Newsletter

Jokowi-Ma'ruf Amin vs Prabowo-Sandi, Siapa Pilihan Pasar?

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
10 August 2018 06:04
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (1)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Untuk perdagangan hari ini, ada beberapa sentimen yang patut menjadi perhatian. Pertama tentu kinerja Wall Street yang kurang ciamik. Dikhawatirkan ini bisa menular ke Asia, karena biasanya dinamika di bursa saham New York memberi warna kepada Benua Kuning. 

Kedua adalah nilai tukar dolar AS. Setelah beberapa hari tertekan, greenback sepertinya siap mengamuk. Pada pukul 04:29 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama) menanjak 0,58%. 

Data ekonomi AS yang membaik dan aura kenaikan suku bunga acuan menjadi booster bagi dolar AS. Jika suku bunga naik, maka berinvestasi di instrumen berbasis greenback (khususnya fixed income) akan lebih menarik karena memberikan imbalan tinggi. Ini membuat dolar AS menjadi buruan pelaku pasar. 

Selain itu, perang dagang juga menopang apresiasi dolar AS. Bagaimanapun, AS bukanlah negara yang menggantungkan diri terhadap ekspor. Dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) di AS, ekspor hanya menyumbang sekitar 12%. Ini di bawah rata-rata dunia yang mencapai 28,52%. 

Di China, ekspor berkontribusi sekitar 20% dari PDB. Oleh karena itu, perekonomian China terlihat lebih rentan dalam menghadapi perang dagang. 

Jika dolar AS terus bertahan di jalur pendakian, maka rupiah bisa tertekan. Apalagi rupiah sudah menguat dalam 4 hari perdagangan terakhir.  

Depresiasi rupiah (bila terjadi) akan menjadi sentimen negatif di pasar. Sebab, potensi pelemahan rupiah akan membuat harga instrumen berbasis mata uang ini akan turun pada kemudian hari, sehingga menjadi kurang menarik. Apabila terjadi pelepasan aset, maka dampaknya tentu kurang menggembirakan. 

Ketiga adalah harga minyak, sentimen yang sukses membuat Wall Street terkoreksi. Jika penurunan harga minyak berlanjut, maka dampaknya bisa negatif bagi IHSG. Emiten migas dan pertambangan akan kurang diapresiasi investor saat harga minyak turun. 

Keempat adalah dari perdagangan. Beberapa waktu lalu, AS dan Uni Eropa sepakat untuk 'berdamai' dan melakukan negosiasi untuk menghindari perang dagang.

Salah satu komitmen dalam kesepakatan itu adalah Uni Eropa akan membeli lebih banyak gas alam cair (Liquified Natural Gas/LNG) dari AS. Namun, ternyata janji itu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Jean-Claude Juncker, Presiden Uni Eropa, mengeluhkan harga LNG dari AS yang dinilainya terlalu mahal. 

"Ekspor LNG dari AS, jika harganya kompetitif, akan memainkan peran penting dan strategis untuk menjaga pasokan di Uni Eropa. AS perlu melakukan sesuatu," kata Juncker, seperti dikutip Reuters. 

Sampai saat ini belum ada pernyataan resmi dari Washington mengenai keluhan tersebut. Namun jika sampai membuat Presiden AS Donald Trump ngambek, maka bisa saja hubungan dengan Benua Biru kembali memanas. Semoga tidak, tetapi perkembangan isu ini layak untuk terus dimonitor. 

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular