
Newsletter
Jokowi-Ma'ruf Amin vs Prabowo-Sandi, Siapa Pilihan Pasar?
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
10 August 2018 06:04

Dari Wall Street, performa negatif berlanjut. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,29%, S&P 500 melemah 0,14%, dan Nasdaq Composite berkurang 0,03%. Reli Nasdaq yang berlangsung sejak 31 Juli akhirnya terhenti sementara DJIA dan S&P 500 sudah melemah pada perdagangan hari sebelumnya.
Penurunan harga minyak menjadi penyebab koreksi di Wall Street. Pada pukul 04:10 WIB, harga minyak jenis light sweet maupun brent turun masing-masing 0,36%.
Harga minyak turun karena perang dagang yang dikhawatirkan mempengaruhi permintaan. Perang dagang (bila berlangsung lama) akan membuat perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia terancam.
Kala perdagangan dan pertumbuhan ekonomi melambat, maka permintaan energi pun ikut turun. Akibatnya, indeks sektor energi di DJIA merosot 0,75% dan menjadi pemberat utama di Wall Street.
Selain itu, data terbaru di AS juga kurang suportif buat Wall Street. Jumlah klaim tunjangan pengangguran pada pekan lalu turun 6.000 dibandingkan pekan sebelumnya menjadi 213.000. Lebih rendah dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 220.00.
Data ini menandakan pasar tenaga kerja AS semakin kuat sehingga The Federal Reserve/The Fed akan semakin yakin untuk menaikkan suku bunga acuan lebih agresif. Saham bukan instrumen yang bekerja optimal dalam lingkungan suku bunga tinggi, tidak seperti obligasi. Oleh karena itu, setiap kabar kenaikan suku bunga akan direspons negatif oleh pasar saham tetapi positif bagi pasar surat utang.
Didorong sentimen kenaikan suku bunga acuan, sepertinya memang terjadi pengalihan dana ke pasar obligasi AS. Hal ini tercermin dari penurunan imbal hasil (yield) yang menandakan harga sedang naik akibat lonjakan permintaan.
Yield obligasi pemerintah AS tenor 5 tahun turun 2,9 basis poin (bps). Sementara untuk tenor 10 tahun turun 3,7 bps dan 30 tahun turun 4,6 bps.
Penurunan yield kemudian mempengaruhi saham-saham sektor keuangan, karena emiten di sektor ini adalah pemegang obligasi. Ketika yield obligasi turun, maka cuan perusahaan keuangan juga ikut turun karena mereka banyak berinvestasi di pasar surat utang. Indeks sektor keuangan di DJIA turun 0,62%.
Saham Tesla juga layak menjadi salah satu highlight, karena terkoreksi sampai 4,83%. Belum lama ini, saham Tesla sempat naik hampir 11% karena sang bos, Elon Musk, mencuit melalui Twitter bahwa dirinya tengah mempertimbangkan membuat perusahaan mobil listrik itu go private.
Artinya, ke depan bisa saja saham Tesla hilang dari peredaran karena tidak lagi menjadi perusahaan terbuka. Saham Tesla pun sempat menjadi buruan investor.
Namun hari ini pernyataan Musk justru menjadi bumerang bagi Tesla. Sebab, pelaku pasar mulai ragu apakah keinginan delisting itu bisa terwujud. Mengundurkan diri dari bursa bukan sesuatu yang mudah dan murah karena harus melalui jalan panjang menebus satu per satu saham yang dimiliki investor.
Selain itu, pernyataan Musk kini mengundang regulator pasar modal AS (US Security and Exchange Committee/SEC) untuk melakukan penyelidikan. Mengutip Wall Street Journal, SEC mempertanyakan mengapa Musk memilih untuk mengumumkan aksi korporasi sepenting itu melalui cuitan Twitter dibandingkan keterbukaan informasi di bursa. SEC juga mempertanyakan apakah rencana go private ini sudah melindungi kepentingan investor.
(aji/aji)
Penurunan harga minyak menjadi penyebab koreksi di Wall Street. Pada pukul 04:10 WIB, harga minyak jenis light sweet maupun brent turun masing-masing 0,36%.
Harga minyak turun karena perang dagang yang dikhawatirkan mempengaruhi permintaan. Perang dagang (bila berlangsung lama) akan membuat perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia terancam.
Kala perdagangan dan pertumbuhan ekonomi melambat, maka permintaan energi pun ikut turun. Akibatnya, indeks sektor energi di DJIA merosot 0,75% dan menjadi pemberat utama di Wall Street.
Selain itu, data terbaru di AS juga kurang suportif buat Wall Street. Jumlah klaim tunjangan pengangguran pada pekan lalu turun 6.000 dibandingkan pekan sebelumnya menjadi 213.000. Lebih rendah dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 220.00.
Data ini menandakan pasar tenaga kerja AS semakin kuat sehingga The Federal Reserve/The Fed akan semakin yakin untuk menaikkan suku bunga acuan lebih agresif. Saham bukan instrumen yang bekerja optimal dalam lingkungan suku bunga tinggi, tidak seperti obligasi. Oleh karena itu, setiap kabar kenaikan suku bunga akan direspons negatif oleh pasar saham tetapi positif bagi pasar surat utang.
Didorong sentimen kenaikan suku bunga acuan, sepertinya memang terjadi pengalihan dana ke pasar obligasi AS. Hal ini tercermin dari penurunan imbal hasil (yield) yang menandakan harga sedang naik akibat lonjakan permintaan.
Yield obligasi pemerintah AS tenor 5 tahun turun 2,9 basis poin (bps). Sementara untuk tenor 10 tahun turun 3,7 bps dan 30 tahun turun 4,6 bps.
Penurunan yield kemudian mempengaruhi saham-saham sektor keuangan, karena emiten di sektor ini adalah pemegang obligasi. Ketika yield obligasi turun, maka cuan perusahaan keuangan juga ikut turun karena mereka banyak berinvestasi di pasar surat utang. Indeks sektor keuangan di DJIA turun 0,62%.
Saham Tesla juga layak menjadi salah satu highlight, karena terkoreksi sampai 4,83%. Belum lama ini, saham Tesla sempat naik hampir 11% karena sang bos, Elon Musk, mencuit melalui Twitter bahwa dirinya tengah mempertimbangkan membuat perusahaan mobil listrik itu go private.
Artinya, ke depan bisa saja saham Tesla hilang dari peredaran karena tidak lagi menjadi perusahaan terbuka. Saham Tesla pun sempat menjadi buruan investor.
Namun hari ini pernyataan Musk justru menjadi bumerang bagi Tesla. Sebab, pelaku pasar mulai ragu apakah keinginan delisting itu bisa terwujud. Mengundurkan diri dari bursa bukan sesuatu yang mudah dan murah karena harus melalui jalan panjang menebus satu per satu saham yang dimiliki investor.
Selain itu, pernyataan Musk kini mengundang regulator pasar modal AS (US Security and Exchange Committee/SEC) untuk melakukan penyelidikan. Mengutip Wall Street Journal, SEC mempertanyakan mengapa Musk memilih untuk mengumumkan aksi korporasi sepenting itu melalui cuitan Twitter dibandingkan keterbukaan informasi di bursa. SEC juga mempertanyakan apakah rencana go private ini sudah melindungi kepentingan investor.
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular