
Newsletter
BI dan Pemerintah Beri Jalan, Mampukah IHSG Kembali Hijau?
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
11 July 2018 06:04

Untuk perdagangan hari ini, terdapat sejumlah sentimen yang patut dicermati oleh pelaku pasar. Pertama tentu penguatan Wall Street, yang diharapkan bisa menular sampai ke Asia termasuk Indonesia. Biasanya dinamika di Wall Street memang memberi warna kepada perdagangan saham Benua Kuning.
Kedua adalah dinamika perang dagang. Reuters melaporkan bahwa pemerintahan Presiden Trump sedang menyusun daftar baru produk-produk asal China yang akan dikenakan bea masuk. Nilai produk-produk tersebut mencapai US$ 200 miliar.
Beberapa waktu lalu, Trump memang mengatakan sudah menyiapkan daftar panjang produk-produk China yang akan terkena bea masuk. Nilai totalnya mencapai lebih dari US$ 500 miliar.
"Dalam waktu dua pekan ke depan akan ada US$ 16 miliar. Kami juga masih punya daftar produk-produk senilai US$ 200 miliar yang masih didiskusikan dan setelah itu ada US$ 300 miliar lagi. Oke?" tegas Trump akhir pekan lalu, dikutip dari Reuters.
Kabar ini menjadi pertanda bahwa perang dagang masih jauh dari selesai. Jika AS betul-betul kembali mengenakan bea masuk baru, maka China pun kemungkinan besar akan membalas. Kemudian AS mengeluarkan bea masuk lagi, China membalas, begitu seterusnya.
Oleh karena itu, investor masih harus tetap memonitor dan mewaspadai setiap perkembangan isu perang dagang. Sebab, isu ini bisa sangat mempengaruhi mood pasar.
Ketiga adalah nilai tukar dolar AS, yang sepertinya masih melanjutkan penguatan. Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback dibandingkan enam mata uang utama, menguat 0,07% pada pukul 04:03 WIB. Kemarin, dolar AS mampu bangkit dan berjaya terhadap mata uang Asia termasuk rupiah.
Saat ini, penguatan dolar AS disebabkan oleh aksi beli yang dilakukan investor jelang rilis data inflasi AS pada Kamis waktu setempat. Sebagai catatan, inflasi AS pada Mei 2018 mencapai 2,8% secara year-on-year (YoY), tertinggi sejak Oktober 2008.
Bila inflasi di AS terus terakselerasi, maka semakin besar kemungkinan The Federal Reserve/The Fed untuk leboh agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Pasar kini mulai terbiasa dengan perkiraan kenaikan suku bunga empat kali sepanjang 2018, lebih banyak dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu tiga kali.
Kenaikan suku bunga tentu menjadi kabar gembira bagi dolar AS. Kenaikan suku bunga akan membuat ekspektasi inflasi terjangkar sehingga nilai mata uang naik.
Selain itu, kenaikan suku bunga juga akan memancing arus modal untuk datang karena mengharapkan keuntungan lebih. Arus modal ini bisa menjadi fondasi bagi penguatan nilai tukar.
Sebelum The Fed menaikkan suku bunga, investor sepertinya sudah terlebih dulu memburu dolar AS. Sebab jika suku bunga sudah naik maka harga greenback akan lebih mahal. Akibat aksi borong ini, dolar AS sudah menguat sebelum suku bunga dinaikkan.
Sentimen keempat adalah harga minyak yang masih dalam jalur pendakian. Sudah terbukti kenaikan harga minyak mampu menjadi bensin bagi laju Wall Street.
Bila kenaikan harga minyak bisa bertahan, maka IHSG juga bisa mendapat berkahnya. Emiten migas dan pertambangan akan lebih mendapat apresiasi ketika harga minyak sedang naik.
(aji/aji)
Kedua adalah dinamika perang dagang. Reuters melaporkan bahwa pemerintahan Presiden Trump sedang menyusun daftar baru produk-produk asal China yang akan dikenakan bea masuk. Nilai produk-produk tersebut mencapai US$ 200 miliar.
Beberapa waktu lalu, Trump memang mengatakan sudah menyiapkan daftar panjang produk-produk China yang akan terkena bea masuk. Nilai totalnya mencapai lebih dari US$ 500 miliar.
"Dalam waktu dua pekan ke depan akan ada US$ 16 miliar. Kami juga masih punya daftar produk-produk senilai US$ 200 miliar yang masih didiskusikan dan setelah itu ada US$ 300 miliar lagi. Oke?" tegas Trump akhir pekan lalu, dikutip dari Reuters.
Kabar ini menjadi pertanda bahwa perang dagang masih jauh dari selesai. Jika AS betul-betul kembali mengenakan bea masuk baru, maka China pun kemungkinan besar akan membalas. Kemudian AS mengeluarkan bea masuk lagi, China membalas, begitu seterusnya.
Oleh karena itu, investor masih harus tetap memonitor dan mewaspadai setiap perkembangan isu perang dagang. Sebab, isu ini bisa sangat mempengaruhi mood pasar.
Ketiga adalah nilai tukar dolar AS, yang sepertinya masih melanjutkan penguatan. Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback dibandingkan enam mata uang utama, menguat 0,07% pada pukul 04:03 WIB. Kemarin, dolar AS mampu bangkit dan berjaya terhadap mata uang Asia termasuk rupiah.
Saat ini, penguatan dolar AS disebabkan oleh aksi beli yang dilakukan investor jelang rilis data inflasi AS pada Kamis waktu setempat. Sebagai catatan, inflasi AS pada Mei 2018 mencapai 2,8% secara year-on-year (YoY), tertinggi sejak Oktober 2008.
Bila inflasi di AS terus terakselerasi, maka semakin besar kemungkinan The Federal Reserve/The Fed untuk leboh agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. Pasar kini mulai terbiasa dengan perkiraan kenaikan suku bunga empat kali sepanjang 2018, lebih banyak dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu tiga kali.
Kenaikan suku bunga tentu menjadi kabar gembira bagi dolar AS. Kenaikan suku bunga akan membuat ekspektasi inflasi terjangkar sehingga nilai mata uang naik.
Selain itu, kenaikan suku bunga juga akan memancing arus modal untuk datang karena mengharapkan keuntungan lebih. Arus modal ini bisa menjadi fondasi bagi penguatan nilai tukar.
Sebelum The Fed menaikkan suku bunga, investor sepertinya sudah terlebih dulu memburu dolar AS. Sebab jika suku bunga sudah naik maka harga greenback akan lebih mahal. Akibat aksi borong ini, dolar AS sudah menguat sebelum suku bunga dinaikkan.
Sentimen keempat adalah harga minyak yang masih dalam jalur pendakian. Sudah terbukti kenaikan harga minyak mampu menjadi bensin bagi laju Wall Street.
Bila kenaikan harga minyak bisa bertahan, maka IHSG juga bisa mendapat berkahnya. Emiten migas dan pertambangan akan lebih mendapat apresiasi ketika harga minyak sedang naik.
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular