Newsletter
Waspada, Dolar AS Masih Digdaya
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
08 May 2018 05:53

Untuk perdagangan hari ini, penguatan Wall Street bisa menjadi sentimen positif bagi IHSG. Biasanya kinerja Wall Street akan memberi warna bagi bursa saham Asia, termasuk Indonesia.
Kinerja emiten juga diharapkan mampu berkontribusi positif kepada IHSG. Sejumlah emiten dijadwalkan menggelar RUPS hari ini. Bila ada kabar baik, misalnya dividen, diharapkan bisa menjadi dorongan bagi IHSG.
Kemudian meski kemarin menguat, koreksi IHSG sepanjang tahun ini masih cukup dalam. Sejak awal tahun, IHSG masih mencatat minus 7,4%. Ini membuat harga aset di bursa saham Indonesia relatif murah dan siap diborong. Jika terjadi aksi borong, maka akan berdampak positif buat IHSG.
Sentimen positif juga bisa datang dari rilis data penjualan ritel. Bank Indonesia (BI) mencatat Indeks Penjualan Riil (IPR) periode Maret 2018 sebesar 209,1, atau naik 2,5% secara year-on-year (YoY). Lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya yang membukukan pertumbuhan sebesar 1,5% YoY.
BI juga memperkirakan penjualan eceran masih terus meningkat. IPR April diestimasikan sebesar 213,6 atau naik 3,4% YoY. Pertumbuhan yang lebih baik ketimbang Maret.
Penjualan ritel memang terus membaik seiring berjalannya 2018. Pada Januari, penjualan ritel sempat anjlok degan mencatatkan kontraksi atau minus 1,8% YoY. Kemudian pada Februari mulai pulih dengan pertumbuhan 1,5% YoY, dan Maret semakin mantap dengan pertumbuhan 2,5% YoY.
Data ini bisa menjadi angin segar bagi emiten sektor barang konsumsi, yang kemarin pun sudah menikmati kenaikan tinggi berkat rilis data IKK. Hari ini, sektor barang konsumsi berpeluang untuk melanjutkan penguatan.
Harga minyak juga sepertinya masih bisa melanjutkan kenaikan dan menjadi pendorong penguatan IHSG. Selain sikap investor yang ambil posisi sebelum pengumuman Trump mengenai Iran, kenaikan harga minyak juga dipicu oleh perkembangan di Venezuela.
ConocoPhillips, perusahaan minyak asal AS, telah bergerak untuk mengambil alih beberapa aset perusahaan minyak negara Venezuela, PDVSA, dalam rangka mengeksekusi putusan arbitrase internasional senilai US$ 2 miliar. Perselisihan antara ConocoPhillips dan pemerintah Venezuela muncul sejak aksi nasionalisasi aset-aset perminyakan yang dioperasikan oleh sejumlah perusahaan asing oleh mendiang Presiden Venezuela Hugo Chavez pada 2007. ConocoPhillips menolak keras kebijakan tersebut, dan akhirnya menggugat ke artibrase internasional dengan alasan pembatalan kontrak secara sepihak, serta adanya potensi kerugian pada masa depan
Sentimen ini akan memperparah kejatuhan produksi dan ekspor minyak mentah Venezuela akibat krisis ekonomi yang sedang berlangsung. Produksi minyak mentah Venezuela telah berkurang setengahnya sejak awal tahun 2000-an, ke 1,5 juta barel/hari.
Kenaikan harga minyak bisa menjadi sentimen positif bagi IHSG. Sebab, kenaikan harga si emas hitam akan membuat emiten migas dan pertambangan lebih diapresiasi.
Namun, investor juga perlu menyimak rilis data cadangan devisa Indonesia periode akhir April yang akan diumumkan hari ini. Dengan tingginya aktivitas BI di pasar untuk stabilisasi kurs, maka kemungkinan cadangan devisa akan kembali turun.
Bila cadangan devisa tergerus signifikan, maka itu bisa menjadi sentimen negatif di pasar. Indonesia bisa dinilai rentan menghadapi gejolak eksternal jika cadangan devisa menipis. Situasi ini bisa melahirkan tuntutan bagi BI untuk segera menaikkan suku bunga acuan agar modal asing kembali masuk dan memperkuat nilai tukar rupiah.
Cadangan devisa kembali berpotensi untuk terpakai, karena hari ini sepertinya rupiah kembali terancam. Kedigdayaan dolar AS belum pudar, terlihat dari Dollar Index (yang mengukur posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama) yang menguat sampai 0,22%. Dalam sepekan terakhir, indeks ini sudah menguat 10,2%.
Apresiasi greenback dipicu oleh semakin yakinnya investor terhadap kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve/The Fed pada pertemuan 13 Juni mendatang. Berdasarkan CME Federal Funds Futures, probabilitas kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 1,75-2% adalah 100%. Artinya nyaris mustahil The Fed masih menahan suku bunga.
Bahkan ada perkiraan The Fed akan menaikkan suku bunga sampai empat kali sepanjang tahun ini, melebihi perkiraan yang sebanyak tiga kali. Persepsi ini muncul akibat pernyataan Raphael Bostic, Presiden The Fed Atlanta.
"Saya cukup yakin dengan (kenaikan suku bunga acuan) tiga kali untuk saat ini. Namun saya terbuka jika situasi mengarah ke tujuan lain. Apakah itu dua kali, atau empat kali, tergantung data yang ada," ungkap Bostic, dikutip dari Reuters.
Ditambah lagi, lanjut Bostic, perekonomian AS cenderung membaik. Ini menyebabkan tekanan inflasi akan meningkat pada bulan-bulan mendatang sehingga perlu diredam dengan kenaikan suku bunga.
"Jika Anda lihat, ekonomi bergerak naik. Ada banyak stimulus, seperti pemotongan tarif pajak. Jadi, potensi percepatan laju ekonomi (upside potential) masih ada," tutur Bostic.
Perkataan Bostic yang sangat hawkish ini menandakan The Fed siap untuk menaikkan dosis kenaikan suku bunga acuan menjadi empat kali pada 2018. Akibatnya, dolar AS mendapat suntikan doping yang luar biasa sehingga menguat terhadap mata uang dunia.
Potensi penguatan dolar AS dan pelemahan rupiah ini menjadi kabar yang kurang sedap bagi IHSG. Pada dasarnya pelemahan rupiah tidak menguntungkan, karena membuat berinvestasi di aset-aset berbasis mata uang ini menjadi kurang menguntungkan. Oleh karena itu, investor asing akan cenderung melakukan aksi jual merespons depresiasi rupiah. (aji/aji)
Kinerja emiten juga diharapkan mampu berkontribusi positif kepada IHSG. Sejumlah emiten dijadwalkan menggelar RUPS hari ini. Bila ada kabar baik, misalnya dividen, diharapkan bisa menjadi dorongan bagi IHSG.
Kemudian meski kemarin menguat, koreksi IHSG sepanjang tahun ini masih cukup dalam. Sejak awal tahun, IHSG masih mencatat minus 7,4%. Ini membuat harga aset di bursa saham Indonesia relatif murah dan siap diborong. Jika terjadi aksi borong, maka akan berdampak positif buat IHSG.
Sentimen positif juga bisa datang dari rilis data penjualan ritel. Bank Indonesia (BI) mencatat Indeks Penjualan Riil (IPR) periode Maret 2018 sebesar 209,1, atau naik 2,5% secara year-on-year (YoY). Lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya yang membukukan pertumbuhan sebesar 1,5% YoY.
BI juga memperkirakan penjualan eceran masih terus meningkat. IPR April diestimasikan sebesar 213,6 atau naik 3,4% YoY. Pertumbuhan yang lebih baik ketimbang Maret.
Penjualan ritel memang terus membaik seiring berjalannya 2018. Pada Januari, penjualan ritel sempat anjlok degan mencatatkan kontraksi atau minus 1,8% YoY. Kemudian pada Februari mulai pulih dengan pertumbuhan 1,5% YoY, dan Maret semakin mantap dengan pertumbuhan 2,5% YoY.
Data ini bisa menjadi angin segar bagi emiten sektor barang konsumsi, yang kemarin pun sudah menikmati kenaikan tinggi berkat rilis data IKK. Hari ini, sektor barang konsumsi berpeluang untuk melanjutkan penguatan.
Harga minyak juga sepertinya masih bisa melanjutkan kenaikan dan menjadi pendorong penguatan IHSG. Selain sikap investor yang ambil posisi sebelum pengumuman Trump mengenai Iran, kenaikan harga minyak juga dipicu oleh perkembangan di Venezuela.
ConocoPhillips, perusahaan minyak asal AS, telah bergerak untuk mengambil alih beberapa aset perusahaan minyak negara Venezuela, PDVSA, dalam rangka mengeksekusi putusan arbitrase internasional senilai US$ 2 miliar. Perselisihan antara ConocoPhillips dan pemerintah Venezuela muncul sejak aksi nasionalisasi aset-aset perminyakan yang dioperasikan oleh sejumlah perusahaan asing oleh mendiang Presiden Venezuela Hugo Chavez pada 2007. ConocoPhillips menolak keras kebijakan tersebut, dan akhirnya menggugat ke artibrase internasional dengan alasan pembatalan kontrak secara sepihak, serta adanya potensi kerugian pada masa depan
Sentimen ini akan memperparah kejatuhan produksi dan ekspor minyak mentah Venezuela akibat krisis ekonomi yang sedang berlangsung. Produksi minyak mentah Venezuela telah berkurang setengahnya sejak awal tahun 2000-an, ke 1,5 juta barel/hari.
Kenaikan harga minyak bisa menjadi sentimen positif bagi IHSG. Sebab, kenaikan harga si emas hitam akan membuat emiten migas dan pertambangan lebih diapresiasi.
Namun, investor juga perlu menyimak rilis data cadangan devisa Indonesia periode akhir April yang akan diumumkan hari ini. Dengan tingginya aktivitas BI di pasar untuk stabilisasi kurs, maka kemungkinan cadangan devisa akan kembali turun.
Bila cadangan devisa tergerus signifikan, maka itu bisa menjadi sentimen negatif di pasar. Indonesia bisa dinilai rentan menghadapi gejolak eksternal jika cadangan devisa menipis. Situasi ini bisa melahirkan tuntutan bagi BI untuk segera menaikkan suku bunga acuan agar modal asing kembali masuk dan memperkuat nilai tukar rupiah.
Cadangan devisa kembali berpotensi untuk terpakai, karena hari ini sepertinya rupiah kembali terancam. Kedigdayaan dolar AS belum pudar, terlihat dari Dollar Index (yang mengukur posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama) yang menguat sampai 0,22%. Dalam sepekan terakhir, indeks ini sudah menguat 10,2%.
Apresiasi greenback dipicu oleh semakin yakinnya investor terhadap kenaikan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve/The Fed pada pertemuan 13 Juni mendatang. Berdasarkan CME Federal Funds Futures, probabilitas kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 1,75-2% adalah 100%. Artinya nyaris mustahil The Fed masih menahan suku bunga.
Bahkan ada perkiraan The Fed akan menaikkan suku bunga sampai empat kali sepanjang tahun ini, melebihi perkiraan yang sebanyak tiga kali. Persepsi ini muncul akibat pernyataan Raphael Bostic, Presiden The Fed Atlanta.
"Saya cukup yakin dengan (kenaikan suku bunga acuan) tiga kali untuk saat ini. Namun saya terbuka jika situasi mengarah ke tujuan lain. Apakah itu dua kali, atau empat kali, tergantung data yang ada," ungkap Bostic, dikutip dari Reuters.
Ditambah lagi, lanjut Bostic, perekonomian AS cenderung membaik. Ini menyebabkan tekanan inflasi akan meningkat pada bulan-bulan mendatang sehingga perlu diredam dengan kenaikan suku bunga.
"Jika Anda lihat, ekonomi bergerak naik. Ada banyak stimulus, seperti pemotongan tarif pajak. Jadi, potensi percepatan laju ekonomi (upside potential) masih ada," tutur Bostic.
Perkataan Bostic yang sangat hawkish ini menandakan The Fed siap untuk menaikkan dosis kenaikan suku bunga acuan menjadi empat kali pada 2018. Akibatnya, dolar AS mendapat suntikan doping yang luar biasa sehingga menguat terhadap mata uang dunia.
Potensi penguatan dolar AS dan pelemahan rupiah ini menjadi kabar yang kurang sedap bagi IHSG. Pada dasarnya pelemahan rupiah tidak menguntungkan, karena membuat berinvestasi di aset-aset berbasis mata uang ini menjadi kurang menguntungkan. Oleh karena itu, investor asing akan cenderung melakukan aksi jual merespons depresiasi rupiah. (aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular