.
Dari sisi eksternal, sentimen positif bagi IHSG datang dari optimisme bahwa Amerika Serikat (AS) dan Kanada bisa mencapai kesepakatan terkait perubahan kerangka Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA). "Masih ada beberapa hal yang belum selesai dengan Kanada. Namun sepertinya bisa diatasi dengan cepat," ujar seorang pejabat senior AS, dikutip dari Reuters.
Sebelum kedatangan delegasi Kanada ke Washington, Presiden AS Donald Trump sudah berbicara dengan Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau melalui sambungan telepon. "Kedua pemimpin sepakat untuk melanjutkan pembicaraan yang produktif," tutur Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung Putih, masih mengutip Reuters.
Perkembangan ini sedikit banyak membuat pelaku pasar masih mau mengambil risiko dengan masuk ke negara-negara berkembang. Aliran modal yang masuk ini menjadi pendorong gerak IHSG.
Namun di sisi lain, pelaku pasar juga mencemaskan risiko lanjutan episode perang dagang AS vs China. Investor harap-harap cemas menanti keputusan Presiden Trump yang berencana mengenakan bea masuk baru terhadap impor produk-produk China senilai US$200 miliar.
Kebijakan ini masih menjalani fase dengar pendapat yang dimulai pada 20 Agustus lalu. US Trade Representative melaporkan, sejauh ini dengar pendapat melibatkan 359 orang perwakilan dari dunia usaha. Mayoritas di antara mereka mengeluhkan kebijakan ini akan berdampak pada kenaikan harga produksi karena biaya impor akan naik.
Fase dengar pendapat akan berakhir pada 5 September dan jika mulus, bea masuk baru ini diperkirakan berlaku pada akhir bulan depan. Selain dunia usaha, Trump juga harus mendapatkan restu dari parlemen untuk menggolkan kebijakan ini.
Bila bea masuk ini berlaku, maka berbagai produk asal China akan kena bea masuk 25%. Produk-produk tersebut antara lain ban mobil, furnitur, produk kayu, tas, makanan anjing dan kucing, sarung tangan bisbol, sampai sepeda.
Kalau AS betul-betul menerapkan kebijakan ini, maka kemungkinan besar China pun akan membalas. Aksi 'balas pantun' ini akan terus berlangsung sebelum ada kesepakatan antara dua perekonomian terbesar di bumi tersebut.
Oleh karena itu, investor masih dibuat cemas oleh isu perang dagang AS vs China. Ini membuat pelaku pasar masih cenderung bermain aman, melepas aset-aset berisiko terutama di negara berkembang.
Sentimen eksternal yang mixed ini membuat rupiah tidak bisa menyamai prestasi IHSG. Kemarin, rupiah ditutup melemah 0,23% di hadapan dolar AS. Sentimen B20, yang sejatinya bertujuan untuk menekan impor, belum bisa banyak menolong rupiah.
Kemarin, IHSG ditutup naik 0,37%. Sentimen domestik menjadi faktor penentu laju IHSG di tengah faktor eksternal yang mixed. Sentimen itu adalah dirilisnya aturan B20 (kewajiban pencampuran 20% bahan bakar nabati untuk minyak diesel/solar) yaitu Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 41/2018.
"Badan Usaha BBM (Bahan Bakar Minyak) sebagaimana dimaksud, meliputi: a. Badan Usaha BBM yang memiliki kilang dan menghasilkan BBM jenis minyak solar, dan b. Badan Usaha BBM yang melakukan impor BBM jenis minyak solar," bunyi Pasal 3 ayat (2) peraturan tersebut. Pemerintah menetapkan pengadaan sebanyak 940.407 kiloliter bahan bakar B20 pada periode September-Desember 2018.
Merespons hal tersebut, harga saham emiten-emiten sektor agrikultur, terutama yang bergerak dalam bidang produksi minyak sawit mentah (CPO), melonjak signifikan. TBLA meroket 6,57%, BWPT terdongkrak 6,48%, AALI naik 2,73%, dan LSIP bertambah 2,63%.
Seiring dengan kenaikan harga saham emiten-emiten produsen CPO, indeks sektor agrikultur naik hingga 2,27%. Tertinggi dibandingkan sektor saham penghuni IHSG lainnya.
Dari sisi eksternal, sentimen positif bagi IHSG datang dari optimisme bahwa Amerika Serikat (AS) dan Kanada bisa mencapai kesepakatan terkait perubahan kerangka Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA). "Masih ada beberapa hal yang belum selesai dengan Kanada. Namun sepertinya bisa diatasi dengan cepat," ujar seorang pejabat senior AS, dikutip dari Reuters.
Sebelum kedatangan delegasi Kanada ke Washington, Presiden AS Donald Trump sudah berbicara dengan Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau melalui sambungan telepon. "Kedua pemimpin sepakat untuk melanjutkan pembicaraan yang produktif," tutur Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung Putih, masih mengutip Reuters.
Perkembangan ini sedikit banyak membuat pelaku pasar masih mau mengambil risiko dengan masuk ke negara-negara berkembang. Aliran modal yang masuk ini menjadi pendorong gerak IHSG.
Namun di sisi lain, pelaku pasar juga mencemaskan risiko lanjutan episode perang dagang AS vs China. Investor harap-harap cemas menanti keputusan Presiden Trump yang berencana mengenakan bea masuk baru terhadap impor produk-produk China senilai US$200 miliar.
Kebijakan ini masih menjalani fase dengar pendapat yang dimulai pada 20 Agustus lalu. US Trade Representative melaporkan, sejauh ini dengar pendapat melibatkan 359 orang perwakilan dari dunia usaha. Mayoritas di antara mereka mengeluhkan kebijakan ini akan berdampak pada kenaikan harga produksi karena biaya impor akan naik.
Fase dengar pendapat akan berakhir pada 5 September dan jika mulus, bea masuk baru ini diperkirakan berlaku pada akhir bulan depan. Selain dunia usaha, Trump juga harus mendapatkan restu dari parlemen untuk menggolkan kebijakan ini.
Bila bea masuk ini berlaku, maka berbagai produk asal China akan kena bea masuk 25%. Produk-produk tersebut antara lain ban mobil, furnitur, produk kayu, tas, makanan anjing dan kucing, sarung tangan bisbol, sampai sepeda.
Kalau AS betul-betul menerapkan kebijakan ini, maka kemungkinan besar China pun akan membalas. Aksi 'balas pantun' ini akan terus berlangsung sebelum ada kesepakatan antara dua perekonomian terbesar di bumi tersebut.
Oleh karena itu, investor masih dibuat cemas oleh isu perang dagang AS vs China. Ini membuat pelaku pasar masih cenderung bermain aman, melepas aset-aset berisiko terutama di negara berkembang.
Sentimen eksternal yang mixed ini membuat rupiah tidak bisa menyamai prestasi IHSG. Kemarin, rupiah ditutup melemah 0,23% di hadapan dolar AS. Sentimen B20, yang sejatinya bertujuan untuk menekan impor, belum bisa banyak menolong rupiah.
Pages
Most Popular