
Newsletter
Turki Terus Dimonitor, Jangan Kasih Kendor
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
14 August 2018 05:52

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentunya koreksi yang terjadi di Wall Street. Dikhawatirkan virus koreksi itu menular dan menjangkiti bursa saham Benua Kuning, termasuk Indonesia. Sebab, biasanya memang dinamika di Wall Street memberi warna yang cukup kental terhadap bursa saham Asia.
Sentimen kedua adalah masih berlanjutnya kekhawatiran terhadap situasi di Turki. Terbukti dari Wall Street yang terjebak di zona merah karena sentimen ini. Kemarin, Bank Sentral Turki berusaha menenangkan investor global dengan menyatakan bahwa mereka akan menyediakan sebanyak mungkin likuiditas bagi bank-bank dalam negeri. Selain itu, bank sentral juga siap sedia dalam memantau perkembangan dari krisis ekonomi di Negeri Kebab.
Pernyataan Bank Sentral Turki sedikit menenangkan pelaku pasar. Lira memang masih melemah di kisaran 6%, tetapi ini jauh membaik dibandingkan akhir pekan lalu yang terperosok sampai nyaris 16%.
Namun, sepertinya investor belum sepenuhnya percaya terhadap prospek ekonomi Turki. Pasalnya, banyak faktor luar yang masuk dan mengintervensi jalannya ekonomi di negara tersebut.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan masih dianggap terlalu jauh mencampuri urusan ekonomi. Dia berkali-kali menyebutkan bahwa bank sentral seharusnya menurunkan suku bunga acuan. Erdogan juga menunjuk menantunya, Berat Albayrak, sebagai Menteri Keuangan.
Belum lagi hubungan Ankara dengan Washington semakin memburuk. Erdogan menyerukan saat ini Turki tengah menghadap perang ekonomi akibat serangan-serangan yang dilancarkan AS.
"Perkembangan dalam beberapa pekan terakhir menunjukkan bahwa Turki sedang diserang. Sudah jelas bahwa serangan-serangan ini akan berlanjut untuk beberapa waktu," kata Erdogan dalam rapat bersama para duta besar, dikutip dari Reuters.
Akan tetapi, klaim Erdogan tersebut mendapat bantahan dari berbagai pihak. Angela Merkel, Kanselir Jerman, menegaskan bahwa tidak ada yang mendapat keuntungan dengan instabilitas ekonomi di Turki. Merkel seolah meminta Turki bercermin bahwa mungkin masalahnya ada di mereka sendiri.
"Tidak ada yang punya kepentingan tertentu di balik instabilitas ekonomi Turki. Namun ini memang harus diperbaiki, salah satunya dengan menjamin independensi bank sentral. Jerman tentunya ingin melihat Turki yang sejahtera, itulah kepentingan kami," tutur Merkel, mengutip Reuters.
Situasi di Turki yang masih memanas sepertinya tetap menjadi perhatian utama investor dunia. Namun apakah kadar keparahannya sama dengan kemarin, layak untuk dimonitor. Jangan sampai kendur.
Sentimen ketiga adalah perkembangan nilai tukar dolar AS. Masih disebabkan oleh perilaku investor yang mencari aman, greenback tetap menjadi primadona dan terus menguat. Pada pukul 05:03 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi dolar AS secara relatif di hadapan enam mata uang utama) masih menguat 0,03%.
Jika penguatan ini bertahan sepanjang hari, maka bersiaplah menghadapi depresiasi rupiah. Saat rupiah berpotensi melemah, investor pun cenderung menghindar dari bursa saham Indonesia karena mengoleksi aset berbasis mata uang ini tidak membuahkan cuan. Akibatnya, IHSG terancam kembali ke zona merah.
Sentimen keempat adalah harga minyak yang turun, meski dalam rentang terbatas. Pada pukul 05:09 WIB, harga minyak jenis light sweet turun 0,41% dan brent terkoreksi 0,05%.
Penurunan light sweet yang lebih dalam dibandingkan brent merupakan akibat dari peningkatan cadangan minyak AS. Mengutip Reuters, cadangan minyak di Cushing (Oklahoma) pada pekan pekan lalu diperkirakan naik 1,7 juta barel.
Ini karena fasilitas milik Syncrude di Kanada sudah mulai beroperasi terbatas sehingga bisa memasok si emas hitam. Operasi penuh dijadwalkan pada bulan depan.
Penurunan harga minyak bukan kabar gembira bagi IHSG. Saat harga minyak turun, emiten migas dan pertambangan kurang mendapat apresiasi. Ini bisa mempengaruhi IHSG secara keseluruhan.
(aji/aji)
Sentimen kedua adalah masih berlanjutnya kekhawatiran terhadap situasi di Turki. Terbukti dari Wall Street yang terjebak di zona merah karena sentimen ini. Kemarin, Bank Sentral Turki berusaha menenangkan investor global dengan menyatakan bahwa mereka akan menyediakan sebanyak mungkin likuiditas bagi bank-bank dalam negeri. Selain itu, bank sentral juga siap sedia dalam memantau perkembangan dari krisis ekonomi di Negeri Kebab.
Pernyataan Bank Sentral Turki sedikit menenangkan pelaku pasar. Lira memang masih melemah di kisaran 6%, tetapi ini jauh membaik dibandingkan akhir pekan lalu yang terperosok sampai nyaris 16%.
Namun, sepertinya investor belum sepenuhnya percaya terhadap prospek ekonomi Turki. Pasalnya, banyak faktor luar yang masuk dan mengintervensi jalannya ekonomi di negara tersebut.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan masih dianggap terlalu jauh mencampuri urusan ekonomi. Dia berkali-kali menyebutkan bahwa bank sentral seharusnya menurunkan suku bunga acuan. Erdogan juga menunjuk menantunya, Berat Albayrak, sebagai Menteri Keuangan.
Belum lagi hubungan Ankara dengan Washington semakin memburuk. Erdogan menyerukan saat ini Turki tengah menghadap perang ekonomi akibat serangan-serangan yang dilancarkan AS.
"Perkembangan dalam beberapa pekan terakhir menunjukkan bahwa Turki sedang diserang. Sudah jelas bahwa serangan-serangan ini akan berlanjut untuk beberapa waktu," kata Erdogan dalam rapat bersama para duta besar, dikutip dari Reuters.
Akan tetapi, klaim Erdogan tersebut mendapat bantahan dari berbagai pihak. Angela Merkel, Kanselir Jerman, menegaskan bahwa tidak ada yang mendapat keuntungan dengan instabilitas ekonomi di Turki. Merkel seolah meminta Turki bercermin bahwa mungkin masalahnya ada di mereka sendiri.
"Tidak ada yang punya kepentingan tertentu di balik instabilitas ekonomi Turki. Namun ini memang harus diperbaiki, salah satunya dengan menjamin independensi bank sentral. Jerman tentunya ingin melihat Turki yang sejahtera, itulah kepentingan kami," tutur Merkel, mengutip Reuters.
Situasi di Turki yang masih memanas sepertinya tetap menjadi perhatian utama investor dunia. Namun apakah kadar keparahannya sama dengan kemarin, layak untuk dimonitor. Jangan sampai kendur.
Sentimen ketiga adalah perkembangan nilai tukar dolar AS. Masih disebabkan oleh perilaku investor yang mencari aman, greenback tetap menjadi primadona dan terus menguat. Pada pukul 05:03 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi dolar AS secara relatif di hadapan enam mata uang utama) masih menguat 0,03%.
Jika penguatan ini bertahan sepanjang hari, maka bersiaplah menghadapi depresiasi rupiah. Saat rupiah berpotensi melemah, investor pun cenderung menghindar dari bursa saham Indonesia karena mengoleksi aset berbasis mata uang ini tidak membuahkan cuan. Akibatnya, IHSG terancam kembali ke zona merah.
Sentimen keempat adalah harga minyak yang turun, meski dalam rentang terbatas. Pada pukul 05:09 WIB, harga minyak jenis light sweet turun 0,41% dan brent terkoreksi 0,05%.
Penurunan light sweet yang lebih dalam dibandingkan brent merupakan akibat dari peningkatan cadangan minyak AS. Mengutip Reuters, cadangan minyak di Cushing (Oklahoma) pada pekan pekan lalu diperkirakan naik 1,7 juta barel.
Ini karena fasilitas milik Syncrude di Kanada sudah mulai beroperasi terbatas sehingga bisa memasok si emas hitam. Operasi penuh dijadwalkan pada bulan depan.
Penurunan harga minyak bukan kabar gembira bagi IHSG. Saat harga minyak turun, emiten migas dan pertambangan kurang mendapat apresiasi. Ini bisa mempengaruhi IHSG secara keseluruhan.
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular