
Newsletter
Kemarin Masih Jet Lag, Bagaimana IHSG Hari Ini?
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
21 June 2018 05:58

Untuk perdagangan hari ini, terdapat sejumlah sentimen yang perlu diperhatikan pelaku pasar. Pertama adalah perang dagang yang belum benar-benar selesai, bahkan semakin parah karena Uni Eropa sudah masuk ke gelanggang pertarungan.
Perkembangan ini bisa membuat investor tidak nyaman. Sebab, perang dagang akan mengancam arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global.
Kedua, investor juga patut mewaspadai dolar AS yang terus menguat. Pada pukul 04:25 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama), masih menguat 0,05%.
Kali ini, bahan bakar laku dolar AS berasal dari komentar Gubernur The Fed Jerome Powell. Berbicara dalam forum ekonomi European Central Bank (ECB) di Sintra, Portugal, Powell kembali menegaskan komitmen bank sentral untuk menaikkan suku bunga secara gradual.
"Dengan ekonomi AS yang semakin kuat, maka kemungkinan kenaikan suku bunga acuan secara bertahap tetap kuat. Meski pasar tenaga kerja belum sepenuhnya pulih," kata Powell, dikutip dari Reuters.
Selain itu, perang dagang juga menjadi faktor yang membuat dolar AS terapresiasi. Untuk menjaga ekspor China tetap kompetitif di tengah perang dagang, Bank Sentral Negeri Tirai Bambu menurunkan titik tengah yuan ke 6,4586 per dolar AS. Ini adalah posisi terlemah sejak 12 Januari.
Nilai tukar yang lemah membuat harga produk China menjadi lebih terjangkau di pasar global, sehingga mendukung kinerja ekspor. 'Pelemahan' yuan membuat dolar AS semakin perkasa.
Selain itu, perang dagang juga membuat harga barang-barang China yang masuk ke pasar AS menjadi mahal karena terkena bea masuk. Bila yang masuk adalah bahan baku dan barang modal, maka biaya produksi tentu akan naik dan ujungnya adalah kenaikan harga produk akhir yang dibeli konsumen. Inflasi di AS pun akan semakin tinggi.
Saat inflasi AS melaju, maka semakin kuat alasan bagi The Fed untuk lebih memperketat kebijakan moneter melalui kenaikan suku bunga. Sebab, kenaikan suku bunga akan efektif menjangkar ekspektasi inflasi.
Jika peluang pengetatan moneter yang lebih agresif semakin besar, maka itu akan menjadi sentimen positif bagi dolar AS. Kenaikan suku bunga akan membuat investor semakin tertarik dengan instrumen berbasis dolar AS karena menjanjikan keuntungan lebih. Greenback pun akan mendapat pijakan untuk menguat.
Tren penguatan dolar AS yang belum berhenti akan menjadi kabar buruk bagi mata uang lainnya, termasuk rupiah. Sepertinya rupiah bisa tertekan pada perdagangan hari ini.
Pelemahan rupiah akan membuat investasi di instrumen berbasis mata uang ini menjadi kurang menarik karena nilainya turun. Akibatnya, aksi jual (terutama oleh investor asing) bisa kembali terjadi dan berdampak negatif bagi IHSG.
(aji/aji)
Perkembangan ini bisa membuat investor tidak nyaman. Sebab, perang dagang akan mengancam arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global.
Kedua, investor juga patut mewaspadai dolar AS yang terus menguat. Pada pukul 04:25 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama), masih menguat 0,05%.
Kali ini, bahan bakar laku dolar AS berasal dari komentar Gubernur The Fed Jerome Powell. Berbicara dalam forum ekonomi European Central Bank (ECB) di Sintra, Portugal, Powell kembali menegaskan komitmen bank sentral untuk menaikkan suku bunga secara gradual.
"Dengan ekonomi AS yang semakin kuat, maka kemungkinan kenaikan suku bunga acuan secara bertahap tetap kuat. Meski pasar tenaga kerja belum sepenuhnya pulih," kata Powell, dikutip dari Reuters.
Selain itu, perang dagang juga menjadi faktor yang membuat dolar AS terapresiasi. Untuk menjaga ekspor China tetap kompetitif di tengah perang dagang, Bank Sentral Negeri Tirai Bambu menurunkan titik tengah yuan ke 6,4586 per dolar AS. Ini adalah posisi terlemah sejak 12 Januari.
Nilai tukar yang lemah membuat harga produk China menjadi lebih terjangkau di pasar global, sehingga mendukung kinerja ekspor. 'Pelemahan' yuan membuat dolar AS semakin perkasa.
Selain itu, perang dagang juga membuat harga barang-barang China yang masuk ke pasar AS menjadi mahal karena terkena bea masuk. Bila yang masuk adalah bahan baku dan barang modal, maka biaya produksi tentu akan naik dan ujungnya adalah kenaikan harga produk akhir yang dibeli konsumen. Inflasi di AS pun akan semakin tinggi.
Saat inflasi AS melaju, maka semakin kuat alasan bagi The Fed untuk lebih memperketat kebijakan moneter melalui kenaikan suku bunga. Sebab, kenaikan suku bunga akan efektif menjangkar ekspektasi inflasi.
Jika peluang pengetatan moneter yang lebih agresif semakin besar, maka itu akan menjadi sentimen positif bagi dolar AS. Kenaikan suku bunga akan membuat investor semakin tertarik dengan instrumen berbasis dolar AS karena menjanjikan keuntungan lebih. Greenback pun akan mendapat pijakan untuk menguat.
Tren penguatan dolar AS yang belum berhenti akan menjadi kabar buruk bagi mata uang lainnya, termasuk rupiah. Sepertinya rupiah bisa tertekan pada perdagangan hari ini.
Pelemahan rupiah akan membuat investasi di instrumen berbasis mata uang ini menjadi kurang menarik karena nilainya turun. Akibatnya, aksi jual (terutama oleh investor asing) bisa kembali terjadi dan berdampak negatif bagi IHSG.
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular