
Newsletter
Keuntungan Begitu Menggoda, Selanjutnya Terserah Anda
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
12 July 2018 05:54

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu menguat tipis pada perdagangan kemarin. Padahal IHSG hampir sepanjang hari terjebak di zona merah.
Kemarin, IHSG berakhir dengan penguatan 0,2%. Nilai transaksi tercatat Rp 7,3 triliun dengan volume sebanyak 9,17 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 375.647 kali.
Tekanan bagi IHSG datang dari kembali memanasnya hubungan perdagangan Amerika Serikat (AS) dengan China. Pemerintahan Presiden AS Donald Trump mengumumkan daftar barang-barang asal China senilai US$ 200 miliar (Rp 2.875 triliun) yang akan dikenakan bea masuk baru sebesar 10%.
Beberapa produk yang masuk daftar di antaranya rokok, farmasi, batu bara, ban mobil, furnitur, barang dari kayu, tas, makanan anjing dan kucing, sarung tangan bisbol, karpet, pintu, sepeda, papan ski, tas golf, tisu toilet, sampai produk-produk kecantikan. Sejumlah produk yang kini disasar AS tersebut adalah barang-barang yang masuk dalam program Made in China 2025, sebuah rencana strategis Beijing untuk membuat China menjadi pemimpin industri-industri penting dunia.
Sebagai informasi, bea masuk baru ini tidak akan segera berlaku, namun akan melewati proses kajian selama dua bulan ke depan. Dengar pendapat dijadwalkan pada 20 Agustus hingga 23 Agustus.
China pun kembali merespons dengan keras. Beijing menuding AS melakukan kebiasaannya, yaitu mem-bully negara lain.
Oleh karena itu, China pun siap melancarkan serangan balasan. China juga akan melaporkan kelakuan AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Tidak hanya mengenakan bea masuk terhadap produk-produk AS, China juga mengancam membalas dengan kebijakan kualitatif. Misalnya membatasi kunjungan turis China ke AS yang bisa mendatangkan devisa US$ 115 miliar bagi Negeri Paman Sam.
Kabar ini menjadi pertanda bahwa perang dagang masih jauh dari selesai. Akibatnya, investor kembali memasang mode risk-on. Aset-aset berisiko di negara berkembang tertekan aksi jual karena investor cenderung mencari aman.
Bursa saham Asia pun rontok berkat isu perang dagang. Indeks Nikkei 225 jatuh 1,19%, Hang Seng anjlok 1,29%, Shanghai Composite amblas 1,78%, Kospi turun 0,59%, dan Straits Times melemah 0,79%.
Namun IHSG terselamatkan oleh sektor pertambangan yang menguat 1,53%. Harga batu bara ICE Newcastle kontrak melesat 1,16% ke US$ 117,45/ton, di mana ini merupakan level tertinggi sejak Februari 2012.
Harga batu bara memang sedang berada dalam tren penguatan sejak Mei 2018, disokong oleh menguatnya permintaan dari China akibat musim semi yang lebih panas dari biasanya. Pembangkit listrik bertenaga batu bara mau tidak mau harus menggenjot produksi listriknya seiring naiknya tingkat penggunaan pendingin ruangan di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai.
Jika musim semi saja sudah seperti itu, musim panas yang akan datang pada bulan Juli-Agustus tentunya akan memberikan temperatur yang amat panas di Negeri Tirai Bambu. Permintaan batu bara, khususnya untuk pembangkit listrik, diperkirakan akan mencapai puncaknya.
Hal ini kemudian menjadi bahan bakar bagi meroketnya harga batu bara. Saham-saham emiten pertambangan batu bara yang diborong investor di antaranya BYAN (+3,85%), ADRO (+1,88%), PTBA (+2,01%), BUMI (+2,73%), dan ITMG (+1,2%).
Selain itu, aksi beli investor asing dengan nilai bersih yang cukup fantastis (Rp 431,6 miliar) ikut memotori laju IHSG hingga dapat mengakhiri hari di teritori positif. Saham-saham yang paling banyak diburu investor asing di antaranya TLKM (Rp 190,7 miliar), BBCA (Rp 106,1 miliar), ASII (Rp 105,2 miliar), PTBA (Rp 69,8 miliar), dan UNVR (Rp 34,1 miliar).
