
Newsletter
AS-Kanada Siap 'Gencatan Senjata'?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 August 2018 06:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak variatif pada perdagangan kemarin. Faktor eksternal memberi warna yang signifikan bagi jalannya perdagangan, utamanya sentimen positif dari perdagangan Amerika Serikat (AS) dan para tetangganya.
Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,28%. IHSG bergerak searah dengan bursa saham utama regional yang juga mampu mengakhiri hari di teritori positif. Indeks Nikkei 225 menguat 0,06%, Hang Seng bertambah 0,28%, Kospi surplus 0,07%, dan Straits Time naik 0,68%.
Sentimen global yang kondusif menjadi pendorong penguatan bursa saham Benua Kuning. Sebelumnya, AS dan Meksiko telah mencapai kesepakatan dagang untuk memperbarui kerangka Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA). Dalam waktu dekat, Kanada juga dikabarkan mencapai kesepakatan serupa.
Perkembangan ini membuat investor menghembuskan nafas lega. Setidaknya AS dan para tetangganya sekarang lebih rukun dalam hal perdagangan. Sebelumnya, hubungan mereka sempat menegang kala AS memberlakukan bea masuk terhadap baja dan aluminium dari Kanada dan Meksiko. Kebijakan yang mendatangkan balasan pengenaan bea masuk atas ratusan produk made in USA di kedua negara tersebut.
Namun dengan tercapainya kesepakatan antara AS-Meksiko-Kanada, maka bisa saja berbagai bea masuk itu dicabut. Hawa di kawasan itu bisa kembali sejuk, perdagangan berjalan lancar, dan pertumbuhan ekonomi terjaga.
Hasil dari dinamika ini adalah investor punya optimisme tinggi dan berani mengambil risiko. Aliran modal mengalir cukup deras ke negara-negara berkembang di Asia. Dana-dana itu masuk ke pasar modal dan menyebabkan kenaikan indeks saham Asia secara massal, IHSG pun tidak ketinggalan.
Akan tetapi, mata uang Asia tidak bergerak sejalan dengan bursa saham. Mayoritas mata uang utama Asia justru melemah, termasuk rupiah.
Pada perdagangan kemarin, rupiah di pasar spot ditutup melemah tipis 0,01%, hampir stagnan. Saat pasar valas Indonesia tutup, berbagai mata uang Asia juga terdepresiasi. Yen Jepang melemah 0,02%, dolar Taiwan melemah 0,08%, dolar Singapura melemah 0,04%, baht Thailand melemah 0,12%, dan peso Filipina melemah 0,06%.
Penyebab pelemahan nilai tukar mata uang Asia adalah aksi buru dolar AS yang dilakukan investor. Koreksi dolar AS yang terjadi sebelumnya dirasa sudah cukup membuat harga greenback menjadi terjangkau, sehingga menarik minat investor. Permintaan dolar AS yang meningkat membuat nilai mata uang ini menguat.
Selain itu, kebijakan Bank Sentral China (PBoC) juga berkontribusi terhadap pelemahan mata uang Asia. Kemarin, PBoC menentukan nilai tengah yuan yang lebih menguat sehingga dolar AS menjadi lebih murah. Akibatnya, korporasi-korporasi di Negeri Tirai Bambu memborong dolar AS yang murah ini, sehingga membuat nilainya semakin mahal.
Namun, rupiah sebenarnya masih beruntung karena depresiasinya sangat tipis bahkan relatif stagnan. Rupiah terbantu oleh lelang obligasi pemerintah yang menuai hasil positif.
Lelang 6 seri Surat Berharga Negara (SBN) kemarin berhasil meraup dana sebesar Rp 20 triliun. Penawaran yang masuk mencapai Rp 59,28 triliun, jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata penawaran dalam 4 lelang terakhir yaitu Rp 34,85 triliun.
Aliran modal dari lelang SBN ini berhasil menjadi bantalan agar rupiah tidak jatuh terlalu dalam. Akhirnya rupiah mampu finis dengan pelemahan tipis, bahkan cenderung stagnan, lebih baik ketimbang mayoritas mata uang utama Asia.
Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,28%. IHSG bergerak searah dengan bursa saham utama regional yang juga mampu mengakhiri hari di teritori positif. Indeks Nikkei 225 menguat 0,06%, Hang Seng bertambah 0,28%, Kospi surplus 0,07%, dan Straits Time naik 0,68%.
Sentimen global yang kondusif menjadi pendorong penguatan bursa saham Benua Kuning. Sebelumnya, AS dan Meksiko telah mencapai kesepakatan dagang untuk memperbarui kerangka Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA). Dalam waktu dekat, Kanada juga dikabarkan mencapai kesepakatan serupa.
Perkembangan ini membuat investor menghembuskan nafas lega. Setidaknya AS dan para tetangganya sekarang lebih rukun dalam hal perdagangan. Sebelumnya, hubungan mereka sempat menegang kala AS memberlakukan bea masuk terhadap baja dan aluminium dari Kanada dan Meksiko. Kebijakan yang mendatangkan balasan pengenaan bea masuk atas ratusan produk made in USA di kedua negara tersebut.
Namun dengan tercapainya kesepakatan antara AS-Meksiko-Kanada, maka bisa saja berbagai bea masuk itu dicabut. Hawa di kawasan itu bisa kembali sejuk, perdagangan berjalan lancar, dan pertumbuhan ekonomi terjaga.
Hasil dari dinamika ini adalah investor punya optimisme tinggi dan berani mengambil risiko. Aliran modal mengalir cukup deras ke negara-negara berkembang di Asia. Dana-dana itu masuk ke pasar modal dan menyebabkan kenaikan indeks saham Asia secara massal, IHSG pun tidak ketinggalan.
Akan tetapi, mata uang Asia tidak bergerak sejalan dengan bursa saham. Mayoritas mata uang utama Asia justru melemah, termasuk rupiah.
Pada perdagangan kemarin, rupiah di pasar spot ditutup melemah tipis 0,01%, hampir stagnan. Saat pasar valas Indonesia tutup, berbagai mata uang Asia juga terdepresiasi. Yen Jepang melemah 0,02%, dolar Taiwan melemah 0,08%, dolar Singapura melemah 0,04%, baht Thailand melemah 0,12%, dan peso Filipina melemah 0,06%.
Penyebab pelemahan nilai tukar mata uang Asia adalah aksi buru dolar AS yang dilakukan investor. Koreksi dolar AS yang terjadi sebelumnya dirasa sudah cukup membuat harga greenback menjadi terjangkau, sehingga menarik minat investor. Permintaan dolar AS yang meningkat membuat nilai mata uang ini menguat.
Selain itu, kebijakan Bank Sentral China (PBoC) juga berkontribusi terhadap pelemahan mata uang Asia. Kemarin, PBoC menentukan nilai tengah yuan yang lebih menguat sehingga dolar AS menjadi lebih murah. Akibatnya, korporasi-korporasi di Negeri Tirai Bambu memborong dolar AS yang murah ini, sehingga membuat nilainya semakin mahal.
Namun, rupiah sebenarnya masih beruntung karena depresiasinya sangat tipis bahkan relatif stagnan. Rupiah terbantu oleh lelang obligasi pemerintah yang menuai hasil positif.
Lelang 6 seri Surat Berharga Negara (SBN) kemarin berhasil meraup dana sebesar Rp 20 triliun. Penawaran yang masuk mencapai Rp 59,28 triliun, jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata penawaran dalam 4 lelang terakhir yaitu Rp 34,85 triliun.
Aliran modal dari lelang SBN ini berhasil menjadi bantalan agar rupiah tidak jatuh terlalu dalam. Akhirnya rupiah mampu finis dengan pelemahan tipis, bahkan cenderung stagnan, lebih baik ketimbang mayoritas mata uang utama Asia.
Pages
Most Popular