
Newsletter
Keuntungan Begitu Menggoda, Selanjutnya Terserah Anda
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
12 July 2018 05:54

Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu koreksi Wall Street, yang bisa menular ke Asia. Biasanya dinamika Wall Street akan memberi warna bagi perjalanan bursa Asia, termasuk Indonesia.
Kedua, sepertinya dolar AS belum mau berhenti menguat. Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama) menguat sampai 0,6% pada pukul 04:31 WIB.
Apresiasi dolar AS didorong oleh rilis data indeks harga produsen yang meningkat, yang bisa ditransmisikan menjadi kenaikan harga di tingkat konsumen. Inflasi. Oleh karena itu, ada kemungkinan The Fed akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga acuan.
Kenaikan suku bunga akan membuat ekspektasi inflasi terjangkar sehingga nilai mata uang naik. Selain itu, kenaikan suku bunga juga akan memancing arus modal untuk datang karena mengharapkan keuntungan lebih.
Penguatan dolar AS akan menekan mata uang lain, termasuk rupiah. Saat rupiah melemah, maka berinvestasi di instrumen-instrumen berbasis mata uang ini menjadi kurang menarik karena nilainya turun.
Akibatnya, bursa saham Indonesia bisa ditinggalkan oleh investor terutama asing. Keluarnya investor asing bisa menjadi sentimen negatif bagi IHSG.
Selain itu, ada sentimen negatif yang bisa mempengaruhi rupiah. Pemerintah dan DPR sepakat untuk menaikkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dari Rp 500/liter menjadi Rp 2.000/liter. Kenaikan subsidi akan membuat harga solar tetap terjangkau sehingga konsumsinya tidak bisa dibendung.
Kenaikan konsumsi tentu bukan berita baik bagi negara net importir minyak dan produk turunannya seperti Indonesia. Sebagai informasi, impor migas Indonesia pada Januari-Mei 2018 mencapai US$ 11,88 miliar. Naik 18,58% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Tingginya impor migas membuat neraca perdagangan defisit US$ 2,83 miliar. Defisit neraca perdagangan ini kemudian menjadi beban bagi transaksi berjalan (current account). Saat defisit di transaksi berjalan makin dalam, maka rupiah pun di ujung tanduk karena minim sokongan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa.
Oleh karena itu, rupiah bisa semakin tertekan dengan keputusan tambahan subsidi solar. Risiko yang menghantui rupiah pun kini bukan lagi dari luar negeri, tetapi juga dari faktor domestik.
Investor juga masih perlu mencermati isu perang dagang. Meski Trump ngotot untuk menerapkan bea masuk baru bagi produk-produk China, tetapi sepertinya rencana itu tidak akan mulus karena mendapat tentangan dari legislatif. Bahkan yang berasal dari Partai Republik pengusung Trump.
"Pengumuman pemerintah sepertinya sangat gegabah. Lagi pula, sepertinya ini bukan pendekatan yang fokus," ujar Orrin Hatch, Ketua Komite Keuangan Senat AS dari Partai Republik, dikutip dari Reuters.
"China memang menjalankan praktik perdagangan yang tidak adil. Namun saya rasa bea masuk bukan jalan keluarnya," kata Ketua Kongres AS Paul Ryan yang juga dari Partai Republik.
"Bea masuk intinya adalah pajak. Mengenakan pajak bagi produk-produk senilai US$ 200 miliar akan menaikkan harga kebutuhan sehari-hari keluarga di AS," tegas Blair Latoff Holmes, Juru Bicara Kamar Dagang AS.
Jadi, masih ada harapan rencana Trump untuk menggolkan bea masuk tambahan kandas. Jika tidak disetujui oleh legislatif, maka rencana ini tidak akan terwujud.
Dengan begitu, ada kemungkinan perang dagang AS-China tidak bertambah panas. Ini tentu akan menjadi kabar gembira bagi pasar keuangan global, tidak terkecuali Indonesia.
(aji/aji)
Kedua, sepertinya dolar AS belum mau berhenti menguat. Dollar Index (yang mencerminkan posisi dolar AS terhadap enam mata uang utama) menguat sampai 0,6% pada pukul 04:31 WIB.
Apresiasi dolar AS didorong oleh rilis data indeks harga produsen yang meningkat, yang bisa ditransmisikan menjadi kenaikan harga di tingkat konsumen. Inflasi. Oleh karena itu, ada kemungkinan The Fed akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga acuan.
Kenaikan suku bunga akan membuat ekspektasi inflasi terjangkar sehingga nilai mata uang naik. Selain itu, kenaikan suku bunga juga akan memancing arus modal untuk datang karena mengharapkan keuntungan lebih.
Penguatan dolar AS akan menekan mata uang lain, termasuk rupiah. Saat rupiah melemah, maka berinvestasi di instrumen-instrumen berbasis mata uang ini menjadi kurang menarik karena nilainya turun.
Akibatnya, bursa saham Indonesia bisa ditinggalkan oleh investor terutama asing. Keluarnya investor asing bisa menjadi sentimen negatif bagi IHSG.
Selain itu, ada sentimen negatif yang bisa mempengaruhi rupiah. Pemerintah dan DPR sepakat untuk menaikkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dari Rp 500/liter menjadi Rp 2.000/liter. Kenaikan subsidi akan membuat harga solar tetap terjangkau sehingga konsumsinya tidak bisa dibendung.
Kenaikan konsumsi tentu bukan berita baik bagi negara net importir minyak dan produk turunannya seperti Indonesia. Sebagai informasi, impor migas Indonesia pada Januari-Mei 2018 mencapai US$ 11,88 miliar. Naik 18,58% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Tingginya impor migas membuat neraca perdagangan defisit US$ 2,83 miliar. Defisit neraca perdagangan ini kemudian menjadi beban bagi transaksi berjalan (current account). Saat defisit di transaksi berjalan makin dalam, maka rupiah pun di ujung tanduk karena minim sokongan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa.
Oleh karena itu, rupiah bisa semakin tertekan dengan keputusan tambahan subsidi solar. Risiko yang menghantui rupiah pun kini bukan lagi dari luar negeri, tetapi juga dari faktor domestik.
Investor juga masih perlu mencermati isu perang dagang. Meski Trump ngotot untuk menerapkan bea masuk baru bagi produk-produk China, tetapi sepertinya rencana itu tidak akan mulus karena mendapat tentangan dari legislatif. Bahkan yang berasal dari Partai Republik pengusung Trump.
"Pengumuman pemerintah sepertinya sangat gegabah. Lagi pula, sepertinya ini bukan pendekatan yang fokus," ujar Orrin Hatch, Ketua Komite Keuangan Senat AS dari Partai Republik, dikutip dari Reuters.
"China memang menjalankan praktik perdagangan yang tidak adil. Namun saya rasa bea masuk bukan jalan keluarnya," kata Ketua Kongres AS Paul Ryan yang juga dari Partai Republik.
"Bea masuk intinya adalah pajak. Mengenakan pajak bagi produk-produk senilai US$ 200 miliar akan menaikkan harga kebutuhan sehari-hari keluarga di AS," tegas Blair Latoff Holmes, Juru Bicara Kamar Dagang AS.
Jadi, masih ada harapan rencana Trump untuk menggolkan bea masuk tambahan kandas. Jika tidak disetujui oleh legislatif, maka rencana ini tidak akan terwujud.
Dengan begitu, ada kemungkinan perang dagang AS-China tidak bertambah panas. Ini tentu akan menjadi kabar gembira bagi pasar keuangan global, tidak terkecuali Indonesia.
(aji/aji)
Pages
Most Popular