Kemarin, IHSG berakhir dengan penguatan 0,2%. Nilai transaksi tercatat Rp 7,3 triliun dengan volume sebanyak 9,17 miliar unit saham. Frekuensi perdagangan adalah 375.647 kali.
Tekanan bagi IHSG datang dari kembali memanasnya hubungan perdagangan Amerika Serikat (AS) dengan China. Pemerintahan Presiden AS Donald Trump mengumumkan daftar barang-barang asal China senilai US$ 200 miliar (Rp 2.875 triliun) yang akan dikenakan bea masuk baru sebesar 10%.
Beberapa produk yang masuk daftar di antaranya rokok, farmasi, batu bara, ban mobil, furnitur, barang dari kayu, tas, makanan anjing dan kucing, sarung tangan bisbol, karpet, pintu, sepeda, papan ski, tas golf, tisu toilet, sampai produk-produk kecantikan. Sejumlah produk yang kini disasar AS tersebut adalah barang-barang yang masuk dalam program Made in China 2025, sebuah rencana strategis Beijing untuk membuat China menjadi pemimpin industri-industri penting dunia.
Sebagai informasi, bea masuk baru ini tidak akan segera berlaku, namun akan melewati proses kajian selama dua bulan ke depan. Dengar pendapat dijadwalkan pada 20 Agustus hingga 23 Agustus.
China pun kembali merespons dengan keras. Beijing menuding AS melakukan kebiasaannya, yaitu mem-bully negara lain.
Oleh karena itu, China pun siap melancarkan serangan balasan. China juga akan melaporkan kelakuan AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Tidak hanya mengenakan bea masuk terhadap produk-produk AS, China juga mengancam membalas dengan kebijakan kualitatif. Misalnya membatasi kunjungan turis China ke AS yang bisa mendatangkan devisa US$ 115 miliar bagi Negeri Paman Sam.
Kabar ini menjadi pertanda bahwa perang dagang masih jauh dari selesai. Akibatnya, investor kembali memasang mode risk-on. Aset-aset berisiko di negara berkembang tertekan aksi jual karena investor cenderung mencari aman.
Bursa saham Asia pun rontok berkat isu perang dagang. Indeks Nikkei 225 jatuh 1,19%, Hang Seng anjlok 1,29%, Shanghai Composite amblas 1,78%, Kospi turun 0,59%, dan Straits Times melemah 0,79%.
Namun IHSG terselamatkan oleh sektor pertambangan yang menguat 1,53%. Harga batu bara ICE Newcastle kontrak melesat 1,16% ke US$ 117,45/ton, di mana ini merupakan level tertinggi sejak Februari 2012.
Harga batu bara memang sedang berada dalam tren penguatan sejak Mei 2018, disokong oleh menguatnya permintaan dari China akibat musim semi yang lebih panas dari biasanya. Pembangkit listrik bertenaga batu bara mau tidak mau harus menggenjot produksi listriknya seiring naiknya tingkat penggunaan pendingin ruangan di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai.
Jika musim semi saja sudah seperti itu, musim panas yang akan datang pada bulan Juli-Agustus tentunya akan memberikan temperatur yang amat panas di Negeri Tirai Bambu. Permintaan batu bara, khususnya untuk pembangkit listrik, diperkirakan akan mencapai puncaknya.
Hal ini kemudian menjadi bahan bakar bagi meroketnya harga batu bara. Saham-saham emiten pertambangan batu bara yang diborong investor di antaranya BYAN (+3,85%), ADRO (+1,88%), PTBA (+2,01%), BUMI (+2,73%), dan ITMG (+1,2%).
Selain itu, aksi beli investor asing dengan nilai bersih yang cukup fantastis (Rp 431,6 miliar) ikut memotori laju IHSG hingga dapat mengakhiri hari di teritori positif. Saham-saham yang paling banyak diburu investor asing di antaranya TLKM (Rp 190,7 miliar), BBCA (Rp 106,1 miliar), ASII (Rp 105,2 miliar), PTBA (Rp 69,8 miliar), dan UNVR (Rp 34,1 miliar).
Next Page
Perang Dagang Hentikan Reli Wall Street
Pages
Most Popular