Newsletter

Ada Angin Surga dari Amerika, Rupiah Bisa Berjaya?

Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
27 August 2018 05:54
Pidato Jerome Powell Minim Kejutan, Wall Street Melesat
Foto: REUTERS/Lucas Jackson
Dari Wall Street, tiga indeks utama mencatatkan penguatan sepanjang pekan lalu. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,47%, S&P 500 menguat 0,87%, dan Nasdaq Composite melesat 1,66%.  

Sementara pada perdagangan akhir pekan lalu, tiga indeks ini juga mampu membukukan kenaikan. DJIA naik 0,52%, S&P 500 menguat 0,62%, dan Nasdaq bertambah 0,97%. 

Penyebab laju penguatan bursa saham New York akhir pekan lalu adalah pidato Jerome Powell di pertemuan tahunan The Fed di Jackson Hole, Wyoming. Dalam pidato tersebut, Powell menyebutkan kenaikan suku bunga acuan merupakan langkah terbaik untuk melindungi pemulihan ekonomi Negeri Paman Sam. 

"Ekonomi kita kuat. Inflasi mendekati target 2%, dan banyak orang sudah mendapatkan pekerjaan. Jika pertumbuhan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja ini terus terjadi, maka kenaikan suku bunga acuan secara bertahap memang sudah selayaknya dilakukan," sebut Powell, mengutip Reuters. 

Pernyataan Powell itu dibaca oleh pelaku pasar seolah menjadi penegasan bahwa The Fed tidak bisa diintervensi oleh siapa pun, termasuk Presiden Trump. Pekan lalu, Trump terang-terangan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan The Fed yang terus menaikkan suku bunga acuan. 

"Dengan angka pengangguran yang rendah, mengapa kami mengetatkan kebijakan moneter? Dengan problem inflasi yang belum kelihatan, mengapa kami mengetatkan kebijakan moneter yang bisa menghambat penciptaan lapangan kerja dan ekspansi ekonomi? Kami hanya ingin bergerak hati-hati. Kenaikan suku bunga secara gradual adalah langkah kami untuk mengatasi risiko tersebut (inflasi dan ekspansi ekonomi yang terlalu kencang)," ungkap Powell. 

Pelaku pasar merespons positif pernyataan-pernyataan Powell. Apa yang disebutkan Powell menjadi konfirmasi atas keyakinan pasar, bahwa ekonomi AS memang terus membaik. Salah satunya tercermin dari data terbaru yaitu pemesanan barang modal buatan AS.

Pada Juli, pemesanan barang modal made in USA naik 1,4% secara YoY. Lebih baik dibandingkan Juni yang tumbuh 0,9% YoY. 

"Apa yang dikatakan Powell adalah sesuatu yang ingin didengarkan oleh pasar. Data-data ekonomi yang kuat menjadi perhatian, dan Powell tahu itu," kata Oliver Pursche, Chief Market Strategist di Bruderman Aset Management yang berbasis di New York, dikutip dari Reuters. 

Meski positif bagi Wall Street, pidato Powell tersebut ternyata menjadi sentimen negatif bagi dolar AS. Pasalnya, Powell tidak memberikan petunjuk yang jelas mengenai kenaikan suku bunga acuan dua kali lagi sampai akhir tahun, atau empat kali sepanjang 2018. Pidato Powell seolah minim faktor kejutan yang bisa menjadi pendongkrak bagi greenback

Selain itu, Powell juga menyebut bahwa sejauh ini AS belum mengalami masalah inflasi. Artinya, justru ada kemungkinan The Fed tidak terlalu agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Dengan inflasi yang masih sesuai harapan, maka sepertinya belum ada kebutuhan bagi The Fed untuk lebih agresif dalam pengetatan kebijakan moneter. 

Akibatnya, Dollar Index (yang mengukur dolar AS secara relatif terhadap enam mata uang utama) sempat melemah 0,25% pada akhir pekan lalu. Ini bukan kabar baik bagi dolar AS menyambut pekan yang baru. 

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular